Mohon tunggu...
Sukma Indrakusumah
Sukma Indrakusumah Mohon Tunggu... Lainnya - UNIBA Serang

MM Pasca Sarjana

Selanjutnya

Tutup

Money

Sistem Manajemen Keselamatan pada Industri Hulu Migas

5 Desember 2021   09:22 Diperbarui: 5 Desember 2021   09:35 929
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Minyak dan gas bumi (migas) adalah energi yang tidak terbarukan dan masih menduduki posisi yang sangat penting di Negara Indonesia. Selain sebagai penopang ketahanan energi nasional sektor hulu migas masih menjadi sumber Penerimaan Negara Bukan Pajak yang tertinggi. Total realisasi penerimaan migas tahun 2018 adalah Rp 142,79 Trilyun, tahun 2019 adalah Rp 121,09 Trilyun dan tahun 2020 adalah Rp 53,29 Trilyun (BPS, 2021). 

Pemerintah RI pada tahun 2030 menargetkan lifting produksi hulu migas mencapai produksi 1 juta barel minyak per hari (bopd) dan 12 miliar standar kaki kubik gas per hari (Bscfd). Capaian produksi tahun 2020 untuk minyak 705 bopd dan gas 5,5 Bscfd (SKK Migas, 2021). Untuk mengejar target lifting pada tahun 2030 tersebut, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Migas (SKK Migas) sebagai kepanjangan tangan pemerintah bersama Perusahaan-Perusahaan Migas atau Kontraktor Kontrak Kerja Sama selain harus mempertahankan produksinya yang telah dicapai saat ini juga harus berupaya untuk terus mencari inovasi lanjutan agar dapat meningkatkan realisasi produksi pada tahun-tahun ke depan.

Dalam usaha untuk menjaga sektor hulu migas sebagai revenue generator bagi negara melalui inovasi-inovasi yang dikembangkan, Perusahaan Migas sebagai operator haruslah tetap memperhatikan dan menjaga setiap prosesnya agar selalu dilakukan secara aman baik bagi keselamatan para pekerja, bagi lingkungan sekitar serta dan bagi aset perusahaan dikarenakan industri migas ini memiliki risiko tinggi dalam pengelolaannya. Perusahaan migas harus selalu menerapkan peraturan dan tata kelola aspek Health Safety Environment (HSE) secara ketat dalam kegiatan mereka baik dari awal dimulainya kegiatan eksplorasi sampai tahapan produksi. Peraturan dan tata kelola ini harus selalu disesuaikan dengan kondisi terkini dari masing-masing fasilitas yang dimilikinya.

 Terjadinya kecelakaan besar (Major Accident Hazard) pada industri migas seperti yang terjadi pada Rig Deepwater Horizon pengeboran di Teluk Meksiko pada 10 April 2010 yang menyebabkan tumpahnya sedikitnya 5 juta barel minyak, peristiwa ledakan di Kilang Punto Amuay di Venezuela pada 25 Agustus 2012 yang menyebabkan 50 orang kehilangan nyawa  dan kejadian ledakan tangki timbun di Kilang Balongan RU VI di Indramayu pada tanggal 29 Maret 2021 yang telah menewaskan 3 orang (https://regional.kompas.com, 2021) dan kerugian hilangnya sedikitnya 800 ribu barel bahan bakar minyak akibat terbakarnya tangki timbun (https://www.dunia-energi.com, 2021) menunjukan akan sangat pentingnya pengelolaan risiko tinggi yang ada pada perusahaan migas. 

Pada skala risiko kejadian kecelakaan yang lebih rendah, Healthy People 2010 objectives dari Departemen Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan AS memiliki data terkait cedera dan penyakit akibat kerja yaitu pada setiap 5 detik seorang pekerja terluka, setiap 10 detik seorang pekerja dinonaktifkan sementara atau permanen, setiap hari rata-rata 137 orang meninggal karena penyakit terkait pekerjaan dan 17 lainnya meninggal karena cedera di tempat kerja saat bekerja. Pada tahun 1996, diperkirakan 11.000 pekerja dinonaktifkan setiap hari karena cedera terkait pekerjaan. Pada tahun yang sama, Dewan Keselamatan Nasional memperkirakan adanya cedera di tempat kerja sehingga merugikan perekonimian masyarakat sebanyak $ 121 miliar termasuk hilangnya gaji, hilangnya produktivitas, biaya administrasi, perawatan dan biaya lainnya. 

Sebuah studi yang diterbitkan pada Juli 1997 melaporkan bahwa pada tahun 1992 beban penyakit dan cedera akibat kerja diperkirakan mencapai $ 171 miliar. The General Organization for Social Insurance (GOSI) menyatakan industri manufaktur termasuk migas bertanggung jawab atas 16% dari total cedera, kematian, dan kecelakaan terkait pekerjaan yang terjadi di antara angkatan kerja Saudi Arabia.

Di Indonesia, berdasarkan data BPJS Ketenagakerjaan kasus kecelakaan kerja di berbagai dunia usaha atau industri terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2019 terjadi 114.000 kasus kecelakaan kerja, sedangkan sampai Oktober 2020 sudah terjadi 177.000 kasus kecelakaan kerja (https://www.liputan6.com, 2021).

Khusus di sektor hulu migas data terkait frekuensi kejadian kecelakaan kerja pada kegiatan usaha hulu migas seperti terlihat pada tabel Frekuensi kejadian kecelakaan kerja sektor Usaha Hulu Migas Tahun 2016 - 2020.

Sebagai upaya untuk mengatasi hal tersebut, Operational Excellence telah diterapkan oleh beberapa perusahaan-perusahaan migas besar untuk menurunkan dampak dari meningkatnya risiko kecelakaan di industri. Statistik dari Ernst & Young menunjukan bahwa 77% dari perusahaan yang diteliti menjalankan Operational Excellence. Perusahaan-perusahaan itu berusaha untuk menorehkan catatan HSE yang luar biasa dengan cara memilih untuk menerapkan Management System yang baik. Hal ini tidak hanya untuk memastikan kepatuhan terhadap peraturan yang ketat, tetapi juga untuk tujuan mengembangkan praktik terbaik mereka sendiri sebagai sarana untuk meningkatkan dan mengelola secara proaktif kinerja mereka dengan metode sistematik dan diterapkan dengan ketat dan disiplin. Mereka meyakini Management System adalah tentang bagaimana memberdayakan semua pekerja, manajemen, supervisor, karyawan dan bahkan kontraktor untuk membuat keputusan dan mengambil tindakan yang diperlukan dalam membuat praktik terbaik dalam aspek keselamatan dan kesehatan kerja benar-benar berhasil. 

Sistem Manajemen Keselamatan adalah sistem yang secara khusus digunakan dalam mengelola dan mengendalikan keselamatan yang didalamnya terdapat 3 persfektif yakni sistem, manajemen dan keselamatan.

Pengertian dasar dari sistem adalah adanya input yang kemudian diproses sehingga menghasilkan output. Input Sistem Manajemen Keselamatan dapat berupa informasi atau dokumentasi (rencana, desain, perhitungan, penilaian dll) atau bisa juga berupa material yang mempunyai energy. Sedangkan output dalam Sistem Manajemen Keselamatan adalah tidak dilampauinya ambang batas yang ditentukan berdasarkan kriteria keselamatan . Manajemen diartikan sebagai prinsip yang berkaitan dengan perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan dan kontrol. Sedangkan pengertian keselamatan (safety) selalu dikaitkan dengan keberadaan bahaya dan risiko. Secara sederhana, risiko didefinisikan sebagai fungsi dari kemungkinan terjadinya suatu peristiwa yang merugikan dan tingkat konsekuensi dari peristiwa tersebut. Ketika tingkat risiko rendah, tingkat keselamatan dianggap tinggi dan sebaliknya.

Sistem Manajemen Keselamatan (SMK) adalah sistem yang digunakan untuk mengidentifikasi dan mengendalikan faktor-faktor penyebab kecelakaan. Dengan SMK pihak Manajemen dapat memperoleh informasi tentang bagaimana potensi kerugian dapat terjadi sehingga dapat dilakukan pendekatan, merancang kerangka kerja dan metodologi untuk mencegah kerugian tersebut.

Konsep Safety pada organisasi

Penelitian tentang upaya peningkatan keselamatan dibagi dalam 3 fase. Fase pertama keselamatan dilihat sebagai masalah perkembangan teknologi dan upaya perbaikannya dengan cara mengembangkan mesin dan peralatan yang lebih aman. Fase kedua ditandai dengan peningkatan fokus pada peningkatan keselamatan melalui rekrutmen strategis, peningkatan keterampilan karyawan dan upaya untuk meningkatkan motivasi karyawan dan kualitas pekerjaan individu. Fase ketiga dimulai sekitar tahun 1980 dengan peningkatan fokus terutama peran sistem manajemen suatu organisasi untuk keselamatan. Mengutip dari Haukelid 1999, Filosofi manajemen keselamatan sebagian besar didasarkan pada teori manajemen Amerika yang mengatakan bahwa kecelakaan terutama disebabkan oleh human error, oleh karenanya, organisasi yang menginginkan tindakan pencegahan keselamatan harus diterapkan sistem manajemen yang menentapkan tujuan, mendistribusikan tanggung jawab, merencanakan, mengatur dan mengendalikan aspek operasinya. Dengan kata lain, secara prinsip tidak ada perbedaan besar di dalam organisasi dalam pengelolaan antara aspek keselamatan dan aspek lain.

Istilah safety culture muncul pertama kali pada laporan Badan Nuklir INSAG setelah terjadinya kecelakaan Instalasi Nuklir Chernobyl 1986. Otoritas Energi Atom Internasional (IAEA, 1991) mendefinisikan budaya keselamatan sebagai, ``perkumpulan karakteristik dan sikap dalam organisasi dan individu yang menetapkan itu, sebagai prioritas, masalah keselamatan pembangkit nuklir mendapat perhatian yang dijamin oleh signifikansinya''.

Budaya keselamatan membahas aspek organisasi yang berbeda seperti nilai, sikap, persepsi, kompetensi, dan pola perilaku yang terkait dengan keselamatan pada tingkat organisasi yang berbeda.

Sistem Manajemen Keselamatan melibatkan fokus yang kuat pada perencanaan, pengambilan keputusan dan mengambil tindakan pencegahan yang diperlukan untuk mencegah insiden yang dapat mengakibatkan cedera atau kerugian harta benda. Secara singkatnya perusahaan-perusahaan itu menginginkan tidak terjadinya insiden dan tidak ingin ada siapapun terluka ketika sedang bekerja dan mereka meyakini bahwa kecelakaan itu dapat dicegah dengan cara mengelola (risk management) risiko-risiko operasional. Risiko-risiko operasional ini dapat dihasilkan oleh bahaya kerja yang sifatnya lebih 'tradisional' (terkait Keselamatan Kerja) atau dihasilkan oleh bahaya yang berpotensi menyebabkan kerugian besar (terkait Keselamatan Proses/Major Accident Hazards atau Bahaya Kecelakaan Besar), sebagaimana diilustrasikan dalam gambar.

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
Keselamatan Proses tidak hanya sebagai bahaya-bahaya yang ada di area proses (meskipun banyak bahaya-bahaya di area proses dapat dimasukkan ke dalam kategori Keselamatan Proses). Keselamatan Proses berkaitan dengan semua bahaya yang bila berkembang menjadi kejadian akan dapat mengakibatkan dampak besar terhadap orang, lingkungan, aset, produksi, hukum, dan/atau reputasi. Oleh karena itu, beberapa risiko Keselamatan Proses juga akan termasuk sebagai bagian dari Enterprise Risk.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun