Ada beberapa penduduk yang dikenal baik oleh si Bugis. Sewaktu aku masih satu kesatuan Heiho dengannya aku sering ke perkampungan nelayan ini bersamanya.
Setelah kami mendapatkan Si Bugis . Bugis itu mulai mengatur kemana kami harus pergi. Tetapi tiba-tiba kami dikejutkan oleh suara beberapa motor yang meraung menuju tempat itu. Jepang-jepang itu mencari kami. Kami berpencar untuk menyembunyikan diri. Tentara-tentara jepang itu memeriksa di sekitar perahu-perahu nelayan dan memeriksa ke rumah penduduk penduduk. Â Alhamdulilah jepang-jepang itu tidak mengenali kami dengan pakaian yang diberikan oleh penduduk. Kemudian mereka pergi meninggalkan Marapokot.
Akhirnya kami memutuskan untuk pergi ke arah barat. Kami tetap berpencar satu satu dengan tujuan Ruteng. Agar tidak ketahuan tentara  Jepang kadang-kadang berpura-pura menjadi penjual kayu, atau buruh pembawa barang. Bila malam menginap di rumah penduduk.
Setelah sepuluh hari perjalanan kami sampai di Ruteng. Dari Ruteng kami menuju Bima dengan menumpang perahu Nelayan. Di kota Bima kami baru mengetahui bahwa sekutu telah menjatuhkan bom atom di Hiroshima pada tanggal 6 Agustus dan di Nagasaki pada tanggal 9 Agustus 1945.
Setelah menyeberang menyusuri pulau Lombok kemudian menyeberang lagi ke Bali dan sampailah kami di Banyuwangi. Pada saat itu kami mendengarkan kabar pula bahwa Militer Jepang telah menyerah kepada Sekutu pada tanggal 15 Agustus 1945.
Dari Banyuwangi kami berjalan kaki menuju Yogya. Kami tidak memiliki uang lagi karena si Heiho Bugis berpisah di Bima. Kami berenam sering berhenti disepanjang perjalanan kami menuju Yogya sehari dua hari menjadi buruh panggul untuk mendapatkan makanan dan bekal perjalanan.
Tepat tanggal 17 Agustus 1945 kami sampai di kota Jember. Bendera warna merah putih berkibar di mana mana. 'Kita telah merdeka!' kata pemilik warung tempat kami makan.'Jam sepuluh tadi Bung Karno dan Bung Hata telah memproklamirkan kemerdekaan Indonesia.'
'Merdeka!' kami serempak memekik.'Kita telah merdeka.'
Setelah berjalan lagi selama dua minggu sampailah kami di Yogya.
Di Yogya aku bergabung dengan para pemuda untuk ikut mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Maklumat Sri Sultan dan Sri Pakualam tanggal 5 Setember 1945, membuat kami para pemuda semakin bersemangat.
Pada tanggal 21 September 1945 , Ngaisyah dan Umiyah dibantu Rusli dan Supardi berhasil menyusup secara diam-diam ke Gedung Tjokan Kantai yang sekarang Gedung Agung. Ngaisyah berhasil menurunkan bendera hinomaru yang kemudian dirobek-robek oleh Umiyah. Kemudian berkibarlah bendera merah putih di gedung itu dengan gagah. Lalu bergemalah nyanyian lagu Indonesia Raya oleh para pemuda dan masyarakat yang berkumpul di sekitar Gedung Agung. Tentara Jepang di Gedung itu sangat marah. Ngaisyah tertangkap. Lalu terjadilah insiden perlawanan sengit antara tentara Jepang dengan masyarakat yang dibantu oleh Polisi Istimewa dipimpin oleh Oni Sastroadmodjo dan Soendoro.