Refleksi ini menunjukkan bahwa kompromi romantis dapat menghasilkan hasil yang beragam. Sementara beberapa orang melihat kompromi sebagai jembatan menuju hubungan yang bermakna, yang lain merasa mereka mengorbankan gairah yang tulus demi hubungan yang stabil.
Kompromi vs. Pengorbanan: Batasan yang Tipis
Kompromi sering kali disalahpahami sebagai sinonim dengan pengorbanan, meskipun keduanya berbeda. Pengorbanan berarti rela melepaskan sesuatu yang berharga demi tujuan yang lebih besar---sering kali karena cinta atau komitmen yang mendalam. Namun, kompromi adalah pilihan yang diperhitungkan untuk menjaga keseimbangan dalam hubungan, sering kali dalam menghadapi keadaan yang tidak sempurna.
Dalam percintaan, banyaknya pilihan alternatif mempersulit kompromi. Bahkan dalam hubungan yang stabil, kesadaran akan kemungkinan yang menarik dapat memicu keraguan dan ketidakpuasan, khususnya di era di mana media sosial terus-menerus mengingatkan kita akan momen-momen terbaik dalam hubungan orang lain. Kesadaran ini dapat menimbulkan rasa tidak nyaman, sehingga semakin sulit untuk menerima hubungan kita saat ini sepenuhnya.
Jenis-jenis Kompromi: Implisit dan Eksplisit
Peneliti Melinda Williams dan Danielle Sulikowski membedakan dua bentuk utama kompromi romantis:
1. Kompromi Implisit:Â Ketika orang secara halus menyesuaikan ekspektasi mereka agar sesuai dengan persepsi diri dan prospek hubungan mereka, sering kali secara tidak sadar menurunkan atau mengubah prioritas.
2. Kompromi Eksplisit:Â Ketika orang secara sadar memilih pasangan yang mungkin tidak sepenuhnya sesuai dengan keinginan mereka tetapi memenuhi kualitas penting atau memberikan bentuk keamanan lainnya.
Kompromi implisit sering kali lebih lembut dan tidak terlalu mengagetkan, karena individu beradaptasi secara alami, menyesuaikan ekspektasi mereka agar sesuai dengan kenyataan. Sebaliknya, kompromi yang eksplisit dapat terasa lebih tajam, karena melibatkan pilihan sadar untuk menerima pasangan yang mungkin tidak memenuhi setiap cita-cita, yang mengharuskan penerimaan terus-menerus atas ketidaksempurnaan.
Kompromi yang Baik vs. Kompromi yang Buruk: Empat Kriteria
Filsuf Robert Goodin memberikan kerangka kerja untuk memahami kompromi yang efektif, dan ide-ide ini disesuaikan dengan konteks romantis sebagai berikut: