Mohon tunggu...
Sukrisno Santoso
Sukrisno Santoso Mohon Tunggu... wiraswasta -

Guru Bahasa Indonesia di SMPIT Mutiara Insan Sukoharjo. Menyukai buku, kopi, dan puisi. Menulis "Catatan Kecil" di www.sukrisnosantoso.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Menentukan Nasib Masa Depan Anak

9 September 2016   19:27 Diperbarui: 9 September 2016   21:30 234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dulu saat SMP saya memiliki teman seorang wanita yang tingkahnya –boleh dibilang—agak “pecicilan”, banyak tingkah. Dia termasuk wanita yang banyak bergaul, banyak bermain, dan banyak bersendau gurau dengan laki-laki. Hingga siswa laki-laki yang lugu seperti saya sungkan atau malah takut dekat dengannya.

Kini, wanita tersebut berada dalam pertemenan Facebook saya. Awalnya saya heran melihat dirinya yang sekarang. Saat ini ia menjadi seorang wanita dengan pakaian yang terlihat selalu sopan. Dalam foto-fotonya, ia tampak bahagia hidup bersama suami dan seorang anaknya yang masih kecil. Saya bergumam, betapa banyak perubahan terjadi padanya. Tentunya perubahan menuju kebaikan.

Ada juga dulu teman yang terlihat baik, rajin, penurut, tapi sekarang saat mengenalnya kembali, ia sudah berubah menjadi orang yang pendidikannya berantakan. Ada teman yang dulunya tukang palak, sekarang menjadi kepala keluarga yang bertanggung jawab dengan menekuni profesi yang membanggakan.

Sungguh, jalan hidup seseorang tidak bisa ditebak. Apalagi ditentukan sejak awal.

Seorang anak atau siswa membawa masa depannya masing-masing. Setiap memandang seorang siswa, yang saya lihat bukanlah wujudnya sebagai anak kecil, tetapi visinya sebagai “seseorang” di masa depan.

Melihat seorang siswa yang berbuat nakal, berbuat ulah, dan suka melanggar peraturan, tak membuat saya semena-mena menghakiminya sebagai siswa yang buruk dengan masa depan yang buruk pula. Siswa yang nilainya jarang memenuhi KKM, tak menjadikannya sebagai siswa bodoh dengan masa depan yang suram.

Kita tidak bisa mengetahui –lebih-lebih menentukan—masa depan siswa. Bisa jadi, siswa yang selama ini berada di urutan terakhir nilai akademisnya menjadi seorang pengusaha besar di masa depan. Bisa jadi, siswa yang selama ini suka tidur di kelas menjadi seorang pejabat penting di masa depan. Bisa jadi, bisa jadi, bisa jadi.

Harapan.

Itulah pandangan yang saya arahkan kepada para siswa dengan segala tingkahnya itu. Harapan bahwa pada suatu perjalanan hidupnya akan ada sebuah momen yang menjadi titik balik perubahan menuju kebaikan atau kesuksesan.

Harapan itu milik semua siswa. Harapan itu milik siswa yang pandai dan yang kurang pandai. Harapan itu milik siswa yang rajin dan yang kurang rajin. Harapan itu milik siswa yang penurut dan yang suka melanggar.

Dengan visi sebuah harapan yang tertanam pada diri setiap siswa, seorang guru akan mendidik dengan penuh perhatian, pengertian, kesabaran, kelembutan, dan kasih sayang. Guru mendidik dengan kesadaran penuh bahwa yang ia didik saat ini ialah siswa yang memiliki harapan masa depan yang cerah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun