Mohon tunggu...
Sukmawati
Sukmawati Mohon Tunggu... Jurnalis - Bukan siapa-siapa

Suka melancong

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Keabadian Cinta Mausoleum OG Khouw, Jadi Cagar Budaya Jakarta

13 Oktober 2024   20:41 Diperbarui: 13 Oktober 2024   20:51 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jujurly, saya termasuk orang yang senang mendengar kata cinta. Karena cinta memiliki kekuatan tersendiri, dan setiap kali mendengarnya  ada rasa hangat yang mengalir, seolah membawa harapan dan kebahagiaan.

Cinta, dalam segala bentuknya, bukan hanya tentang perasaan romantis, tetapi juga kasih sayang, perhatian, dan kedekatan yang bisa menghubungkan kita dengan orang-orang terkasih. 

Dan begitu mendengar ada Monumen keabadian cinta Mausoleum OG (Oen Giok) Khouw, bahkan konon termegah di Asia Tenggara, penasaran dong saya, seperti apa iya?

Saya pun sempat berpikir apakah Mausoleum itu sama dengan Museum? Ternyata tidak, rasanya tak perlu malu mengakui ketidaktahuan kita atas sesuatu hal, bukan begitu? Dan rupanya beberapa teman juga ada yang belum tahu. Lalu apa itu Mausoleum?

"Mausoleum merupakan bangunan berdiri bebas eksternal yang dibangun sebagai monumen yang melampirkan ruang interasi atau ruang pemakaman orang atau mendiang. Sebuah Monumen tanpa peringatan adalah cenotaph. Sebuah mausoleum dapat dianggap sebagai sejenis makam, atau makam yang dapat dianggap berada di dalam mausoleum." Wikipedia. Atau pengertian pendeknya disebut sebagai pelindung makam.

Mendengar kata "makam" saya sebenarnya agak parno atau sedikit ada rasa takut. Entahlah, satu hal itu mengingatkan saya tentang kehilangan orang-orang yang saya cintai.

Namun pada Sabtu, 12 Oktober 2024, rasa takut tersebut sepertinya sirna. Manakala di hari ini saya berkesempatan tour ke TPU Petamburan Tanah Abang Jakarta pusat, bareng pemenang Give Away yang diadakan mba Ira Latief sebagai bentuk rasa syukur beliau 16 tahun kiprahnya sebagai tour guide Wisata Kreatif Jakarta.

Dari Bogor saya naik KRL, transit di stasiun Manggarai, ramai iya, saya pikir akan sepi penumpang KRL karena bukan hari kerja, dugaan saya salah. Dari Manggarai naik KRL lagi arah tujuan Tanah Abang, namun saya turun di stasiun Karet melihat beberapa alternatif.

Sedikit ada rasa was-was, selain ini pertama kali saya ke turun di stasiun KRL Karet, juga karena begitu saya keluar dari stasiun tersebut, beberapa tukang ojek pangkalan langsung menghadang sesambil bertanya hendak kemana. 

Melihat lokasi disana menurut saya agak semrawut, urung niat saya memesan ojol (ojek online), pernah punya pengalaman di stasiun yang berbeda ojol tidak boleh mendekati stasiun, mengingat kejadian itu, saya putuskan naik ojek pangkalan.

Namun hati saya semakin tak karuan, si tukang ojek langsung tancap gas, pun tanpa helm (pelindung kepala) termasuk saat menghidupkan motor tidak pakai kunci tetapi hanya menyambungkan beberapa kabel saja. 

Saya katakan dengan suara tenang meski hati tak tenang, supaya tidak perlu terburu-buru dan saya tanya mengapa tidak pakai helm? singkat cerita, beliau bilang "petugasnya kenal jadi aman" kembali saya katakan, bukan soal perkara ditilang, tetapi helm juga berfungsi melindungi kepala. Untungnya setiap ucapan saya ditanggapi dengan baik, dan puji Tuhan saya tiba di tempat tujuan dengan selamat.

Saya keduluan di lokasi 2 jam lebih cepat dari waktu yang ditentukan, dan belum terlihat peserta lain yang datang, padahal mungkin lokasi saya lebih jauh. Supaya tidak jenuh, saya mengajak ngobrol penjual kembang disana, bertanya beberapa hal, seperti sudah berapa lama berjualan, apa suka dukanya dan hal lainnya, menarik iya, next mungkin akan menjadi sebuah tulisan.

Selang beberapa menit kemudian Mba Ira tiba bersama Joe, disusul peserta lainnya. Selayaknya dalam satu event, kita saling sapa, memperkenalkan diri, bukankah dengan saling kenal maka akan saling sayang? 

