"Aku bisa bantu, Pak."
Ia memandangku dan sedikit terkejut. "Yakin?" Bola matanya membulat.
"Harus yakin dong, Pak."
"Dengan apa Adik akan melakukan itu?"
Aku segera mengatakan sesuatu kepada Pak Fahri dengan suara rendah.
Pak Fahri terlihat senang. Wajahnya semringah. "Baik, kita laksanakan gagasan Adik seminggu kemudian. Aku akan menyebarkan info lomba di akun instagram. Aku yakin akan banyak peminatnya."
Seminggu kemudian.
Para anak muda sudah berdatangan dan memenuhi ruang perpustakaan. Mereka akan mengikuti lomba menulis cerita mini. Namun sebelum lomba dilaksanakan, para peserta diwaiibkan mencari buku-buku kesukaan mereka sebagai referensi. Mereka diberi waktu beberapa jam untuk membaca buku yang mereka pilih. Setelah itu peserta bisa menulis dan bebas menuangkan karyanya baik fiksi maupun non fiksi.
Aku tersenyum melihat antusias peserta. Mereka tersebar di beberapa titik di taman untuk menuangkan ide mereka.
Dari sinilah aku yakin bahwa lilin literasi anak muda tidak redup. Hanya mereka akan terus disemangati dan diberi ruang untuk bereksplorasi.
Dari puluhan peserta, nantinya akan terjaring sepuluh orang sebagai penulis terbaik. Dan itu akan diapresiasi dengan hadiah. Bukankah hadiah sebagai penggugah?