Mohon tunggu...
Sukimah Yono
Sukimah Yono Mohon Tunggu... pegawai negeri -

belajar menulis

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Metamorfosis Sempurna, Sebuah Revolusi untuk Memajukan Desa

26 November 2014   02:26 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:51 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Resensi  Buku

Judul buku : Revolusi dari Desa,   Saatnya dalam pembangunan Percaya Sepenuhnya kepada Rakyat

Penulis        : DR. Yansen TP.,M.Si

Editor        : Dodi Mawardi

Cetakan      : I, 2014

Penerbit      : PT Elex Media Komputindo, Kelompok Gramedia

Tebal buku : x + 178  hal

ISBN         : 978-602-02-5099-1

Harga         : Rp 54.800,00

Sebagai negara agraris, Indonesia adalah negeri yang dilimpahi dengan setumpuk anugerah kekayaan. Koes Plus, grup band yang populer pada tahun 1970-an, pernah menggambarkan betapa luar biasanya kekayaan Indonesia melalui lirik lagunya. “Tongkat kayu dan batu jadi tanaman” mereka gunakan untuk menggambarkan betapa suburnya negeri ini. Lirik itu memang di luar logika. Namun sangat pas untuk menunjukkan bahwa tanah Indonesia (utamanya di desa)  sangatlah makmur. Bayangkan, batu saja bisa jadi tanaman !

Tapi ironisnya konsep pembangunan desa yang dikembangkan sejak masa Orde Baru hanya sekedar “lipstik” saja. Demikian pula pada orde reformasi, pembangunan lebih banyak dilaksanakan di perkotaan, sebab masyarakat desa tidak memiliki akses kepada para pembuat kebijakan publik. Para politisi datang ke desa menjelang pemilihan umum untuk meraih suara, setelah duduk di parlemen mereka lebih dekat dengan para pengusaha yang mampu menjanjikan sesuatu yang mereka perlukan untuk meraih dukungan publik pada putaran berikutnya. Ritual seperti itulah yang terjadi setiap lima tahunan, yang membuat desa dan masyarakatnya tetap saja tertinggal.

Menurut data World Bank tahun 2011, terdapat 56,5% dari 237 juta penduduk Indonesia (sekitar 134 juta) masuk kategori kelas menengah. Sedangkan berdasarkan data BPS tahun 2012, diperoleh angka bahwa ada 12,36% penduduk Indonesia masuk kategori miskin dan 12% masuk kategori hampir miskin. Kalau kedua kategori tersebut disatukan, ada sekitar 25% penduduk Indonesia yang miskin. Dan sebagian besar orang miskin tinggal di pedesaan

Kondisi itulah yang mengundang keprihatinan seorang birokrat ilmuwan dan ilmuwan birokrat, Dr. Yansen, TP.,M.Si. untuk  menulis buku Revolusi Dari Desa ini. Keprihatinan Bupati Malinau terpilih untuk masa jabatan 2011-2016 ini memang cukup beralasan. Perlu diketahui, Malinau adalah kabupaten terluas di provisnsi Kalimantan Utara.  Luasnya mencapai hampir 40.000 kilometer persegi, sementara luas provinsi DKI Jakarta hanya 661 kilometer persegi. Persoalan pemenuhan kebutuhan masyarakat, penyelenggaraaan pemerintahan dan pembangunan di berbagai bidang, belum secara hakiki dapat diatasi. Pola pembangunan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat (for the people, from the people, and by the people) yang selama ini digaungkan, belum dapat diwujudkan.

Keprihatinan lain yang dikemukakan Camat Peso pada tahun 1998 ini adalah munculnya persoalan baru, sebagai akibat dari kebijakan yang kurang konsisten dan tidak berkelanjutan. Persoalan kemiskinan, pengangguran, rendahnya kualitas sumber daya manusia, keterbatasan infrastruktur, dan pertumbuhan ekonomi semu  merupakan persoalan klasik dan silih berganti yang  dihadapi oleh semua daerah.

Keprihatinan itu baru sekelumit kisah dari persoalan besar  tentang pembangunan desa. Sebab pada aras yang lain, fenomena sosial dan ekonomi masyarakat desa merupakan  sesuatu yang sangat dilematik. Secara teori, kehadiran industri besar akan berpengaruh terhadap masyarakat di sekitarnya. Namun faktanya tidak selalu demikian. Kondisi yang kita saksikan justru sangat mengherankan dan memprihatinkan. Jurang kemiskinan semakin lebar dan sebagian besar masyarakat menjadi sangat termarjinalkan. Kesalahan konsep pembangunan, menyebabkan banyak sekali tujuan pembangunan yang tidak tercapai.

Tetapi bila pembangunan didukung iklim investasi yang bagus, keamanan investasi terjamin, kebijakan anggaran yang kredibel, serta pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, maka revolusi untuk memajukan desa pun siap untuk dimulai.

Buku karya Dr. Yansen TP, Msi. Yang diterbitkan oleh PT Elex  Media Komputindo (Kelompok Gramedia) ini sangat menarik.  Terdiri dari  7 bab, buku ini disusun secara sangat sistematis.

Pada Bab I dengan judul Pendahuluan : Menggugat Konsep Pembangunan,  Dr. Yansen memaparkan adanya kesalahan konsepsi pembangunan, yang menyebabkan banyak sekali tujuan pembangunan  tidak tercapai. Yang terjadi justru munculnya persoalan baru, sebagai akibat dari kebijakan yang kurang konsisten dan tidak berkelanjutan.  Di halaman 6  ada pesan moral yang sarat makna  : kita tidak bisa mengharapkan hasil yang berbeda, jika cara yang kita lakukan sama dengan yang orang lain lakukan.

1416914958463694872
1416914958463694872

Pada Bab II dengan judul Teknik Merancang Pembangunan, disebutkan bahwa program GERDEMA sebetulnya memang tidak populer. Menguntungkan masyarakat, tapi tidak bagi kepentingan kekuasaan. Tetapi justru kebijakan-kebijakan ini mengandung nilai strategis, karena masyarakat akan berperan aktif dalam pembangunan.

1416915057765425627
1416915057765425627

Pada Bab III dengan judul GERDEMA : Sebuah Revolusi dari Desa,  pada halaman 67 diceritakan  bahwa dalam kelompok masyarakat tertentu ada istilah “na kareb” atau “tidak ada waktu”. Padahal sesungguhnya mereka memiliki cukup banyak waktu. Sikap ini mungkin hampir kita semua memilikinya, di samping sikap suka menunda pekerjaan, kurang menghargai waktu dan tidak punya motivasi yang memadai.  Di bab III ini juga disebutkan bahwa kunci GERDEMA terletak pada kuatnya komitmen dan konsisten pemimpin puncak semua jenjang pemerintahan daerah untuk melaksanakannya.

1416915262645977551
1416915262645977551

Pada Bab  IV dengan judul Kepemimpinan dalam GERDEMA, dijelaskan  bahwa Kepemimpinan menjadi syarat mutlak keberhasilan pelaksanaan GERDEMA. Tanpa kepemimpinan yang tepat, GERDEMA tidak akan berjalan secara maksimal. Adapun nilai-nilai utama yang menciptakan dan memperkuat kepemimpinan dalam GERDEMA adalah nilai kecerdasan spiritual, emosional, intelektual, ekonomi dan nasionalis kebangsaan.

14169153731807593260
14169153731807593260

Sedangkan pada Bab V diterangkan  bahwa ada hubungan erat antara  Profil Desa dan  Antar Lembaga. Birokrasi desa pada akhirnya menjadi tujuan sebagai kekuatan dan juga peluang terwujudnya kekuatan gerakan di desa. Gerakan sebagai model aktivitas proses menjalankan dan menyelenggarakan pemerintahan, melaksanakan dan mewujudkan tujuan pembangunan, dan gerakan sebagai wujud dari upaya memberdayakan pemenuhan harapan masyarakat.

