Mohon tunggu...
Suko Waspodo
Suko Waspodo Mohon Tunggu... Dosen - Pensiunan dan Pekerja Teks Komersial

Aku hanya debu di alas kaki-Nya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sifat Diri yang Beragam: Menjelajahi Identitas Ontologis Kita

8 Agustus 2024   07:30 Diperbarui: 8 Agustus 2024   07:49 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Abdallahalswaiti

Wawasan Utama

  • Konsepsi kita tentang diri mencakup berbagai segi dengan derajat yang berbeda-beda.
  • Diri dapat dipahami melalui tubuh, otak, penampilan, karakter, keinginan, narasi, atau hubungan sosial seseorang.
  • Ingatan memainkan peran penting dalam menyatukan diri sebagai satu kesatuan.

Ketika menjelajahi sifat diri, pertanyaan "Siapakah aku?" sering muncul. Namun, pertanyaan yang mungkin lebih mendalam adalah "Apakah aku?" Pertanyaan ontologis ini menyelidiki hakikat diri, sebuah topik dengan banyak kemungkinan jawaban, yang tidak satu pun memiliki keutamaan mutlak. Di bawah ini, kita menyelidiki berbagai segi yang sering ditemui dalam diskusi filosofis dan psikologis tentang diri, mengakui tumpang tindih parsial dan ketidakcocokan sesekali.

Aku adalah Tubuhku

Perspektif ini, yang dikenal sebagai segi biologis, mengidentifikasi diri dengan organisme fisik. Di sini, diri dilihat sebagai tubuh yang terletak di tempat tertentu, yang terlibat dalam aktivitas tertentu. Sudut pandang ini menekankan diri sebagai agen yang mampu memengaruhi lingkungan melalui tindakan tubuh.

Aku adalah Otakku

Aspek ini menyatakan bahwa selama otak seseorang tetap sama, diri tetap tidak berubah, terlepas dari perubahan dalam proses berpikir atau perubahan fisik. Pandangan ini sejalan dengan teori identitas dalam filsafat pikiran, yang menegaskan bahwa berbagai kondisi kesadaran berhubungan dengan berbagai kondisi fisiologis otak. Perspektif ini juga mendukung banyak literatur fiksi ilmiah yang mengeksplorasi konsep seperti 'otak dalam tong.'

Aku adalah Penampilanku

Dalam pandangan ini, diri dipersepsikan melalui lensa bagaimana orang lain melihat kita secara fisik, khususnya wajah kita. Namun, penampilan nyata sering kali tidak sesuai dengan citra diri kita. Aspek ini menjadi lebih menonjol dengan munculnya cermin, foto, dan teknologi penglihatan diri lainnya.

Aku adalah Pengalaman dan Kenanganku

Meskipun kita tidak dapat secara aktif melintasi waktu, ingatan kita menciptakan rasa kontinuitas, yang mengikat diri sebagai satu kesatuan. Individu yang menderita amnesia sering kali mengalami rasa diri yang terfragmentasi, yang menggarisbawahi pentingnya ingatan dalam identitas diri.

Aku adalah Karakter dan Kemampuanku

Konsep diri individu dapat dibingkai oleh atribut-atribut seperti kecerdasan, kehormatan, kebaikan, keramahan, ketekunan, kehematan, dan kecanggungan. Sisi ini menunjukkan bahwa diri adalah jumlah dari karakteristik-karakteristik ini, yang diyakini relatif stabil dari waktu ke waktu. Pandangan Aristoteles bahwa manusia berusaha untuk mengembangkan kemampuan mereka, yang bertujuan untuk eudaimonia (berkembang), sejalan dengan perspektif ini. Diri yang sepenuhnya terwujud, menurut Aristoteles, adalah diri yang mengembangkan kemampuannya hingga batas maksimal.

Aku adalah Kehendakku

Sisi ini menekankan aspirasi dan tujuan di atas karakteristik bawaan. Diri dilihat sebagai sesuatu yang ditentukan oleh pilihan dan tujuan yang berorientasi ke masa depan. Sudut pandang eksistensialis ini, yang digaungkan oleh para filsuf seperti Sren Kierkegaard, menyoroti keputusasaan karena ingin menjadi orang lain selain diri sendiri, yang menekankan pentingnya kemauan dan niat dalam identitas diri. Saya

Aku adalah Ceritaku

Aspek naratif diri melibatkan cerita yang kita ceritakan tentang diri kita sendiri. Kenangan pribadi dijalin menjadi narasi yang kohesif, membentuk diri melalui bahasa dan ekspresi. Narasi diri kita dipengaruhi oleh kenangan pribadi dan cerita orang lain tentang kita, yang terintegrasi ke dalam jaringan cerita yang membentuk citra diri kita.

Aku Ditentukan oleh Hubungan Sosialku

Aspek sosial memandang diri ditentukan oleh peran seseorang dalam masyarakat dan kualitas yang dikaitkan oleh orang lain. Secara historis, atribut seperti kehormatan dan kemuliaan telah membentuk identitas diri secara signifikan. Di masa kini, media sosial menawarkan jalan baru untuk menciptakan hubungan dan mengubah persepsi diri.

Diri sebagai Ilusi

Perspektif ini menyamakan diri dengan citra kaleidoskopik, yang selalu berubah tetapi dibentuk oleh elemen fundamental yang sama. Di sini, diri bukanlah juru mudi yang tetap tetapi mekanisme yang fleksibel, baling-baling angin yang menjelaskan tindakan. Pandangan ini sangat populer di kalangan ilmuwan otak, yang menyatakan bahwa diri adalah ilusi yang diciptakan oleh otak.

Kesimpulan

Konsep diri kita mengintegrasikan semua aspek ini hingga taraf yang berbeda-beda. Pentingnya setiap aspek berfluktuasi dari waktu ke waktu dan lintas budaya, yang mencerminkan sifat identitas diri yang kompleks dan dinamis. Memahami aspek-aspek ini menawarkan pandangan yang lebih kaya dan lebih bernuansa tentang apa artinya menjadi entitas yang sadar diri.

***

Solo, Kamis, 8 Agustus 2024. 7:16 am

Suko Waspodo

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun