Mohon tunggu...
Suherman Juhari
Suherman Juhari Mohon Tunggu... Penulis - Kalau Bukan Kita Siapa lagi?Kalau Bukan Sekarang Kapan Lagi ?

Seorang Peneliti di Institute for Economic Research and Training (INTEREST) dan dosen Ekonomi yang memiliki semangat dan harapan untuk pendidikan Indonesia agar lebih baik

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Murid Vs Guru (Refleksi Moral Generasi Terkini)

7 Desember 2019   12:46 Diperbarui: 7 Desember 2019   13:02 255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dewasa ini bangsa Indonesia dihadapkan dengan problem yang kian rumit. Di saat terdapat pilihan menegakkan hukum secara tegas atau mempertahankan jasa pahlawan yang kian terlupakan hadirlah polemik baru yang cukup memalukan. Ya, belakangan ini cukup mengkhawatirkan.

Jika dahulu pada tahun 2000-an menyanyikan lagu hymne guru merupakan prosesi penghormatan bagi guru-guru, mungkin zaman sekarang makna itu mulai menghilang karena hukum telah mengikis hak-hak guru untuk dipuji dan dihormati.

Sebenarnya hukum tidak sejahat itu tapi masyarakat yang terlalu kaku membuat hukum ini meniadakan hak "penghormatan" kepada guru.

Masih hangat rasanya kasus dimana guru SMA dianiaya muridnya hingga tewas di daerah Sampang dan juga dari Guru Sekolah Dasar yang  dipenjarakan karena memberikan hukuman pada murid SD yang mengganggu teman-temannya saat belajar sholat.

Ada apa gerangan dengan negara kita ini?

Bukankah kata Soekarno bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai pahlawannya? Bukankah guru itu adalah pahlawan ? Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 78 Tahun 1994, setiap 25 November diperingati sebagai Hari guru Nasional.

Apakah mungkin mental dan fisik generasi bangsa sekarang ini semakin lemah atau justru hukum kita memang yang kian mudah dimanfaatkan sebagai senjata untuk memenjarakan orang baik?

Rasanya kasus memenjarakan guru ini tidak bisa dipandang sebagai sesuatu yang sederhana. Ini adalah sebuah kecelakaan dalam regenerasi keluarga. Bagaimana mungkin orang tua tega menunjukkan kepada anaknya betapa bangganya mereka memenjarakan guru yang merupakan pahlawan pendidikan?

Apakah tidak berpikir bahwa ke depannya anak yang dilindungi berlebihan itu akan terbiasa dengan "kemanjaan" yang dihadiahkan orang tuanya ? Hingga mungkin saja kedepannya anaknya akan lebih sering memenjarakan orang daripada belajar menerima kesalahan.

Saya masih teringat ketika tahun 2000an orang tua menitipkan kami kepada guru untuk dididik sekeras mungkin agar tidak menjadi generasi nakal yang membangkang. Dahulu orang tua kami tidak keberatan ketika ada bumbu kecil berupa kekerasan yang tidak berdampak besar bagi fisik kami. 

Semua itu demi pembentukan karakter dan sopan santun. Penciptaan rasa takut siswa kepada guru itu penting agar rasa hormat dan segan itu ada. Karena memang faktanya jarak umur antara guru dan muridnya itu sangat jauh. Tidak Ahsan rasanya jika anak SD sudah berani melawan Gurunya sendiri, apalagi nanti kalau sudah lulus SD.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun