Pada hakikatnya bahwa fondasi hukum hukum haruslah ber asaskan atas Kepentingan Umum yang Merupakan asas lebih mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara aspiratif, akomodatif, dan selektif. Recopon pernah berkata basis hukum haruslah memndahulukan kepentingan publik atau kepentingan sosial sebagai kepentingan yang fundamental dalam bangunan hukum,
Sehingga hukum merupakan suatu bentuk upaya negara dalam melindungi kepentingan masyarakat, Mengapa kepentingan ini perlu di lindungi, di karenakan ketika kepentingan itu terwujudkan maka terciptalah harmonisasi dan kesejahteraan Dan kesejahteraan itu adalah doktrin dari mazhab utilitarianisme sebagaimana yang di sampaikan dari jermy bentham.
Selanjutnya jika kita mengamati secara komprehensif terhadap adanya judicial riview oleh mahkamah konstitusi sebagaimana yang termaktub pada putusan Nomor 10/PUU-X/2012 dalam pertimbangannya bahwa hakim MK menegaskan bahwa pengelolahan dan ekspolitasi sumberdaya alam mineral dan batu bara adalah hal yang sangat berdampak langsung terhadap daerah yang menjadi wilayah usaha pertambangan, baik itu dampak lingkungan yang berpengaruh terhadap kualitas  sumber daya alam maupun dampak terahdap ekonomi dalam rangka kesejahteraan masyarakat di daerah.
Artinya bahwa urusan pemerintah di bidang pertambangan dan mineral dan batu bara juga mengikut sertakan peran pemerintah daerah, pun demikian Dewan Juri yang Terhormat bahwa dalam hal ini tidak hanya masalah perizinan yang di hilangkan terhadap daerah
Namun juga bentuk pengawasan juga di alihkan terhadap kewenangan menteri hal ini sebagaimana di hapusnya pasal 37 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Pertambangan Mineral Dan Batubara. Disamping itu juga bahwa tidak adanya ruang pendelegasian kewenangan terhadap pengawasan, seperti pemberian  perizinan yang di keluarkan oleh pemerintah daerah. Hal ini memberian beban yang terlalu besar yang akan di tanggung oleh pemerintah pusat
Disamping itu hadirnya sentralisasi ini tentu memberikan angin segara bagi para pelaku usaha atau para inverstor, dikarenakan adanya aturan mengenai perizinan mengenai pertambang dan minerba menjadi lebih fleksibel. Namun di sisi lain Rakyat di daerah pertambanganlah yang akan menjadi korban  dan menanggung  kerugian seperti buruknya kulatias tanah, air, udara yang disebabka limbah yang tidak di kelola dengan baik, sehingga banyak warga yang terjangkit pernyakit.
Disamping rusaknya penunjang falitas serperti jalan raya, banyaknya lobang di jalan raya, banyaknya lobang akibat bekas pertambangan yang memakan korban jiwa sampai pada benca alam sperti pergeseran tanah ,longsor hingga banjir.
Kebijakan yang di terapkan pemerintah dalam memudahkan pelaku usaha maupun investor adalah momok yang menakutkan karena kebijakan ini dapat menyebabkan semakin banyaknya terjadi kerusakan lingkungan yang dilakukan akibat aktivitas pertambangan yang di lakukan
Pun demikian kita ketahui bahwa pemerintah daerah tetap di berikan sekian persen dari hasil pertambangan, namun hal ini tidak sebanding atau sepadannya resiko yang di alami oleh pemertintah daerah baik lingkungan sosial maupun lingkungan ekonomi yang akan di alami pasca Tambang
Karena dalam hal ini tidak ada jaminan bahwa perusahaan sebagai pelaku usaha akan menata kembali kondisi alam kembali seperti semual, sehingga atas hal tersebut kita berharap kepada pemerintah dan dpr sebagai penjelmaan seluruh rakyat untuk meninjau dan menimbang kembali kebijakan sentralisasi ini sebab selain dari banyaknya penolakan dari masyarakat maupun para intelektual.
Karena dampak yang ditimbulkan atas kebijakan ini akan merugikan negara secara luas dan masif, demi menjaga ekosistem flora dan fauna maka kebijakan sentralisasi ini tidak patut untuk di pertahankan dan dijalankan dimana resonansi value dari regulasi yang di hadirkan tidak sejalan dengan prinsip hukum dan tidak menjadikan representasi dari mandat konstitusi sebagaimana alenia ke empat pembukaan undang undang dasar dan juga pada pasal 18 ayat 2 dan pasal 33 ayat 3 Â UUD tahun 1945