Sekitar pukul 12.30, kami memulai tur dan tidak jauh dari pintu masuk komplek TPU tersebut, sudah terlihat kemegahan Mausoleum OG Khouw dengan pilar-pilar dari marmer, konon didatangkan langsung dari Itali. 

Dokpri WKJ
Dokpri WKJ

Bangunannya pun cukup tinggi, membentuk sebuah bangunan segi delapan karena ada delapan tiang penyangga juga dari marmer, wajar jika hanya untuk membangun Mausoleum tersebut menghabiskan budget milyaran rupiah.

Dokpri Sukma
Dokpri Sukma
Makam ini rupanya khusus untuk  non muslim, di beberapa makam ada kutipan ayat Alkitab diukir di atas batu marmer tersebut. Dan jika diperhatikan mayoritas yang dimakamkan disana berasal dari etnis Tionghoa, meskipun ada juga dari etnis lain. Pantesan saja hari itu saya melihat banyak peziarah dari etnis Tionghoa.

Mba Ira Lathief juga menjelaskan kisah Mausoleum OG Khouw ini adalah lambang keabadian cinta yang paling megah di Asia Tenggara. Seperti di Agra India ada Taj Mahal juga merupakan Mausoleum termasuk paling megah di dunia. Yang membedakan keduanya, jika

 Taj Mahal dibangun oleh Syah Jehan untuk istrinya yang sangat dicintainya, sebaliknya Mausoleum OG Khouw dibangun sang istri untuk suami tercintanya.

Dokpri Sukma
Dokpri Sukma

Mausoleum sendiri terletak di lahan yang cukup luas, di sekitarnya penuh dengan deretan makam, entah apakah itu masih termasuk makam kerabat dekat atau bukan? Masih menjadi misteri.

Satu hal OG Khouw merupakan seorang konglomerat sekaligus dermawan yang terkenal di masanya. Lahir pada tahun 1874 di Batavia dan meninggal pada tahun 1927 dalam usia 53 di Swiss, seperti tertulis pada batu nisannya. 

Dokpri Sukma
Dokpri Sukma
Dimana kala itu mereka tinggal di Belanda, lalu sang istri Lim Sha Nio meminta Mausoleum megah ini untuk dibangun melalui biro arsitek bernama Il Marmir Italiana dengan Bernama Giuseppe Racina, pembangunannya memerlukan waktu sekitar 4 tahun atau selesai dibangun sekitar tahun 1931.  

Dari kisahnya saat pemakaman OG Khouw tahun 1927, ribuan orang memberikan penghormatan terakhir di sepanjang jalan baik dari warga Tionghoa, Belanda atau warga sekitar.

Selanjutnya kami diajak Mba Ira Lathief menjelajah masuk ke dalam makam OG Khouw dan istrinya dengan menurunin tangga Mausoleum menuju bagian bawah makam. 

Dokpri Foto: OG Khouw  
Dokpri Foto: OG Khouw  

Dokpri Foto: Lim Sha Nio 
Dokpri Foto: Lim Sha Nio 

Disana tampak ruangan kecil yang melingkar berdinding marmer juga ada kursi terbuat dari marmer, dan disalah satu dindingnya  terukir  wajah OG Khouw bersama istrinya Lim Sha Nio yang meninggal pada 1957 dan dimakamkan di tempat yang sudah dia persiapkan untuk menemani abu jenazah sang suami menuju keabadian cinta.

Cinta abadi cinta yang tidak pernah berakhir. Ketika dua orang saling mencintai selamanya, maka tidak ada di dunia ini yang bisa menghentikan mereka hingga menuju keabadian. 

Senang rasanya bisa menjelajah ketempat ini bersama Wisata Kreatif Jakarta dengan tour guidenya mba Ira Lathief, dan ini pun baru pertama kali untuk saya datang ke tempat ini, menambah pengetahuan pastinya, selain ikut berbangga karena setelah sekian lama, akhirnya Monumen Keabadian Cinta Mausoleum OG Khouw, resmi menjadi Bangunan Cagar Budaya Jakarta pada Jumat, 11 Oktober 2024.

Dan diakhir petualangan, kami menikmati roti buaya. Kenapa harus roti buaya? Karena dalam tradisi Betawi melambangkan kesetiaan. Roti buaya biasanya dihadirkan dalam upacara pernikahan adat Betawi sebagai simbol dari sifat buaya, yang diyakini hanya memiliki satu pasangan seumur hidup.

Dokpri Sukma 
Dokpri Sukma 

Roti buaya pun menjadi lambang kesetiaan dan komitmen antara pasangan yang menikah.

Yuk kita setia !

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun