Mohon tunggu...
Suko Waspodo
Suko Waspodo Mohon Tunggu... Dosen - Pensiunan

Aku hanya debu di alas kaki-Nya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sifat Diri yang Beragam: Menjelajahi Identitas Ontologis Kita

8 Agustus 2024   07:30 Diperbarui: 8 Agustus 2024   07:49 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku adalah Karakter dan Kemampuanku

Konsep diri individu dapat dibingkai oleh atribut-atribut seperti kecerdasan, kehormatan, kebaikan, keramahan, ketekunan, kehematan, dan kecanggungan. Sisi ini menunjukkan bahwa diri adalah jumlah dari karakteristik-karakteristik ini, yang diyakini relatif stabil dari waktu ke waktu. Pandangan Aristoteles bahwa manusia berusaha untuk mengembangkan kemampuan mereka, yang bertujuan untuk eudaimonia (berkembang), sejalan dengan perspektif ini. Diri yang sepenuhnya terwujud, menurut Aristoteles, adalah diri yang mengembangkan kemampuannya hingga batas maksimal.

Aku adalah Kehendakku

Sisi ini menekankan aspirasi dan tujuan di atas karakteristik bawaan. Diri dilihat sebagai sesuatu yang ditentukan oleh pilihan dan tujuan yang berorientasi ke masa depan. Sudut pandang eksistensialis ini, yang digaungkan oleh para filsuf seperti Sren Kierkegaard, menyoroti keputusasaan karena ingin menjadi orang lain selain diri sendiri, yang menekankan pentingnya kemauan dan niat dalam identitas diri. Saya

Aku adalah Ceritaku

Aspek naratif diri melibatkan cerita yang kita ceritakan tentang diri kita sendiri. Kenangan pribadi dijalin menjadi narasi yang kohesif, membentuk diri melalui bahasa dan ekspresi. Narasi diri kita dipengaruhi oleh kenangan pribadi dan cerita orang lain tentang kita, yang terintegrasi ke dalam jaringan cerita yang membentuk citra diri kita.

Aku Ditentukan oleh Hubungan Sosialku

Aspek sosial memandang diri ditentukan oleh peran seseorang dalam masyarakat dan kualitas yang dikaitkan oleh orang lain. Secara historis, atribut seperti kehormatan dan kemuliaan telah membentuk identitas diri secara signifikan. Di masa kini, media sosial menawarkan jalan baru untuk menciptakan hubungan dan mengubah persepsi diri.

Diri sebagai Ilusi

Perspektif ini menyamakan diri dengan citra kaleidoskopik, yang selalu berubah tetapi dibentuk oleh elemen fundamental yang sama. Di sini, diri bukanlah juru mudi yang tetap tetapi mekanisme yang fleksibel, baling-baling angin yang menjelaskan tindakan. Pandangan ini sangat populer di kalangan ilmuwan otak, yang menyatakan bahwa diri adalah ilusi yang diciptakan oleh otak.

Kesimpulan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun