Mohon tunggu...
suherman agustinus
suherman agustinus Mohon Tunggu... Guru - Dum Spiro Spero

Menulis sama dengan merawat nalar. Dengan menulis nalar anda akan tetap bekerja maksimal.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Guru Honorer dan Sekelumit Persoalannya

19 Februari 2021   11:46 Diperbarui: 19 Februari 2021   12:49 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apalagi selama pandemi ini, banyak guru honor di daerah yang mau tidak mau harus turun langsung ke rumah para siswa yang tidak memiliki media penunjang selama proses Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Fakta empirik seperti inilah yang mestinya diperhatikan secara khusus oleh pemerintah. Bahwasannya pemerintah harus memberikan upah yang layak kepada mereka sehingga  kebutuhan-kebutuhan hidup mereka setiap hari terpenuhi.

Kedua, rentan dipecat. Seperti nasib yang dialami oleh bu Hervina di atas bahwa guru-guru honor sangat mudah untuk diperlakukan secara tidak adil bahkan rentan untuk dipecat. Kenapa demikian? Ya karena tidak ada undang-undang khusus yang melindungi guru-guru honor. Sehinga ketika mereka mengalami ketidakadilan yang dilakukan oleh sekolah tempat dimana mereka mengabdi, mereka bersikap pasrah saja.

Di samping itu, alasan lain mengapa banyak guru honorer yang diperlakukan secara tidak adil, yakni karena mereka tidak berani bersuara. Mereka tidak berani menyampaikan persoalan ketidakadilan yang dialami ke media. Barangkali mereka takut kehilangan uang jika masalah tersebut harus diselesaikan melalui jalur hukum. Karena itu, mereka lebih memilih diam dan pasrah pada nasib.

Realita tersebut jelas bertentangan dengan konsep "merdeka belajar" ala Nadiem Makarim. Merdeka belajar, hemat penulis, bukan hanya terkait cara-cara terbaik dalam mendidik peserta didik. Bukan pula sebatas pencapaian nilai-nilai yang melampaui Kriteria Ketuntasasan Minimum (KKM). Namun, harus mencakup kemerdekaan dan kesejahteraan yang dirasakan oleh seluruh stakeholder.

Merdeka karena semua elemen merasakan kebahagiaan yang sama. Merdeka karena siswanya belajar dengan nyaman. Merdeka karena upah guru-gurunya mencukupi. Merdeka karena obe-obenya tidak mengeluh secara terus-menerus. Merdeka karena kepala sekolah bersikap adil, arif dan bijaksana terhadap seluruh lapisan di sekolah tersebut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun