Arunika menyeruak di sela lindap dedaunan
Kini justru hadir telanjang
Pancarkan lidah api
Pagi yang gerah
Â
Pohon rindang dan nyanyian burung
Berganti suara sirine pemadam kebakaran
Semenjak gergaji mesin meraung tumbangkan pepohonan
Photosintesis dari lembaran dedaunan segarkan udara kini tak lagi ada
Â
Dulu, diantara rindang pepohonan halaman rumah
Tempat kami bermain kelereng teman sebaya
Sejuk segarnya udara di rindang pepohonan tidak membuat kami cepat lelah
Arena bermain dulu, kini berganti bangunan ruko berlantai tiga
Â
Musim berganti
Hujan turun berhari-hari
Dulu titik gemericik  hujan dinginkan atap rumah dan segarkan suasana
Kini bak loka wigna ciptakan banjir dimana-mana
Â
Hujan kini mengemas amarah
Karena manusia berulah
Tak ramah pada alam semesta
Hadirnya bagai air bahÂ
tegggelamkan pemukiman dan jalan raya.
Â
Setetes air mata untuk masa lalu.
Ketika alam menjadi sahabat kita
Ulah kita mem-barter anugerah dengan bencana
Tetes air mata jatuh mencari pori-pori tanah yang memang sudah tak ada
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H