Pada tulisan kali ini saya sama sekali tidak akan membahas masalah yang sifatnya "investigasi" tentang blackout parsial 4 Agustus 2019 yang sempat menjadi isu nasional belakangan ini, biarlah itu memjadi ranah para ahli listrik di PLN atau di kampus-kampus.Â
Yang saya ingin bahas adalah bagaimana seorang awam atau seorang pemula dalam dunia kelistrikan memahami apa yang terjadi pada peristiwa tersebut dan pengetahuan teknis kelistrikan tambahan yang bisa diperoleh dan bermanfaat dikemudian hari.
Ini bukan tentang pohon sengon 1 triliun yang banyak dibicarakan itu ya, tapi lebih ke tentang Supply vs Demand dalam jagad dunia kelistrikan.
Sebelum kebahasan pokok saya ingin mengapresiasi semua pihak khususnya para pekerja PLN yang sangat berperan dalam proses recovery gangguan ditengah hujatan kekecewaan masyarakat. Tetap luruskan niat yang ikhlas ya, rekan-rekan PLN ..:)
Baiklah, kita mulai bahasan kita dengan mengetahui konsep dasar kelistrikan yang berhubungan dengan peristiwa Blackout listrik 4 Agustus 2019. Tulisan ini saya kutip dari blog pribadi saya listrik-praktis.com dengan judul "Belajar dari Blackout PLN 4 Agustus 2019"
1. Sistem Interkoneksi
Sistem interkoneksi adalah suatu sistem tenaga listrik yang terdiri dari beberapa pusat listrik (pembangkit) dan beberapa gardu induk (GI) yang saling terhubung (terinterkoneksi) antara satu dengan yang lain melalui sebuah saluran transmisi dan melayani beban yang ada pada semua gardu induk (GI) yang terhubung.
Pada sistem ini anda akan mengenal parameter listrik yang penting dan bisa disebut juga sebagai parameter sinkron yaitu sudut phasa, frekuensi dan tegangan harus sama dalam satu sistem interkoneksi.
Jika yang dimaksud pada bahasan ini adalah interkoneksi sistem 500KV berarti antar sistem interkoneksi harus memiliki parameter sinkron yang sama yaitu tegangan 500KV, frekuensi 50 Hz (frekuensi standar Indonesia) dan pergeseran sudut phase antar sistem pun harus sama (pada sebuah trafo, kesamaan shudut phase antar sistem sinkron indikatornya adalah vektor grup trafo yang sama).
Biasanya nilai tegangan sifatnya lebih variatif dan bersifat lokal bahwa tiap daerah memiliki sedikit perbedaan berdasarkan panjangnya jarak hantaran yang menimbulkan drop tegangan dan juga berdasarkan besarnya sifat beban induktif atau kapasitif pada suatu daerah beban.
Lain halnya dengan frekuensi yang sifatnya lebih global dalam sebuah sistem interkoneksi. Artinya besarnya frekuensi pada jaringan sistem interkoneksi akan terjaga tetap sama.
Untuk parameter sudut phase sudah tidak menjadi perhatian khusus pada bahasan ini karena sistem yang dibahas adalah sistem yang sudah terpasang dan teruji, pastinya pergeseran sudut phase tidak menjadi isu penting selama tidak ada proses instalasi komponen listrik baru dalam sebuah sistem interkoneksi existing.
Mari kita fokus pada parameter frekuensi saja, karena pada uraian selanjutnya saya akan mengajak anda menganalisa record data gangguan terhadap parameter tersebut sehingga menghasilkan kesimpulan yang jelas tanpa multi tafsir.
2. Transfer Daya
Pada sebuah sistem terinterkoneksi, akan dikenal istilah transfer daya. Daya merupakan besaran vektor yaitu besaran yang selain memiliki nilai juga memiliki arah. Dalam hal ini, daya yang dibicarakan adalah daya aktif yang satuannya adalah MW (Mega Watt) serta arahnya menuju kemana.
Artinya sisi Timur memiliki pembangkitan berlebih yang dayanya ditransfer ke sisi Barat atau bisa dibilang juga bahwa sisi Barat memiliki konsumen pemakai listrik yang lebih besar yang supply dayanya banyak ditransfer dari sisi Timur.
Untuk besaran daya yang ditransfer sementara tidak perlu dihiraukan dulu tetapi anda cukup memahami arah aliran daya saja yang ditandai arah panah pada gambar tersebut.
Konsepnya begini :
Jika anak panah dari tempat A menuju tempat B, maka indikasinya adalah tempat A dominan supply dibandingkan B.
Sebaliknya jika anak panah dari tempat B menuju tempat A maka indikasinya adalah tempat A dominan beban dibandingkan B.
Pahami dulu konsep ini ya, sebelum beranjak membaca uraian selanjutnya ..:) Jika sudah paham silahkan anda balik-bolak kata-katanya sesuai dengan keinginan anda, yang penting konsepnya sudah anda pegang.Â
Ini adalah sebuah klu atau konsep dasar penting yang harus dipahami agar bahasan saya mengenai analisa gangguan menjadi jelas tanpa miss persepsi.
3. Analisa supply dan demand
Supply (pembangkit) dan demand (beban listrik) adalah dua hal penting yang sangat diperhatikan dalam sistem interkoneksi. Para praktisi listrik dan pembangkit di PLN akan dengan mudah menyimpulkan ketidak normalan dalam sistem interkoneksi hanya dengan membandingkan kesesuaian antara supply dan demand lewat satu parameter listrik saja.
Parameter listrik yang menggambarkan ketidak sesuaian antara supply dan demand tersebut bisa dilihat dari sebuah nilai ukur yaitu frekuensi (Hz).
Apa sih frekuensi itu? Untuk pertanyaan ini dijawab dikesempatan lain saja ya...:), yang penting anda tahu dulu bahwa dalam sistem jaringan listrik terdapat parameter listrik yang bernama frekuensi dengan satuan Hertz (Hz) yang bisa menyimpulkan hubungan supply dan demand apakah baik-baik saja atau ada ketidak wajaran.Â
Dari hal ini anda tidak perlu lagi heran jika berkunjung ke kantor PLN atau ke Gardu Induk listrik, di ruang rapat, ruang kantor bahkan di lobi atau koridor kantor kadang kita akan menemukan display dari frequensi listrik actual real time untuk sistem interkoneksi yang bisa menjadi perhatian khusus.
Bagi anda yang belum mengerti, mungkin display frekuensi tersebut hanya bersifat hiasan ruangan saja tanpa nilai apapun. Tetapi bagi yang paham konsep frekuensi terhadap analisa supply dan demand seperti yang sekilas sudah saya jelaskan di uraian diatas, ini bisa menjadi informasi yang luar biasa berharga.Â
Saya tidak akan membahas bagaimana turunan rumus supply dan demand terhadap frekuensi, tetapi ada rumus praktis dari blog listrik-praktis ini yang harus sudah menjadi standar baku bagi setiap pelaku ketenagalistrikan, dimana standar baku ini sudah teruji secara praktis dan empiris. Langkah dalam memahami hal ini adalah sebagai berikut:
3.1 Pahami nilai frekuensi listrik standar yang berlaku untuk kelistrikan Indonesia
Standar nilai frekuensi dari jaringan listrik PLN adalah 50Hz dengan toleransi plus min 3 (biasanya ya, itu juga kalau tidak salah ..he.. silahkan cek aturan grid code PLN). Jika sudah keluar dari batas toleransi tersebut maka perlu adanya pengkondisian sistem sehingga nilai frekuensi tersebut terselamatkan kembali ke nilai normal.
Frekuensi bernilai 50Hz artinya sistem interkoneksi berada pada nilai ideal yaitu supply sama dengan demand. Rumusan nilai interkoneksi yang baik adalah supply = demand. Ya memang itu rumusnya.
Rumusan ini akan dicek oleh frekuensi dengan memberikan nilai 50Hz sebagai tanda bahwa sistem interkoneksi baik-baik saja, dan nilai diatas atau dibawah 50Hz jika salah satu pasangan antara supply atau demand ada yang terlalu dominan.
3.2 Pahami nilai frekuensi diatas nilai standar
Ketika nilai frekuensi diatas 50Hz atau lebih besar dari standar diluar toleransi, hal ini menyimpulkan sudah ada ketidaknormalan dalam sistem interkoneksi yang harus segera ditindak lanjuti.Â
Frekuensi yang tinggi diluar standar adalah indikasi bahwa nilai supply lebih besar dari pada demand atau bisa dibilang kelebihan pembangkitan dalam sistem interkoneksi.
Maka antisipasi dari kondisi ini adalah turunkan nilai pembangkitan sampai frequensi kembali normal. Penurunan nilai pembangkitan bisa berarti mematikan sebagian pembangkit atau menurunkan porsi produksi listrik pembangkit.
3.3 Pahami nilai frekuensi dibawah nilai standar
Ketika nilai frekuensi dibawah 50Hz atau lebih kecil dari standar diluar toleransi, hal ini menyimpulkan sudah ada ketidaknormalan dalam sistem interkoneksi yang juga harus segera ditindak lanjuti.Â
Frequensi yang rendahdiluar standar adalah indikasi bahwa nilai supply lebih kecil dari pada demand atau bisa dibilang kelebihan beban dalam sistem interkoneksi.
Maka antisipasi dari kondisi ini adalah turunkan nilai beban sampai frequensi kembali normal. Pada kondisi ini tentunya ada prosedur khusus yang bisa dilakukan untuk menurunkan beban dengan cepat misalnya dengan optimalisasi kinerja OLS atau over load shedding pada beban tertentu dengan urutan berdasarkan prioritas.Â
Dari bahasan transfer daya diatas kita bisa menyimpulkan bahwa kondisi yang terjadi pada sistem interkoneksi Pulau Jawa tersebut adalah tidak adanya pemerataaan antara supply dan demand antara sisi Barat dan sisi Timur.Â
Sisi Barat demand terlalu besar dibandingkan dengan ketersediaan supply didaerahnya, sedangkan sisi timur supply yang terlalu besar dibandingkan dengan demand yang ada didaerahnya.
Jika Sistem Barat dan Timur ini disatukan dalam sistem interkoneksi maka sinergi antara supply dan demand memang terjadi, tetapi ada dampak negatif yang bisa saja muncul salah satu contohnya adalah kejadian blackout PLN 4 Agustus 2019, dimana sistem Barat tidak bisa mempertahankan kondisinya.
4. Analisa gangguan
Nah... ini yang ditunggu-tunggu..., Tapi sayangnya dalam bahasan ini Anda tidak akan mendapatkan analisa gangguan yang komprehensip dan sistematik serta ilmiah sesuai harapan ..:)Â
Listrik-praktis hanyalah akan menganalisa gangguan blackout ini untuk para sobat kompasiana dari parameter dan sudut pandang sederhana didukung dengan konsep dasar listrik yang sudah dijelaskan diatas. (target pembaca tulisan ini memang para beginer pemula yang newbie masalah kelistrikan dan penasaran serta butuh sedikit pencerahan)
Sekali lagi saya tidak akan menjelaskan analisa gangguan yang sifatnya investigasi, biarkan hal tersebut menjadi ranahnya para ahli listrik di PLN atau di kampus-kampus.Â
Yang akan saya bahas hanyalah analisa gangguan berdasarkan record alat ukur sebagai pembuktian konsep dasar yang saya sampaikan diatas adalah sesuai terutama masalah frekuensi, demand dan supply.
Yup... Gambar diatas adalah menjelaskan tentang kondisi gangguan yang terjadi yang secara tidak langsung menggambarkan hubungan frekuensi, supply dan demand.
Garis biru menandakan frekuensi sisi Timur sedangkan garis hijau menandakan frekuensi sisi Barat. Sebelum ganguan frekuensi sisi Barat dan sisi Timur adalah sama, berhimpitan garis atau satu nilai yaitu 50Hz. Â
Pada saat gangguan terjadi yaitu terputusnya hubungan interkoneksi sisi Barat dan sisi Timur, terlihat frekuensi sisi Barat memisahkan diri dengan mengayun kebawah nilai standar. Sebaliknya frekuensi sisi Timur justru mengayun keatas nilai standarnya. Apa yang terjadi ??? Â
Kenapa frekuensi sisi Barat turun sedangkan frekuensi sisi Timur naik saat gangguan tersebut? yup... Jawabannya adalah sesuai dengan analisa supply dan demand yang telah dijelaskan pada uraian sebelumnya.
Sisi Timur merupakan daerah dominan Supply sehingga ketika terputus dari sisi Barat, yang terjadi adalah over supply atau devisit demand. Hal ini akan dibaca oleh parameter frekuensi dengan menunjukan nilai frekuensi diatas standar.
Terlihat pada gambar garis biru, bahwa saat setelah gangguan dengan terputusnya jalur listrik sisi Barat dan Timur, frekuensi sisi Timur mengalami lonjakan kenaikan tetapi langsung kembali stabil disatu nilai yang masih dalam rating toleransi.Â
Pada kondisi ini sistem kendali supply disisi Timur bekerja dengan baik yaitu menurunkan nilai pembangkitan mengikuti perubahan demand yang ada demi menjaga kualitas tingkat pelayanan mutu (TMP) yang di syaratkan.
Sedangkan sisi Barat merupakan daerah dominan demand atau dominan beban sehingga ketika terputus dari sisi Timur, yang terjadi adalah over demand (over load) atau devisit supply (devisit power) karena untuk demand di sisi Barat, sebagian supply power berada disisi Timur dan terputus.Â
Hal ini akan dibaca oleh parameter frekuensi dengan menunjukan nilai frekuensi dibawah standar. (baca lagi konsep supply demand diuraian sebelumnya ya...)
Terlihat pada gambar garis hijau bahwa saat setelah gangguan dengan terputusnya jalur listrik sisi Barat dan Timur, frekuensi sisi Barat mengalami lonjakan penurunan, kemudian beranjak menuju normal tetapi sistem jaringan keburu collapse dan blackout.
Frekuensi sisi Barat sempat beranjak naik sesaat setelah gangguan, menandakan bahwa sistem jaringan sisi Barat sudah melakukan proses load shedding pengurangan beberapa beban, tetapi  pada waktu dan kondisi yang sama terjadi pula pelepasan pembangkitan dalam skala yang cukup besar di sisi Barat yang jumlah kehilangan supplynya tidak bisa diimbangi dengan proses load shedding yang dirancang. Hal itu diindikasikan dengan penunjukan parameter frekuensi sisi Barat (garis hijau) yang semakin parah menuju nol Hz.Â
4. Jarak batas aman ROW sesuai permen ESDM
Bahasan ini menjadi bahasan terakhir sebagai tambahan pengetahuan karena hasil temuan dan data record menunjukan adanya pohon sengon yang menjulang tinggi menyentuh batas aman magnetik dari jalur SUTET tersebut.Â
Semoga ini jadi bahan pembelajaran semua pihak untuk bisa kontribusi aktif mengawasi dan menginformasikan jika terdapat pohon dibawah jalur SUTET sudah mendekati ketinggian sampai kedaerah medannya penghantar yang berpotensi gangguan jaringan listrik yang masif.
Demikian artikel singkat tentang belajar dari blackout PLN 4 Agustus 2019, semoga banyak yang bisa dipelajari dan semoga kejadian yang sama tidak terulang kembali.
Wassalam.
Sumber gambar :
file presentasi dengan judul "Presentasi Laporan Ggn SJB 20190804 Direksi .pdf"Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H