[caption caption="ilustrasi: Karya Greythama Tornado pada Cerpen: Sepasang Kekasih Di Bawah Reruntuhan"][/caption]Semuanya kacau. Kami tertangkap basah.
Aku sudah memberitahunya. Berulang kali. Demi Tuhan. Tapi Hanta tetap ngeyel dan berjalan terburu-buru, menciptakan masalah yang sungguh besar bagi kami berdua.
“Kamu akan membangunkan seseorang kalau berisik begini,” kataku memperingatkannya.
Langkah tap-tap-tap-nya di lantai kayu menggema ke seantero rumah, tanpa bisa dicegah. Semua orang bisa mendengarnya, kukira.
“Itu wajar,” dia berkata sambil terus berjalan di depanku. “Sekarang ‘kan sudah jam enam pagi. Tidak aneh kalau orang-orang mulai bangun.”
“Jangan bercanda, babi,” aku memakinya dengan suara rendah. “Kalau kita tertangkap, kita akan mati.”
“Enggak akan ada yang mati,” ujarnya santai. “Semua yang kita butuhkan sudah ada.”
“Semua?”
“Segala yang dibutuhkan maling. Kecuali—”
“Kecuali apa?”
Hanta seketika berhenti dan memandangku tajam—tentu saja itu hanya perasaanku saja, karena pada saat itu seluruh ruangan begitu gelap, hampir-hampir seperti isi pensil. Lalu dia memegang tanganku. Tapi belum sempat mengatakan apapun, lampu di kamar Rosie tiba-tiba menyala dan terdengar suara orang bangkit dari ranjang di kamar lainnya.