Mohon tunggu...
Sukir Santoso
Sukir Santoso Mohon Tunggu... Penulis - pensiunan guru yang suka menulis

Peduli pada bidang psikologi, sosiologi, pendidikan, seni, dan budaya. Saya merasa tertarik untuk memahami manusia, bagaimana mereka belajar, serta bagaimana pengalaman budaya dan seni dapat memengaruhi mereka. Saya sangat peduli dengan kesejahteraan sosial dan keadilan, dan mencari cara untuk menerapkan pemahaman tentang psikologi, sosiologi, pendidikan, seni, dan budaya untuk membuat perubahan positif dalam dunia ini.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pejuang Sejati

9 Agustus 2021   11:20 Diperbarui: 9 Agustus 2021   12:53 297
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

PEJUANG SEJATI

Sukir Santoso

Teriakan Jepang itu terdengar lagi. Seorang romusha terkapar di atas tanah galian terkena hantaman popor senapan.

"Bakero!" sebuah tendangan mendarat di tubuh romusha itu ketika ia berusaha merangkak bangkit. Kembali ia terguling dan jatuh merosot ke dalam lubang.

Jepang itu berkacak pingang penuh kemenangan melihat romusa tergeletak pingsan.

Melihat kekejaman seperti ini kami tidak bisa berbuat apa-apa. Bila kami berani menolong berarti mala petaka lain akan terjadi. Bisa-bisa kami hantaman popor atau lecutan cambuk bahkan tusukan bayonet. Kami terus menggali meskipun kondisi perut lapar dan badan letih.

Kondisi para romusha di Mbay sangat menderita. Seragam kami terdiri dari baju dan celana yang tidak layak dipakai untuk manusia. Dari karung goni. Goni kasar yang akan membuat kutu kerasan untuk beranak-pinak. Bila dipakai akan terasa gatal.

Makanan kami begitu pula. Dari rebusan ubi ke rebusan ubi. Hanya tiga hari sekali kami diberi ransum nasi dengan lauk ikan asin. Tubuh kami yang dulu kekar dan gemuk, terus bertambah kurus dengan tulang-tulang semakin menonjol.

Kerja kami sedemikian berat. Meskipun badan sudah lemah kami terus dipaksa untuk bekerja siang malam di bawah ancaman lecutan cambuk dan pukulan potongan besi atau popor senapan.

Selama keja paksa di Mbay, sudah banyak para teman romusha yang meninggal. Sebagian meninggal karena sisksaan para tentara jepang karena tertangkap akan melarikan diri. Sebagian lagi tak kuat menerima hantaman dan lecutan cambuk ketika bekerja. Sebagian yang lain karena terserang malaria, desentri atau karena kelelahan dan kelaparan.

Hari itu kami menyelesaikan galian bunker  yang memanjang 28 meteran dengan lebar 2 meter dan kedalaman sekitar 3 meter. Itu merupakan bunker yang ke 8. Bunker yang telah kami buat sebanyak 7 buah dan bunker-bunker itu dihubungkan dengan parit sedalam satu setengah meter.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun