Mohon tunggu...
Suhindro Wibisono
Suhindro Wibisono Mohon Tunggu... karyawan swasta -

. ~ ~ ~ ~ " a critical observer " ~ ~ ~ ~ ( 5M ) ~ SPMC = "Sudut Pandang Mata Capung" ~ yang boleh diartikan ~ "Sudut Pandang Majemuk" || MEMPERHATIKAN kebenaran-kebenaran sepele yang di-sepele-kan ; MENCARI-tahu mana yang benar-benar "benar" dan mana yang benar-benar "salah" ; MENYUARAKAN kebenaran-kebanaran yang di-gadai-kan dan ter-gadai-kan ; MENGHARAP kembali ke dasar-dasar kebenaran yang di-lupa-kan dan ter-lupa-kan ; MENOLAK membenarkan hal-hal yang tidak semestinya, menolak menyalahkan hal-hal yang semestinya. (© 2013~SW)

Selanjutnya

Tutup

Politik

Nestapa PDIP Akibat Geram Terpendam pada Ahok

13 Mei 2016   12:01 Diperbarui: 16 Mei 2016   16:54 2454
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 Jadi sebetulnya apa yang diharapkan oleh PDIP dengan mengadakan test Balon Gubernur DKI itu? (diikuti 26 peserta?). Apalagi test itu dengan berbayar? Apakah tidak semakin berakibat membenamkan diri ke lumpur jika nantinya semua yang ikut test ternyata tidak ada yang diloloskan? Apakah juga sudah dipikirkan orang sekelas Profesor Yusril atau Sandiaga Uno, jika dinyatakan tidak lulus test? Siapa yang akan dipermalukan, Profesornya atau partai penyelenggaranya? Yakin semua hal sudah dipertimbangkan oleh para tokoh partai PDIP? 

Mau terkesan hebat dengan mengadakan test atau justru menuai blunder? Hemmm .... Maaf Bu Mega, saya hanya milihat pakai kacamata versi saya, dan berusaha menyampaikan apa adanya, tentu saja sekali lagi versi "rasa saya". Menurut saya harusnya test itu ditiadakan, dan nantinya siapa yang sreg untuk diusung baru dipanggil untuk wawancara janji dan kontrak persetujuannya, karena apa artinya test kalau ujung akhirnya semua terserah hak veto ketua partai? Kalau mau ya dibalik, yang sreg betul mau dicalonkan saja yang di test, karena test itu memang bukan test penjaringan beneran, karena test penjaringan tentu tidak ada hak veto pimpinan. Kenapa harus menuai masalah yang tidak perlu?

 Kenapa harus malu kalau memang ingin mengusung Ahok? Lakukan saja seperti apa yang dilakukan Nasdem, karena itu lebih waras menyesuaikan keinginan rakyat utamanya membenarkan yang memang benar. Kalau menurut Partai PDIP memang Ahok ada salah karena korupsi misalnya, ya silahkan dilanjut menuju ke medan laga dengan konsekuensi menang atau kalah. Tapi kalau menilai Ahok karena dianggap hanya bisa mencaci-maki dan ucapan-ucapannya selalu kotor, itu artinya PDIP justru termakan gosip murahan dan menjadi korban penggiringan berita, dan itu justru sangat melas. 

Sekaligus mengingatkan saya pada Prof. Tjipta L., profesor komunikasi, yang juga pernah saya lihat di tipi sebagai salah satu nara sumber yang menyatakan Ahok seolah hanya bisa bersuara kotor atau caci-maki saja. Penilaiannya atas dasar apa Pak profesor? Pakar komunikasi kok tampak seperti menjadi korban pemberitaan juga? Logika warasnya bagaimana ketika menyatakan Gubernur Ahok isinya hanya caci-maki saja? Kalau itu yang terjadi, pastinya Ahok sudah masuk rumah sakit jiwa dong Pak Tjipta. Pasti hanya orang gila yang hanya marah-marah tanpa sebab bukan? Apakah Bapak tidak paham hal yang sesimpel itu saja? Atau apakah Bapak Tjipta dan semua tokoh partai PDIP dapat membuktikan Ahok marah-marah tanpa sebab? Sehingga Ahok pantas kita juluki sebagai orang gila? Yakin kalian semua memberi penilaian tanpa bermaksud punya kepentingan? Andai Ahok tanpa pernah terlihat marah dan lalu langsung melengserkan banyak anak buahnya? Bukankah itu juga akan rawan fitnah? Bukankah itu juga akan rawan diplintir suatu keanehan yang lain lagi? Kok aneh anak buah tidak pernah dipersalahkan tiba-tiba dipecatin semua? Pasti itu Gubernur gila! Jadi itu semua tergantung kepentingan keberpihakan bukan? Bapak - ibu!

 Menurut saya sekali lagi ukurannya sangat jelas, buktikan Ahok pernah marah-marah tanpa sebab, jadi jangan hanya melihat pemberitaan-pemberitaan tipi yang hanya sepenggal yang terlihat marah-marahnya saja, apa iya yang begitu saja tidak tahu, apa tidak berpikir seandainya Bapak diminta harus selalu marah, dan dibolehkan untuk marah, apa Bapak sanggup untuk hanya marah-marah terus sepanjang harinya? Sanggupkah melakukan itu dalam waktu seminggu, sebulan, setahun, ...... Apa mungkin belum masuk RS Jiwa kalau melakukan itu? Ingat ketegasan adalah keharusan untuk memimpin rakyat, tanpa ketegasan dan keadilan jangan berharap bisa menegakkan bernegara, dan itu semua hanya bisa dilakukan oleh orang yang jujur. 

Tanpa dasar kejujuran, bagaimana Anda berani tegas, tanpa kejujuran pada diri sendiri, bagaimana mungkin Anda bisa adil? Hanya orang jujur yang berani lantang menyuarakan kebenaran, karena tidak ada beban kemunafikan, beban rahasia yang ditertawakan oleh orang lain karena mengetahui ketidak jujurannya. Apakah Anda tidak nyengir seperti kuda sakit perut, ketika Anda mengetahui bahwa orang yang pernah menerima suap dari Anda tiba-tiba Anda lihat koar-koar untuk memberantas penyuapan atau korupsi? Kalau itu yang terjadi, Anda pasti ceritakan betapa lucunya "badut" itu kepada anak, istri/suami, saudara, sahabat Anda, lalu mereka yang mendapat cerita dari Anda juga akan menceritakannya serupa kepada komunitasnya masing-masing, yang akhirnya semua menjadi rahasia publik, TST! (tau sama tau)

 Dapatkah Anda membuktikan Ahok korupsi? Siapa yang pernah atau dapat membuktikan Ahok terima duit dari kalian semua, baik kalian sebagai pengusaha atau pejabat yang pernah menyuap Ahok? Yang ingin menjatuhkannya banyak, tapi hanya gosip tanpa bukti! Bahkan bukti Ahok menumpuk kekayaan saja tidak ada? 

Buktikan secara terbalik kekayaan semua pejabat yang pernah menjabat sebagai Gubernur DKI kalau berani, atau semua Gubernur diseluruh negeri ini kalau itu mungkin, berapa banyak yang akan terbukti bersih, yang akan bisa membuktikan asal usul harta kekayaannya? Sori, jadi terbawa emosi ngelantur kemana-mana. Maaf juga kalau dianggap menyinggung Pak Tjipta sebagai profesor komunikasi, juga kepada partai PDIP,  tapi menyatakan pendapat masih boleh toh dinegeri ini? Maaf kalau dianggap tidak sopan dalam penyampaian, karena memang saya bukan pakar apa-apa dan hanya bisa menyampaikan berdasarkan "rasa saya" saja.

 Apakah mungkin PDIP gabung dengan Gerindra untuk agar dapat mengalahkan Ahok? Apa yang tidak mungkin dalam politik? Kepentingan adalah soko-gurunya. Sejujurnya munurut "rasa saya", kalau gabung memang mungkin, tapi untuk mengalahkan Ahok? Hehehehe .. Kecil kemungkinan itu bapak ibu saudara sekalian ..... (Sori)

 Sepertinya saya pakai kacamata kuda, atau ngefans berat sama Ahok, atau bahkan terkesan membabi-buta dalam membela Ahok, tuduhan itu memang layak untuk saya dari Anda yang memang tidak suka Ahok, ayo kita kupas lebih dalam ya landasan logikanya ....

 Saya tidak kenal Ahok, ketemu saja belum pernah, saya dilahirkan dinegeri ini, saya cinta negeri ini sangat iya, karena saya cinta negeri ini, tentu saja saya ingin negeri ini menjadi lebih baik, utamanya tidak digarong justru oleh banyak pejabatnya. Kalau pengusaha yang berniat menggarong uang negara atau menjarah kekayaan alam negeri ini, menurutku itu masih waras logikanya, siapa yang tidak ingin cepat kaya? Apa lagi kalau ada jalan pintas untuk menjadi kaya bukan? Itulah landasan dasar setiap manusia yang ingin cepat kaya pada umumnya, keinginan instan untuk kaya raya, jadi menurut saya masih tergolong waras walau tidak ideal, tidak elok, menyebalkan dan tidak wise. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun