Mohon tunggu...
Suherman Juhari
Suherman Juhari Mohon Tunggu... Penulis - Kalau Bukan Kita Siapa lagi?Kalau Bukan Sekarang Kapan Lagi ?

Seorang Peneliti di Institute for Economic Research and Training (INTEREST) dan dosen Ekonomi yang memiliki semangat dan harapan untuk pendidikan Indonesia agar lebih baik

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Lika Liku Dunia Dosen dan Mahasiswa

25 Mei 2023   21:04 Diperbarui: 25 Mei 2023   21:10 289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sepertinya setiap orang harus merenungi betapa berbedanya dunia pendidikan sekarang ini dengan spirit yang dulu diperjuangkan. Bukan hanya pengajar, melainkan para mahasiswa juga harus mempertanyakan orientasinya, sejauh ini apakah sekolah karena memang ingin menjadi cerdas ataukah justru karena gengsi jika tidak berpendidikan?

Meskipun demikian dalam kasus pendidikan tinggi para mahasiswa betul-betul membutuhkan kehadiran dosennya agar dapat menyelesaikan pendidikannya dengan baik. 

Bukan apa-apa karena biaya pendidikan saat ini makin tinggi, sementara beasiswa pendidikan hanya mampu menjangkau beberapa saja, itupun syarat untuk meraih beasiswa juga sudah makin bertele-tele. 

Pemberian beasiswa juga terkesan hanya mengincar orang pintar untuk disekolahkan sedangkan orang bodoh tidak mungkin dapat beasiswa. Pendidikan sekarang ini tidak jauh dari sistem kapitalis yang kejam itu. 

Beragam standar dengan dalih sertifikasi kian mewarnai persyaratan memperoleh beasiswa.  Pendidikan sekarang ini akan menjadikan yang pintar semakin pintar, sedangkan sibodoh akan tetap bodoh yang tidak terlalu dibutuhkan di dunia pasca pendidikan selesai. 

Alhasil tenaga kerja yang lahir dari rahim perguruan tinggi tidak semua memiliki komptensi yang sama. Bagaimana tidak, kapitalisasi pendidikan sudah semakin mengikis peranan perguruan tinggi dalam mencetak kaum intelek yang siap bersaing di pasar tenaga kerja.

Belum lagi kompetensi tidaklah terlalu penting di pasar tenaga kerja. Apabila setiap calon tenaga kerja memiliki relasi ke dalam suatu instansi penyedia lapangan kerja itu akan jadi faktor penentu diterima atau tidaknya menjadi seorang pekerja. 

Praktik nepotisme masihlah jadi wajah industri saat ini. Tidak ada sepenuhnya persaingan yang benar-benar sempurna dalam meraih suatu pekerjaan. Itu adalah fakta yang tidak bisa dihilangkan. Budaya-budaya persaingan tidak sehat masih jadi praktik dibalik layar.

Kabar baiknya adalah saat ini Pendidikan Indonesia telah berbenah, program-program inovatif seperti Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (KEMDIKBUDRISTEK) telah membawa semangat baru bagi industri Pendidikan dan pasar tenaga kerja. 

Mahasiswa dituntut memiliki pengalaman sebelum lulus sehingga persyaratan administrasi pekerjaan yang membutuhkan syarat "perpengalaman" dapat dipecahkan. Sinergi antara berbagai pihak memang sangat diperlukan untuk menciptakan iklim Pendidikan yang berkualitas.

Kita boleh berharap bahwa MBKM ini adalah win-win solution atau jalan keluar dari fenomena dosen sibuk berproyek, mahasiswa malas belajar dan pasar tenaga kerja yang kian memiliki standar tinggi di Indonesia. semoga saja impelementasi MBKM tidak ikut berakhir dengan usainya masa jabatan presiden Joko Widodo di tahun 2024 nanti. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun