Oleh: Sukmono Rihawanto (no.135)
Setelah beberapa tahun berpindah-pindah rumah dari satu kontrakan ke kontrakan lain. Kini, Sukrie telah menempati rumah baru. Bersama isteri dan seorang anak, ia merasa bahagia menghuni rumah barunya sendiri yang dibangun jauh dari keramaian kota.
Berdiri tidak jauh dari hamparan perkebunan teh yang cukup luas rumah Sukrie tampak asri dengan halamannya yang indah. Rumah-rumah penduduk di sekitarnya juga sangat megah dan menawan dipandang. Dan Sukriepun begitu mudah cepat bergaul dengan tetangga-tetangganya.
Seiring dengan perjalanan waktu. Baru sekitar tiga bulan Sukrie menempati rumah baru, ia telah mengalami keanehan di dalam kehidupannya. Uang yang ada di dompet sakunya hilang beberapa lembar ratusan ribu.
“Bu, uang di dompetku kok nggak ada!”kata Sukrie kepada isterinya ketika ia hendak bersiap-siap berangkat ke tempat kerja.
”Áh masa, Ayah lupa naruh kali,” sahut isterinya agak sedikit keheranan.
“Ini pasti ada yang mengambil,” gumam Sukrie sambil membolak-balik isi dompetnya.
“Bukan ibu lho, yah. Yang jelas ibu nggak ngambil,” jawab isterinya sambil mengangkat dua jemari tangannya bersumpah.
Sukrie tak habis pikir dengan kejadian yang dialaminya. Ia dihantui pikiran-pikiran nyeleneh alias tidak logis memikirkan kemana uangnya itu raib. Namun demikian, usaha pencarian hanya membuahkan hasil sia-sia, karena ternyata kehilangan uang di dalam rumah telah terjadi berulang-ulang.
Teman-teman di kantorpun tak luput dari ajang curhat kekesalan hatinya. Hingga pada suatu hari, Sukrie mendapatkan ide untuk bertanya kepada seorang paranormal bagaimana caranya agar si pencuri uang tersebut dapat ditangkap.
“Bu, ayah mau ke sungai sebentar,” kata Sukrie berpamitan kepada isterinya.
“Ayah pergi ke sungai memang mau apa?” Tanya isterinya.
“Mau cari kepiting kecil,” jawab Sukrie sambil meninggalkan isterinya bergegas pergi ke sungai yang memang terletak agak dekat dengan rumahnya.
Tak seberapa lama Sukriepun telah kembali ke rumah. Sambil membawa plastic berisikan kepiting kecil-kecil, ia segera pergi ke dapur mengambil baskom besar. Kepiting kecil-kecil itu kemudian dimasukkan ke dalam baskom besar tersebut setelah sebelumnya diisi air terlebih dahulu.
“Ayah, untuk apa kepiting-kepiting itu dimasukkan ke dalam baskom?” Tanya isterinya terkejut melihat tingkah-polah Sukrie.
“Sudahlah..! kita lihat saja nanti malam,” kata Sukrie meyakinkan.
Menjelang tengah malam tiba. Sukrie bersiap-siap melaksanakan aksinya. Baskom berisikan kepiting-kepiting kecil itu diletakkan di dekat pintu rumah sebelah ruang tamu, sambil diterangi nyala lilin di tengah baskom tersebut. Sedangkan ia bersama isterinya bersembunyi di balik kamar menanti detik-detik menegangkan.
[caption id="attachment_150381" align="aligncenter" width="300" caption="Tanah Kosong (doc.pribadi)"][/caption]
Setelah beberapa jam menunggu, Sukrie mendengar kecipak-kecipak air seperti ada anak kecil sedang bermain-main. Sambil mengendap-endap keluar dari pintu kamar, Sukrie mengintip sambil berkata kepada isterinya,
“Ibu, lihat itu di dekat baskom!” bisik Sukrie kepada isterinya.
“Itu tuyul, Pak. Tuyul…Tuyul…Tuyul!!” jawab isterinya kaget setengah tidak percaya.
“Ssssttttt….jangan keras-keras,” sahut Sukrie.
Di antara percaya dan tidak atas apa yang dilihatnya, Sukriepun memberanikan diri mendekati anak kecil gundul pelontos menyerupai tuyul.
“Huupppsss. Kena kamu!” kata Sukrie sambil menangkap anak kecil gundul pelontos tersebut segenggaman tangannya.
Anak kecil gundul pelontos itu meronta-ronta minta dilepaskan. Tetapi Sukrie begitu kuat mencengkeramnya.
“Kamu pasti yang seringkali mengambil uang di dompetku!” kata Sukrie gemes.
Tak ada jawaban. Anak kecil gundul pelontos itu hanya cengar-cengir saja. Sukrie justru bingung mau diapakan si pencuri uangnya tersebut.
“Sekarang mana uang itu. Kalau tidak kau kembalikan maka akan aku cekik!” kata Sukrie memelototkan matanya.
Tak ada jawabab. Lagi-lagi terdiam. Sukrie semakin marah dan bersiap-siap mau mengumumkan kepada seluruh warga kampong sambil membuka pintu keluar rumah. Hingga di tengah perjalanan terdengar suara lirih,
“Mau dibawa kemana? Saya mencuri uang karena tempat tinggal saya diobrak-abrik!” jawab anak kecil gundul pelontos memelas.
Sukrie tersentak sadar. Ia tak menyangka bahwa tempat tinggal yang ia huni sekarang ini ternyata telah mengusik makhluk lelembut penghuni tanah kosong yang kini didirikan rumah barunya. Ia memohon maaf sambil melepaskan anak kecil gundul pelontos berlari-lari menjauh.
NB : Untuk membaca karya peserta lain silahkan menuju akun CINTA FIKSI
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H