14169154991959855287
14169154991959855287

Tak hanya itu, pada Bab  VI dengan judul Mekanisme Keberhasilan GERDEMA,  disampaikan terobosan baru bahwa GERDEMA memerlukan mekanisme proses pelaksanaan yang mudah untuk dipahami. Mulai dari tahap perencanaan, pembiayaan, pengawasan, evaluasi, pertanggungjawaban, indikator kinerja hingga capaian keberhasilannya.

1416916492901176064
1416916492901176064

Dan yang terakhir, pada Bab VII  dengan judul Rekam jejak Sebelum dan Setelah GERDEMA, diberikan berbagai tabel dan gambaran serta kesimpulan bahwa GERDEMA terbukti berdampak besar terhadap terjadinya perubahan perilaku yang positif dan bermanfaat dalam membentuk kemampuan penyelenggaraan pemerintahan desa. Syaratnya yaitu dengan memberi kepercayaan sepenuhnya, melakukan pembinaan dan pendampingan yang konsisten dan terus menerus kepada pemerintah desa, masyarakat desa dan pelaku ekonomi di desa.

141691657120755970
141691657120755970

Lima Revolusi dari desa

Dengan sikap percaya disertai dengan pembinaan kepada aparat pemerintah desa, Gerakan Desa Membangun (GERDEMA) sebagai model revolusi dari desa sangat diperlukan untuk mewujudkan keberhasilan pembangunan pedesaan. Revolusi-revolusi yang dimaksud mencakup hal-hal berikut :

Revolusi Pertama dalam hal penerapan konsep pembangunan, integrasi antara pendekatan partisipatif dan teknokratik yang bermuara di desa

Revolusi Kedua  dalam penyerahan urusan dari perangkat teknis daerah kepada pemerintahan desa

Revolusi Ketiga dalam hal konsistensi antara formulasi, implementasi, dan evaluasi kebijakan pembangunan desa oleh pelaku pembangunan dan masyarakat desa

Revolusi Keempat dalam hal pengelolaan dana pembangunan, dengan memberikan kepercayaan penuh kepada desa melalui kontrol anggaran secara mandiri

Revolusi Kelima dalam pelaksanaan otonomi secara penuh di desa, sebagai komitmen membangun kedaulatan rakyat yang menjadi cermin kedaulatan negara yang hakiki  (halaman 45).

Dengan GERDEMA, mimpi untuk membangun kembali kejayaan Indonesia  bukan sekedar mimpi di siang bolong. Karena GERDEMA  mengandung makna pembangunan yang berkarakter. Makna berkarakter dalam konteks GERDEMA adalah kepemimpinan yang sepenuhnya memberi kepercayaan kepada masyarakat dalam proses pembangunan desa, yang terdiri dari 3 prinsip :

Pertama : Pembangunan harus mencerminkan identitas kebutuhan masyarakat yang ingin dibangun

Kedua :  Pembangunan dilakukan oleh masyarakat sendiri

Ketiga :  Hasil pembangunan dirasakan secara langsung oleh masyarakat dari hasil kerjanya sendiri.


Tak bisa dinafikan jika keprihatinan Dr. Yansen yang menorehkan buah pikiran dalam buku ini patut disambut pemerintah,  kalau ingin masyarakat desa kembali jaya.  Di tangan seorang pemimpin yang kuat dan visoner, yang bisa mengartikulasikan visi, misi dan strategi, seluruh persoalan kemasyarakatan dan pembangunan, betapapun beratnya akan terpecahkan dengan baik. Kemajuan India, Brasil dan Cina, misalnya, sangat dipengaruhi oleh kepemimpinan yang sangat kuat dan visioner, terlepas dari sistem politik yang dianutnya.  Indonesia sebenarnya memiliki kesempatan emas untuk meraih sukses, dengan catatan ada kepimimpinan yang kuat dan visioner.

Jujur,  buku  ini sangat unik karena  mengangkat tema yang tak biasa,  bagaimana cara menyelesaikan suatu masalah pembangunan yang  sudah lama tak “dilirik” pemerintah. Buku yang merupakan hasil kajian doktoral penulis   ini juga sudah dipraktekkan di Malinau dan sejauh ini telah menunjukkan hasil yang menggembirakan. Keunikan lain dari buku ini adalah pemilihan cover bukunya. Mungkin di antara kita sebelumnya sudah membayangkan bahwa sebuah revolusi itu pasti merupakan gerakan-gerakan radikal, gerakan mengangkat senjata hingga menelan korban dan tumpahan darah di bumi pertiwi. Oleh penulis, cover buku ini dipilih dengan gambar yang tak biasa dan smart. Revolusi digambarkan sebagai sebuah gerakan metamorfosis sempurna, perubahan dari seekor ulat, kepompong hingga menjadi kupu-kupu nan  indah. Dan ternyata cover ini   memang sesuai dengan isi tulisan dalam buku ini. Penggambaran daerah  Malinau yang dijelaskan  secara gamblang lewat  tabel, grafik dan angka  dalam rekam jejak sebelum dan setelah revolusi desa (GERDEMA), telah bermetamorfosis sempurna dengan adanya perubahan perilaku yang positif dan bermanfaat dalam membentuk  kemampuan penyelenggaraan pemerintahan desa.  Telah terjadi perubahan yang sangat berarti dari masyarakat yang suka dilayani, dihormati, berkuasa (feodal) dan mau menang sendiri menjadi masyarakat yang banyak menerima penghargaan dari pemerintah pusat karena prestasinya.

“Tak ada gading yang tak retak.”  Karya penulis yang pernah mengantarkan  Malinau sebagai satu-satunya kabupaten di Kalimantan yang meraih penghargaan dari Kemeterian Keuangan  dalam bidang keuangan serta ekonomi ini  tidak bisa diingkari  juga menyimpan  sedikit kekurangan . Penulis   dalam memaparkan buah pikirannya banyak mengadopsi atau terkesan seperti bentuk tulisan disertasi aslinya.  Tulisan dalam buku  benar-benar seperti tulisan ilmiah berupa judul, bab dan sub bab. Tapi dalam sedikit kekurangan itu justru terkandung keuntungan yang lebih besar bagi para pembacanya, yaitu  langsung dijelaskan secara to the point, tak bertele-tele. Hingga lebih mudah dimengerti dengan  cepat.

Akhir kata, buku Revolusi dari Desa ini layak diapresiasi. Dengan kemasan fisik  bukunya yang tak terlalu tebal dan bernas, buku ini langsung memaparkan  step by step bagaimana merevolusi desa agar mencapai kemajuan yang maksimal. Acungan dua jempol juga layak diberikan untuk  buku yang dapat dijadikan panduan bagi stakeholders, terutama seluruh Pegawai Negeri Sipil pada Satuan Kerja Perangkat daerah (PNS SKPD), Pemerintahan Desa (Pemerintah Desa, BPD, LPMD, Lembaga Ekonomi Desa, Lembaga Adat, PKK Desa), masyarakat, wiraswastawan, dan para pemangku kepentingan lainnya bahkan berbagai pihak yang ingin memahami dan belajar tentang bagaimana membangun desa secara tepat. Ke depan,  bukan hal yang mustahil  jika  desa tak lagi dianggap sebagai anak tiri  atau anak bawang. Justru  desa  akan dijadikan sebagai daerah yang memiliki visi yang jelas tentang pembangunan yang  berkelanjutan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun