Mohon tunggu...
SUKARDI
SUKARDI Mohon Tunggu... Guru - Guru dan Aktivis Sosial

Guru SMAS Bandung

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Doa Itu Senjata Abadi

28 Oktober 2021   06:35 Diperbarui: 28 Oktober 2021   06:37 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Saya mencermati bahwa kemasan mawlid di sekolah ini ternyata mengakomodasi semua komponen kecerdasan yang ada: musical, natural, logis, yang kemudian dikemas dengan TPACK (Technological Pedagogical Content Knowledge). 

Mirip dengan seorang guru dalam kelas yang selalu wajib memeperhatikan perkembangan psikologi murid, kecerdasan murid dalam menyampaikan konten materi ajar untuk murid yang diajarnya. 

Ada natural yang menyertakan kegiatan keseharian dalam bersenandung shalawatnya. Musikal bagian dominan, yang ditandai dengan usaha mengemas suguhan dengan keindahan rasa, sehingga membuat hati semakin lembut ketika mengikuti dengan seksama.

Ada juga ajakan untuk mengemas kata. Menyusun tebakan kata teratur muncul dalam sebuah rangkaian hikmah untuk setiap tingkatan jenjang pendidikan. Ini dapat bermanfaat untuk melatih olah fikir dalam merangkan makna, mengasah kejelian susunan, kesesuaian literasi. Dan mengambil sebuah ulasan maknawi. Belum lagi sentuhan teknologi yang berupa desain grafis dan art yang begitu indah untuk dinikmati. Membuat suguhan mawlid ini, menyasar olah piker dan rasa.

Niatan mengakomodasi semua komponen dan keterlibatan semua yang ada sangat terasa dalam suguhan ini: tua-muda, pemain-pemirsa, guru-murid, pimpinan-terpimpin, semuanya dapat merasakan bahwa dirinya penting adanya. 

Tidak ada dikotomi. Konteks kemasan mawlid ini, terasa seakan masing-masing mereka berkata: Bagian mana yang bisa aku berikan untuk anugerah ini? Bergerak bersama, bergembira bersama, berpikir bersama. Kemitraan ini terasa serasi, mengalir seperti ada pertalian komando dalam jiwa nan suci.

Kemasannya menyatu dalam kerangka payung anugerah sejati. Yang aku maknai bahwa, kedatangan Nabi adalah kebahagiaan yang tak tertandingi sebab setiap Nabi memiliki misi untuk membuat tatanan kehidupan menjadi serasii penuh keadilan dan tidak ada yang saling mencaci dan mempersekusi.

Lalu.. apa yang bisa kita jalani setelah hari-hari bahagia ini? Bukankan setiap moment tidaklah harus berhenti setelah seremoni? Betul, inilah kewajibannya untuk menggali potensi apa yang tersimpan dalam diri ini. 

Misi abadi yang ingin bermanfaat untuk orang banyak bisa terjadi di setiap lini: pendidik, petani, pedagang, politisi, pemimpin, ibu rumah tangga, dan seluruh aktivitas yang kita jalani. 

Dengan polesan ikhlas, hati-hati, tidak menjalimi, dan ingin maju bersama disetiap irisan aktifitasnya, bisa dikatakan: inilah misi ruhani yang dapat mengaitkan hikmah seremoni dengan makna kehidupan ini.

Muhammadkan hamba ya Rabbi…. Agar aku bisa --kendatipun belum mampu memberi rahmat (baca: kesejahteraan dan ketentraman) untuk alam--(baik untuk manusia dengan berbagai etnis dan agamanya) paling tidak semoga Engkau berkenan untuk menempatkan aku pada posisi yang tepat, sehingga aku berjalan sesuai fungsinya, tanpa ada yang terjalimi, tanpa ada yang tersakiti, karena kehadiranku di bumi ini. Aaamiin

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun