Mohon tunggu...
A. Sukma Asar
A. Sukma Asar Mohon Tunggu... Penulis - Telah menulis beberapa cerpen dan buku fiksi.

Seorang ibu rumah tangga yang menyukai dunia literasi. Hobi ini terus ia cintai sampai sekarang. Beberapa cerpen telah tayang di media Fajar dan telah menelurkan buku fiksi dan cerita anak.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kembali Bernostalgia

30 September 2024   08:26 Diperbarui: 30 September 2024   16:57 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kembali Bernostalgia

Ada yang menarik setelah seminggu aku nongkrong di taman ini. Aku sedang melihat sepi.

Area yang luas dan teduh membuat tempat ini sangat nyaman dan selalu ramai pengunjung. Namun sayang, ada gedung di sana yang sepi. Tempatku dahulu sering datang bersama teman-teman sekadar berdiskusi pelajaran sambil menikmati jajanan kaki lima.

Ya, gedung itu adalah perpustakaan kota. Dulu sepulang sekolah sampai sore hari aku dan beberapa orang teman datang ke gedung perpustakaan itu tidak lain karena kami sedang gila-gilanya membaca buku. Buku apa saja kami lahap. Setelah itu kami menikmati jajanan kaki lima sambil berdiskusi tentang banyak hal. Menariknya lagi, pihak pengelolah perpustakaan tidak jarang mengadakan diskusi literasi bagi para siswa dan mahasiswa di perpustakaan itu.

Dari perpustakaan itu aku banyak mengenal biografi para tokoh tanah air, pahlawan nasional dan legenda suatu daerah di Indonesia. Dan yang tak kalah pentingnya adalah aku selalu menemukan solusi berupa referensi jika ada tugas sekolah yang harus diselesaikan.

Aku sedang libur kuliah sekarang. Duduk di sini seolah-olah kenangan beberapa tahun yang lalu begitu jelas berkelindan di kepalaku.

Di sana, masih terbayang saat-saat di mana dahulu aku datang di gedung itu lalu menemui Pak Kasim, seorang pria paruh baya yang murah senyum, selalu menyambut aku di pintu perpustakaan lalu menanyakan buku yang aku cari.

Pak Kasim sangat ramah kepadaku, juga kepada pengunjung yang lain. Dengan senyum dia selalu menawarkan bantuannya ketika ada pengunjung yang terlihat kesulitan mencari buku yang mereka cari. Kadang-kadang aku dan Pak Kasim berjanji bertemu di taman ini di hari Ahad. Dan ketika kami bertemu kami berdiskusi tentang banyak hal, tentang isi sebuah buku dan pada akhirnya dia mulai mengeluh bahwa semakin hari minat baca masyarakat terutama di kalangan anak muda semakin menciut.

Pak Kasim pernah bercerita kepadaku bahwa dia pernah mempunyai gagasan untuk menumbuhkan kembali minat baca anak muda dengan mengadakan lomba literasi berupa cerita mini. Ini diperuntukkan bagi anak sekolah SMP dan SMA. Namun selanjutnya hal itu tidak kuketahui lagi dikarenakan sedang sibuk menghadapi ujian sekolah menengah atas.

*

Aku melangkah menuju gedung perpustakaan. Gedung yang masih berdiri kokoh seperti sediakala. Saat kakiku menapaki tangga, suasana lengang segera menyambutku. Di pintu gedung aku berdiri mematung sejenak. Sekilas hanya ada seorang yang ditangkap indera penglihatanku. Itukah pengganti Pak Kasim?

"Selamat sore, Pak."

Pria itu segera bangkit dari duduknya di sisi jendela lalu tersenyum menyambutku. Dia mempersilakan aku masuk dan mungkin tidak menyangka seseorang akan datang sebagai pengunjung di hari ini.

"Silakan, Dik."

Aku mengangguk setelah sempat melihat nma yang melekat di baju dinasnya, Fahri. Dia masih muda. Menurutku dia berusia sekitar tiga puluh tahunan. Lalu aku mulai berjalan mendekati rak buku, sementara Pak Fahri kembali duduk membaca buku.

Aku mengedarkan pandangan di sekitar ruangan. Rak-rak masih terisi penuh berjenis-jenis buku. Masih rapi dan tidak ada kesan bahwa perpustakaan ini mati pengunjung.

"Adik mencari buku apa? Bisa aku bantu?" Pak Fahri tahu-tahu sudah berdiri di sampingku.

"Oh! Hanya cari buku-buku yang menarik aja, Pak," kataku santai.

"Oh! Kalau begitu silakan. Semoga dapat, ya, Dik."

Pak Fahri masih berdiri di sisi rak dengan buku masih di tangannya. Sekilas aku melihatnya sedang memikirkan sesuatu, atau mungkin saja dia ingin mengungkapkan sesuatu kepadaku. Terlihat jelas gestur tubuhnya.

"Sudah lama perpustakaan ini sepi pengunjung, Dik."

Tanganku masih kelayapan di antara deretan buku-buku di rak. "Oh, ya, Pak?" Tentu saja aku paham ke mana arah pembicaraannya.

"Malah sebelum pandemi," katanya lagi.

Aku menoleh kepadanya dengan kening sedikit kukerutkan.

Pak Fahri mengangguk. Dia mengira aku tidak percaya. Sangat percaya. Toko buku saja kini sudah mulai sunyi, bahkan ada yang gulung tikar. Penyebabnya karena digitalisasi. Pembaca merasa lebih praktis menemukan bacaan kesukaannya atau mencari referensi daring ketimbang harus bersusah payah menembus panas terik ke toko buku. Ada media on line menyediakan bacaan yang beragam. Apa pun yang dibutuhkan dengan mudah ditemukan di ujung jari saja. Membeli buku pun seperti itu. Di berbagai market place, buku apa pun akan tersedia di sana. Lalu alasan apa lagi orang-orang datang ke perpustakaan?

"Sudah dapat bukunya, Dik?" tanya Pak Fahri setelah aku dari rak sebelah. Ternyata dia masih berdiri di tempat semula.

Aku mengangguk sambil memperlihatkan sebuah buku tebal di tanganku. Aku mengambilnya tadi secara acak di rak non fiksi. Padahal sebenarnya tujuanku ke sini memang tidak ingin mencari buku apa pun.

"Dulu Pak Kasim ingin menggiatkan perpustakaan ini dengan mengadakan lomba literasi."

"Ya, sayang sekali gagasan itu tidak dilanjutkan."

Aku memandang Pak Fahri dengan tatapan tidak mengerti.

"Pak Kasim keburu pergi. Padahal gagasannya itu bagus sekali. Dia juga mengagendakan setiap akhir pekan diadakan bincang literasi dengan menghadirkan penulis-penulis lokal yang berprestasi di tingkat nasional. Semuanya itu untuk menggugah minat baca generasi muda."

"Apakah Bapak akan melanjutkan gagasan Pak Kasim?"

Pak Fahri menyeberangkan pandangannya keluar jendela. Ia mempersilakan aku duduk di hadapannya.

"Aku bisa bantu, Pak."

Ia memandangku dan sedikit terkejut. "Yakin?" Bola matanya membulat.

"Harus yakin dong, Pak."

"Dengan apa Adik akan melakukan itu?"

Aku segera mengatakan sesuatu kepada Pak Fahri dengan suara rendah.

Pak Fahri terlihat senang. Wajahnya semringah. "Baik, kita laksanakan gagasan Adik seminggu kemudian. Aku akan menyebarkan info lomba di akun instagram. Aku yakin akan banyak peminatnya."

Seminggu kemudian.

Para anak muda sudah berdatangan dan memenuhi ruang perpustakaan. Mereka akan mengikuti lomba menulis cerita mini. Namun sebelum lomba dilaksanakan, para peserta diwaiibkan mencari buku-buku kesukaan mereka sebagai referensi. Mereka diberi waktu beberapa jam untuk membaca buku yang mereka pilih. Setelah itu peserta bisa menulis dan bebas menuangkan karyanya baik fiksi maupun non fiksi.

Aku tersenyum melihat antusias peserta. Mereka tersebar di beberapa titik di taman untuk menuangkan ide mereka.

Dari sinilah aku yakin bahwa lilin literasi anak muda tidak redup. Hanya mereka akan terus disemangati dan diberi ruang untuk bereksplorasi.

Dari puluhan peserta, nantinya akan terjaring sepuluh orang sebagai penulis terbaik. Dan itu akan diapresiasi dengan hadiah. Bukankah hadiah sebagai penggugah?

"Kita akan umumkan pemenangnya seminggu lagi secara off line, Pak."

"Mengapa bukan on line saja?"

Aku tertawa. "Di instagran Bapak hanya diumumkan saja bahwa pengumuman pemenang akan dilaksanakan secara off line di perpustakaan kota. Nah, bukankah dengan begitu mereka akan datang, Pak? Kita akan seru-seruan lagi di sini. Dan peluang perpustakaan akan ramai lagi. Setuju, Pak?"

Pak Fahri segera mengangguk membenarkan. "Setelah pengumuman, lomba ini akan kita gelar lagi. Meskipun hadiahnya tidak besar, tetapi sangat efektif menarik para anak muda agar berkunjung di perpustakaan ini. Kita pelan-pelan saja. Terima kasih, Dik."

"Sultan, Pak."

Pak Fahri menjabat erat tanganku.

***

Makassar, 29 September 2024

Bio data

Nama A. Sukma Asar. Sehari-hari hobinya meramu kalimat demi kalimat sehingga menjadi cerita. Mottonya, menulis dan belajar itu tidak memandang usia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun