"PENGHULU #SPMC-SW NGAWININ AHOK DENGAN PDIP"
Opini Spekulatif Suhindro Wibisono
Ada banyak beredar spanduk pasangan "Ahok Djarot", lalu tokoh-tokoh partai PDIP menampik bahwa hal itu hasil ulahnya, dan wacanakan itu adalah kerjaan rakyat yang mendukung pasangan tersebut, kok tampak yakin tahu kalau tidak terlibat? Oh maaf mereka juga hanya menduga ya? Semoga ada benar rakyat yang memasang, walau saya bingung menarik logika rasionalnya, kemungkinan tentu bisa saja, tapi saya tidak berani mengamini pernyataan semacam itu? Spanduk politik dibiayai rakyat, dipasang oleh rakyat, hehehe .....? Maaf saya tidak sampai sono untuk berani beropini gitu. Logikanya piye?
Pak Ahok sudah jelas nyatakan akan maju lewat jalur perorangan dan akan berpasangan dengan Pak Heru dan sebentar lagi sudah akan dapat dukungan sejuta copy KTP warga DKI. Jadi kan sangat kecil kemungkinan Pak Ahok yang pasang, karena justru Pak Ahok yang perintah untuk turunkan spanduk-spanduk itu. Dan Pak Djarot juga tidak mengakuinya. Rakyat mana yang kebanyakan duit, walau memang banyak warga Jakarta yang kaya raya, tapi coba sebutkan secara "nguuuwawur" siapa tokohnya kira-kira, dan saya akan terawang tanggapi secara rasional versi saya tentunya. Kecuali bisa temukan orang yang mengakui memasang bisa kita tanya langsung apa motifnya? Karena kalau motifnya ingin memasangkan pasangan tersebut, lalu apakah menyuruh Pak Ahok menelan ludahnya sendiri?
Tidak rasional menurut saya, sekali lagi maaf. Mungkin ada partai yang sedang galau, partai yang justru banyak tokohnya gaduh, gaduh karena seolah tidak sadar masuk lumpur menjerumuskan partainya sendiri ke lembah memalukan. Tapi kalau boleh mengira-ngira siapa yang pasang spanduk, saya duga kalau tidak kelompok perorangan Ahok ya kelompok partai (perorangan) Djarot, kalau diluar kedua tokoh tersebut bukankah lebih aneh bin ajaib? Lalu siapa dari kedua kubu tersebut, kalau bilang Teman Ahok kan lebih aneh lagi bukan? Jadi memang nasibnya rakyatlah yang selalu menjadi kambing hitam hehehe ..... Rakyat ngefans yang kebanyakan duit. Sak karepmu!
Banyak tokoh PDIP yang sampai saat ini masih berwacana dengan sangat terang benderang bahwa partai PDIP "tidak" akan dukung calon dari jalur perorangan, "tidak" akan dukung calon yang tidak daftar ke PDIP sebagai Balon Gubernur DKI 2017, dan ada lagi syarat lainnya, yang sudah sangat ceto welo-welo bahwa Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok tidak memenuhi syarat untuk dicalonkan. Semoga mereka-mereka yang koar-koar itu tidak tampak seperti badut kalau pada akhirnya Ahok justru didukung oleh PDIP. Tapi sungguh harus dihormati, dan semoga memang betul itu adalah suara partai secara bulat, karena kalau itu tidak terjadi, betapa malunya tokoh-tokoh partai tersebut. Atau sebagai politisi memang tidak boleh punya rasa malu? Siap malu? Dan harus plin-plan sesuka hati didepan khalayak umum? Semoga tidak jadi ngenes ya.
Berikut wacana saya agar semua tetap terhormat? Karena Ibu Mega punya kesempatan luar biasa, dan itu kesempatan yang memang sangat mengagumkan, sungguh suatu anugrah dari Tuhan, punya kesempatan begitu luar biasa untuk negara ini. Jika memang PDIP "sreg" ingin mencalonkan Ahok maju, maka lakukan hal berikut.
Ibu Mega minta “PAK AHOK JADI ANGGOTA PARTAI PDIP” lalu beri dukungan seperti Nasdem dan Hanura memberi dukungan. Jadi Ahok tetap maju lewat jalur independen (perorangan), “ALASANNYA UNTUK MEMBERI DUKUNGAN DI PARLEMEN (DPRD) AGAR TIDAK SELALU GADUH”, bila perlu (tidak harus lho) minta Ahok juga narik Heru untuk jadi anggota partai PDIP, atau Pak Heru dipersilahkan mau gabung dengan partai pilihannya asal masih dalam lingkup KIH (Koalisi Indonesia Hebat) atau tidak berpartai. Bukankah Nasdem dan Hanura juga memberi dukungan ketika Pilpres yang lalu sebagai kelompok KIH. Kalau itu terjadi bukankah semua jadi tidak ada yang dipermalukan? Semua tokoh di PDIP tidak bisa protes toh kenyataannya kader PDIP yang maju (Ahok). Memang itu jadi malangkadak dan nyeleneh, anggota partai tapi tidak dimajukan lewat partainya, ya biarkan saja, kan dipolitik itu hampir semua yang aneh bisa jadi tidak aneh kalau ujung akhirnya adalah kemenangan.
Bukankah politik itu memang adu pinter untuk menarik hati rakyat agar mendukung dengan ukuran akhir kemenangan? Walau sebenarnya Teman Ahok seolah dikalahkan, tapi pada kenyataannya bukankah daftarnya pasangan Ahok-Heru lewat Teman Ahok? Kalau PDIP mau sedikit mengalah, sangat mungkin akan dapat bonus hadiah berlipat ganda, bukankah sejuta dukungan untuk Ahok juga akan sangat mungkin memilih PDIP dikemudian hari jika Ahok ada di PDIP juga? Sangat mungkin Ahok juga akan setuju yang siapa tahu pada waktu akan datang dapat dimajukan menjadi RI-2 bahkan berikutnya RI-1, dan bisakah dibayangkan pada Pileg tahun 2019 yang akan datang, ketika PDIP punya jurkam Pak Jokowi dan Pak Ahok? Adakah Partai lain yang kira-kira mampu menandingi dominasi PDIP? Bukan takabur lho, tapi berlogika rasional dan silahkan kita diskusikan kalau mau komplain.
Meminta Ahok meninggalkan Teman Ahok, jelas menuai kebencian dari banyak pihak, pertama dari "sejuta" pendukung Ahok, kedua mempermalukan Ahok karena Ahok menjadi orang yang tidak bisa dipercaya janjinya. Saya yakin Ahok juga tidak akan mau, dan seandainya saya ada diposisi Ahok, saya akan memilih tetap dijalur perorangan walau harus kalah sekalipun. Jadi janganlah mempermalukan dan menyudutkan tokoh yang akan kita dukung, agar sang tokoh tetap dapat tegak berdiri, karena saya sangat yakin Ahok siap menerima kondisi apapun, bahkan untuk kalah sekalipun dari pada dipermalukan dan mencederai janji kepada sejuta pendukungnya yang sudah mau rela memberikan copy KTP tanpa dibayar.
Ada lagi yang ingin saya sampaikan, jika memberi dukungan pada Ahok lalu ada pamrih untuk menempatkan orang-orang partai di Pemerintahan DKI (Pemprov), sebaiknya jangan beri dukungan sekalian pada Ahok, ingat Ahok pernah berani meninggalkan Gerindra bukan? Ahok memang bukan Jokowi, tapi Ahok tidak akan mengkhianati jika partai masih waras mendukung rakyat. Kalau tidak bisa memberi dukungan dengan kebebasan, mau ikut cawe-cawe dalam pemerintahan, apalagi ikut mengatur tetek-bengek yang sok tahu tentang pemerintahan DKI, sebaiknya jangan mendukung. Percayalah Ahok jauh lebih lihai dari yang kalian duga. Lebih baik mengkritik kebijakan-kebijakannya kalau memang perlu dikritik, atau mengusulkan sesuatu yang mungkin dianggap perlu, tapi bukan perintah sendiko dawuh gusti karena Ahok memang typenya keras, tegas, berani, jujur tapi sekaligus juga peka. Paduan dari karakter itu semua menjadikan Ahok tokoh langka dan terpenting rakyat menyukainya. Monggo dipertimbangkan .....
Saya akan mendukung Ahok jika masih sesuai janjinya, karena hanya ada hitungan jari jumlah politisi yang janji dan kejujurannya dapat kita pegang, dan salah satunya adalah Ahok itu sendiri. Kalau untuk komitmen pilihan dukungan saja tidak berani menepati, adakah harapan janji lain bisa ditepati? Begitu juga suara banyak teman saya yang lain plus keluarganya masing-masing menurut rumpi yang dapat saya simpulkan. Bahkan ada teman saya yang rada kelotokan nyeletuknya gini: "Andai ada pemilihan legislatif saat ini, saya akan memilih Nasdem tidak peduli siapapun tokohnya", gila kan memperhatikan jengkel suasana hatinya? Padahal saya tahu persis sebelumnya dia bukan simpatisan Nasdem.
.
Menyimak pemberitaan dibanyak tempat, di dumay maupun di kelompok-kelompok masyarakat, bahkan saya juga pernah tahu ada kelompok yang tadinya tidak suka dengan Ahok bisa berubah karena mencermati kejujuran dan keberanian Ahok, banyak rakyat yang memberi dukungan karena ingin perubahan, maka untuk kali ini, saya malah berani memprediksi, bahkan andai semua partai gabung untuk melawan Ahok di Pilkada DKI 2017 yang akan datang, saya masih yakin pemenangnya adalah pasangan Ahok-Heru karena faktor Ahok! Maaf kalau dianggap saya terlalu lebai atau bahkan takabur, dan sesungguhnya saya suka geli banyak tokoh partai lawan membandingkan survei era Jokowi vs Foke yang lalu, yang katanya Jokowi hanya memulai dari 6 persen yang akhirnya mengalahkan Foke.
Tidak perlu diurai kenapa pasangan Jokowi-Ahok yang menang ketika itu, karena apapun uraiannya toh tidak akan dipercaya bukan? Tapi saya sebagai rakyat jelata yang punya hak pilih ketika itu sudah yakin bahwa yang akan menang adalah pasangan Jokowi-Ahok yang memang saya dan banyak rakyat juga jagokan, seperti api dalam sekam yang luput dari pengamatan andai memang betul survei itu memang pernah jujur diadakan. Kali inipun rasanya justru melebihi waktu dulu itu terhadap Jokowi, karena input datanya jauh melebihi yang tersaji waktu itu, rakyat justru lebih PD terhadap pencalonan Ahok sekarang, setidaknya menurut rasa saya kalau memang tidak boleh mengatas namakan mayoritas rakyat DKI, ingat lagi, di negeri ini sejuta dukungan itu hanya baru ada pada Ahok kali ini bukan?
Sebelum ada tokoh politik Jokowi dan Ahok, saya tidak peduli siapa yang akan menang menjadi pemimpin, karena yakin siapapun yang menang tidak akan mengubah keadaan. Begitulah ketika itu, dan Ahok benar-benar mengubah pandangan itu semua di DKI saat ini. Maka sekali lagi, kalau tidak percaya dengan suara saya sebagai rakyat, silahkan kerubuti Ahok dengan menggabung semua partai yang tersisa, dan jagoan saya tetap Ahok. Andai survei waktu Jokowi vs Foke dulu sejatinya benar tanpa rekayasa, harusnya sudut pandangnya adalah, dengan modal 6 persen saja rakyat bisa menang, apalagi kali ini rakyat pendukung Ahok punya modal lebih 50 persen plus sejuta dukungan pasti. Pakailah logika rasional, bukan logika sesuai kepentingan, kecuali memang kepentingan kampanye, bukan kepentingan kalkulasi kemana harus melangkah, itu yang dapat saya sampaikan untuk Ibu Mega sebagai pemilik hak veto partai PDIP, karena bagaimanapun juga, kenyataannya saya sering kali memilih PDIP ketika pemilu Legislatif yang lalu-lalu, terlebih pada Pemilu Legislatif terakhir, saya malah juga ikutan mempromosikan ala saya kepada sahabat dan handai taulan, maaf, karena ada Pak Jokowi.
Suara PDIP dari hitungan kursi DPRD memang cukup untuk mencalonkan menjadi kandidat Gubernur, tapi apakah itu berarti korelasi dengan jumlah suara rakyat pemilih? Bukankah kenyataan matematikanya bukan begitu? Geridra punya kursi DPRD DKI 15, PKS punya kursi 11, gabungannya cukup untuk mencalonkan kandidat Gubernur karena syaratnya hanya 22 kursi, tapi kenapa mereka tidak berani bersuara mengusung jagoannya, lalu baru kemudian menarik partai-partai lain agar mendukung? Yang ada Gerindra justru intens komunikasi dengan PDIP untuk bersatu melawan Ahok, kalau saya boleh menerka dan menganalisa hal itu, apakah PDIP mau ikut terpuruk bersama Gerindra? Ingat posisi Gerindra "kecil" kemungkinan untuk bisa mendukung Ahok, rasa malu bercampur marah sudah sangat pekat, walau politik memang memungkinkan hal-hal yang mustahil, tapi posisi PDIP masih lebih baik relasinya dengan Ahok dari pada Gerindra, dan itulah kenapa saya bilang Ibu Mega punya kesempatan berlian lagi saat ini setelah waktu itu menetapkan Jokowi sebagai calon Presiden.
Prediksi saya Ahok hanya bisa dikalahkan jika ternyata dijegal untuk tidak bisa maju dengan segala daya upaya dan tipu daya, yang berarti rakyat akan semakin membenci ulah para politisi, dan itu artinya rakyat akan semakin membenci partai politik, side back!! Kembali ketitik nadir kebencian rakyat terhadap partai politik dan para politisi! Jika mau, Ibu Mega punya kesempatan yang luar biasa, mengalah untuk menang dalam meraih hati semesta rakyat Indonesia, menggapai kesempatan jauh lebih berdampak digdaya menghadapi Pemilu Legislatif 2019 mendatang dibanding 2014 yang lalu.
Rakyat akan betul-betul terkesima jika melihat Ibu Mega menyatukan Jokowi dan Ahok dalam wadah satu partai, tinggal sekarang saya ingin melihat langkah yang akan diambil Ibu Mega, semoga Ahok juga mendapat manfaat baiknya, karena kalau semua jaringan persekutuan terjalin dengan landasan kejujuran tanpa tipu daya, hasilnya justru akan mencengangkan pelakunya itu sendiri. Sudah saatnya rakyat bangkit, Indonesia akan segera menjadi hebat. Mau atau tidak, diakui atau tidak, kenyataannya Ibu Mega punya kesempatan untuk andil cukup banyak. Salam hormat saya untuk Ibu Mega, Pak Jokowi dan Pak Ahok, semoga banyak mendapat kebahagiaan dalam hidup ini. GBU all. ( #SPMC SW, Rabu, 8 Juni 2016 )
CATATAN:
Berikut perolehan suara dan kursi 10 partai politik untuk DPRD DKI Jakarta (2014~2019):
1. PDIP: 1.231.843 suara (28 kursi)
2. Gerindra: 592.568 suara (15 kursi)
3. PPP: 452.224 suara (10 kursi)
4. PKS: 424.400 suara (11 kursi)
5. Golkar: 376.221 suara (9 kursi)
6. Demokrat: 360.929 suara (10 kursi)
7. Hanura: 357.006 suara (10 kursi)
8. PKB: 260.159 suara (6 kursi)
9. NasDem: 206.117 suara (5 kursi)
10. PAN: 172.784 suara (2 kursi)
(Sumber “detiknews”)
Artikel ini juga surat terbuka yang utamanya untuk Ibu Mega dan Pak Ahok, akan saya emailkan kemudian, tujuan untuk yang lain juga sebagai penghantar agar ada yang berkenan segera menyampaikannya kepada Ibu Mega yang barangkali tidak tersampaikan yang saya emailkan langsung, terimakasih. Maaf jika kurang berkenan.
Jangan lupa kalau kejadian Pak Ahok benar jadi member PDIP, penyerahan KTA-nya agar didepan para jurnalis agar banyak partai lain melongo, dan gaungnya langsung keseluruh pelosok nusantara, karena pada kenyataannya, Pak Ahok juga punya banyak penggemar diseluruh wilayah NKRI. (SW)
Sumber gambar:
Primadaily .com
~~~~~~~~~~~
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H