Mausoleum sendiri terletak di lahan yang cukup luas, di sekitarnya penuh dengan deretan makam, entah apakah itu masih termasuk makam kerabat dekat atau bukan? Masih menjadi misteri.
Satu hal OG Khouw merupakan seorang konglomerat sekaligus dermawan yang terkenal di masanya. Lahir pada tahun 1874 di Batavia dan meninggal pada tahun 1927 dalam usia 53 di Swiss, seperti tertulis pada batu nisannya.Â
Dimana kala itu mereka tinggal di Belanda, lalu sang istri Lim Sha Nio meminta Mausoleum megah ini untuk dibangun melalui biro arsitek bernama Il Marmir Italiana dengan Bernama Giuseppe Racina, pembangunannya memerlukan waktu sekitar 4 tahun atau selesai dibangun sekitar tahun 1931. Â
Dari kisahnya saat pemakaman OG Khouw tahun 1927, ribuan orang memberikan penghormatan terakhir di sepanjang jalan baik dari warga Tionghoa, Belanda atau warga sekitar.
Selanjutnya kami diajak Mba Ira Lathief menjelajah masuk ke dalam makam OG Khouw dan istrinya dengan menurunin tangga Mausoleum menuju bagian bawah makam.Â
Disana tampak ruangan kecil yang melingkar berdinding marmer juga ada kursi terbuat dari marmer, dan disalah satu dindingnya  terukir  wajah OG Khouw bersama istrinya Lim Sha Nio yang meninggal pada 1957 dan dimakamkan di tempat yang sudah dia persiapkan untuk menemani abu jenazah sang suami menuju keabadian cinta.
Cinta abadi cinta yang tidak pernah berakhir. Ketika dua orang saling mencintai selamanya, maka tidak ada di dunia ini yang bisa menghentikan mereka hingga menuju keabadian.Â
Senang rasanya bisa menjelajah ketempat ini bersama Wisata Kreatif Jakarta dengan tour guidenya mba Ira Lathief, dan ini pun baru pertama kali untuk saya datang ke tempat ini, menambah pengetahuan pastinya, selain ikut berbangga karena setelah sekian lama, akhirnya Monumen Keabadian Cinta Mausoleum OG Khouw, resmi menjadi Bangunan Cagar Budaya Jakarta pada Jumat, 11 Oktober 2024.
Dan diakhir petualangan, kami menikmati roti buaya. Kenapa harus roti buaya? Karena dalam tradisi Betawi melambangkan kesetiaan. Roti buaya biasanya dihadirkan dalam upacara pernikahan adat Betawi sebagai simbol dari sifat buaya, yang diyakini hanya memiliki satu pasangan seumur hidup.