Mohon tunggu...
Suka Ngeblog
Suka Ngeblog Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis buku, terkadang menjadi Pekerja Teks Komersial

Blogger, writer, content creator, publisher. Penggemar Liga Inggris (dan timnas Inggris), penikmat sci-fi dan spionase, salah satu penghuni Rumah Kayu, punya 'alter ego' Alien Indo , salah satu penulis kisah intelejen Operasi Garuda Hitam, cersil Padepokan Rumah Kayu dan Bajra Superhero .Terkadang suka menulis di www.faryoroh.com dan http://www.writerpreneurindonesia.com/

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Artikel Utama

Kopi Maut Mirna, dari Sudut Pandang Penggemar CSI

9 Februari 2016   11:31 Diperbarui: 9 Februari 2016   17:25 12043
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Untuk kasus kopi Mirna, karena ‘senjata pembunuh’ adalah sianida, maka asal-usul kepemilikannya harus ditelusuri. Karena sianida tidak dijual bebas, dan jumlah pembelinya tidak banyak, seharusnya bisa ditelusuri siapa saja yang melakukan pembelian pada jangka waktu tertentu dengan menelusuri toko kimia atau apotek yang menjual sianida. Karena tidak dijual bebas, pasti identitas pembeli akan tertera secara lengkap dalam dokumentasi penjualan. Penelusuran akan lebih mudah jika toko kimia itu punya CCTV.

Jika sianida dibeli secara online, penyidik bisa menggali berdasarkan riwayat pembelian tersangka dengan memeriksa kartu kreditnya.

Jadi, jika yang menjadi ‘senjata pembunuh’ adalah sianida, sangat penting bagi penyidik untuk mengetahui bagaimana sampai tersangka (dalam hal ini Jessica) bisa punya sianida, dan apa buktinya bahwa dia pernah (atau masih) punya sianida.

4. Barang bukti tak boleh terkontaminasi

Pada kasus pembunuhan, barang bukti sangat vital karena akan menentukan apakah kasus punya dasar hukum atau tidak. Karena itu, satu prinsip yang tak boleh dilanggar adalah, barang bukti tak boleh terkontaminasi. Makanya para penyidik CSI biasa bekerja dengan sarung tangan. Jika menemukan benda yang diduga sebagai barang bukti, benda itu akan difoto terlebih dahulu sebelum diambil dan diletakkan di wadah khusus yang berlabel.

Supaya tidak terkontaminasi, semua barang bukti hanya bisa disentuh oleh penyidik. Orang lain tak boleh menyentuh.

Pada kasus Kopi Mirna, media massa memberitakan kalau barang bukti berupa gelas yang diminum dan sisa kopi diberikan oleh pihak restoran. Artinya barang bukti itu sudah dipegang oleh beberapa orang sebelum tiba ke ahli forensik. Karena cairan kopi itu sudah dipegang beberapa orang sebelum diperiksa, barang bukti itu berpotensi terkontaminasi.

Jadi pertanyaan yang harus dijawab polisi adalah: bagaimana mereka bisa memastikan bahwa cairan kopi yang diperiksa itu sama dengan yang diminum Mirna? Jika kopi itu mengandung Sianida, bagaimana polisi memastikan bahwa sianida itu benar-benar dimasukkan oleh Jessica dan bukan orang lain? Karena gelas berisi cairan kopi beberapa kali berpindah tangan, secara teoritis, bisa saja ada pihak yang dengan sengaja memasukkan sianida bukan?

5. TKP tak boleh dirusak

Sama halnya dengan barang bukti, tempat kejadian perkara (TKP) seharusnya tak boleh dirusak. Artinya, begitu terjadi tindak kejahatan (dalam hal ini pembunuhan), maka semua yang ada di TKP (dalam hal ini restoran) tak boleh diutak-atik siapapun. Meja tempat Mirna minum tak boleh dibersihkan. Lantai tak boleh disapu. Kursi tak boleh dipindah, dan seterusnya.

Hal ini penting supaya penyidik bisa mendapatkan barang bukti yang diperlukan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun