Akhir-akhir ini sedang trending istilah 'pengibulan', maka ada baiknya kita membedahnya dengan tulisan ini. Pengibulan terbentuk dari verba (kata kerja) ngibul yang berarti membohongi yang selanjutnya ditambah dengan konfik (awalan dan akhiran) pe-an sehingga menjadi nomina (kata benda) pengibulan, tindakan melakukan pembohongan. Lebih lanjut verba ngibul juga bisa ditambah prefik (awalan) pe- agar menjadi nomina (kata benda) pengibul yang berarti pelaku ngibul alias pembohong.
Sekarang mari kita telaah fakta tentang kepopuleran kata pengibulan tersebut. Kata ini menjadi kata yang populer beberapa hari ini karena pernyataan Amien Rais di Bandung beberapa hari yang lalu. Pendiri Partai Amanat Nasional (PAN) ini mengatakan bahwa kebiasaan presiden Joko Widodo yang sering membagi-bagikan sertifikat kepada masyarakat disebut sebagai pengibulan alias pembohongan. Dengan demikian berarti Amien mengatakan bahwa Jokowi adalah pengibul. Tetapi karena si guru besar Amien Rais ini sering omong ngaco maka ada baiknya kita bahas siapa sesungguhnya si pengibul.
Nampaknya orang tua satu ini perlu diperiksa kepribadiannya. Siapa tahu ada gejala-gejala yang tidak benar dan membahayakan. Semakin hari semangkin mengkhawatirkan. Bicaranya tampaknya semakin hari semakin ngawur. Mulai dari pemerintah memberi ruang kebangkitan PKI sampai sertifikat sebagai tanda pengibulan Jokowi terhadap rakyat. Jangan-jangan dia memang sedang mengalami kekacauan berpikir logis?
Gejala kekacauan berpikir logis Amien ini semakin tampak saat menjadi pembicara dalam diskusi 'Bandung Informal Meeting' yang digelar di Hotel Savoy Homman, Jalan Asia Afrika, Bandung, Minggu (18/3/2018). "Ini pengibulan, waspada bagi-bagi sertifikat, bagi tanah sekian hektar, tetapi ketika 74 persen negeri ini dimiliki kelompok tertentu seolah dibiarkan. Ini apa-apaan?"
Sekarang mari kita cerna pernyataan Amien di atas. Ada kekeliruan, kontradiksi dan kesalahan berpikir di sana. Pengibulan itu diartikan sebagai proses membohongi. Membohongi berarti tidak sesuai dengan fakta sebenarnya.
Pengibulan jelas sangat bertentangan dengan fakta tentang pembagian sertifikat kepada rakyat oleh presiden Jokowi. Sertifikat itu adalah fakta nyata. Ada data dan tanda keabsahan kepemilikan atau keabsahan pengolahan lahan. Jadi sertifikat itu menjadikan kepemilikan itu memiliki bukti kuat. Tidak bisa digugat. Maka ketika dikatakan pengibulan, mengibuli siapa. Sangat jelas ada sertifikatnya, bukan hanya janji memberikan sertifikat.
Lebih lanjut, 74% negara dimiliki kelompok tertentu tidak ada data dan buktinya. Ini sangat bertolak belakang dengan sertifikat yang dibagikan dan sejalan dengan pengibulan. Sertifikat adalah bukti bahwa setiap orang yang menerimanya memiliki tanah. Dengan demikian, tuduhan 74% negeri ini dimiliki suatu kelompok menjadi suatu pengibulan.
Mohon diperhatikan, pernyataan tanpa data valid adalah pembohongan atau pengibulan. Di lain pihak, pembagian sertifikat adalah kebenaran dan keberpihakan pemerintah kepada rakyat yang selama ini memiliki tanah tetapi tidak punya bukti kepemilikan.
Maka sekarang sungguh jelas siapa si pengibul dan siapa yang tulus. Amien adalah pengibul karena menuduh tanpa ada bukti. Itu sama saja, misalnya, seperti menuduh Prabowo adalah jenderal pembunuh para mahasiswa, tetapi tidak disertai fakta. Jadi itu adalah kebohongan dan fitnah. Lain masalahnya kalau ada bukti.
"Pemimpin (Jokowi) mengatakan tahun 1965 baru 4 tahun mana ada PKI balita. Memang enggak ada, tetapi kenapa rezim ini memberikan angin membangkitkan PKI." Â Ini pernyataan Amien yang lain lagi.
Ternyata Amien tidak berhenti hanya soal sertifikat. Pengibulan Amien ditambah dengan pemutarbalikan fakta. Faktanya Jokowi mengakui bahwa dia lahir 4 tahun sebelum kelahiran PKI. Logika sehatnya, tidak mungkin balita dapat dikatakan PKI. Logika pemutarbalikan fakta versi Amien, kenapa sekarang memberikan angin kebangkitan PKI?