Mohon tunggu...
suherman agustinus
suherman agustinus Mohon Tunggu... Guru - Dum Spiro Spero

Menulis sama dengan merawat nalar. Dengan menulis nalar anda akan tetap bekerja maksimal.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sesungguhnya Kemerdekaan Itu Milik Siapa?

8 Agustus 2020   01:03 Diperbarui: 8 Agustus 2020   01:20 263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Indonesiaku, kemerdekaan milik siapa? (Sumber: republika.co.id/Muhammad Adimaja)

Sebentar lagi kita akan merayakan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Negara Kesatuan Repoblik Indonesia (NKRI) yang ke-75. 

Kita lihat, umbul-umbul, hiasan-hiasan dan bendera merah putih mulai terpasang di mana-mana dan bahkan terpajang pada gang-gang sempit di Ibu kota negara, Jakarta. Pertanda bahwa masyarakat sangat antusias menyambut HUT NKRI tahun ini.

Perayaan ulang tahun kemerdekaan kali ini tentu saja berbeda dengan perayaan ulang tahun kemerdekaan di tahun-tahun sebelumnya. Pada tahun sebelumnya, upacara bendera dilakukan di daerah masing-masing dan melibatkan banyak orang. Sementara, kali ini upacara bendera disiarkan secara live streaming dan melibatkan orang-orang tertentu saja.

Aneka kegiatan dan perlombaan seperti: lomba makan krupuk, lomba panjat pinang, lomba lari karung, lomba tarik tambang dan jenis lomba lainnya yang seringkali dilaksanakan setiap kali HUT-RI terpaksa ditiadakan. 

Mengingat, COVID-19 masih merebak dan mengancam keselematan masyarakat. Apalagi, Jakarta masih berzona merah. Tentu saja sangat beresiko kalau perlombaan tersebut tetap diadakan, iya kan?

Antusiasme dan suka cita masyarakat dalam menyambut hari kemerdekaan tersebut merupakan hal yang sangat baik. Sebab, penderitaan dan penjajahan seperti yang dialami masyarakat ketika dijajah oleh Jepang dan Belanda, tak lagi dirasakan. Kini, masyarakat sudah merdeka dari segala bentuk penjajahan. Merdeka dari sistem kerja Rodi dan Romusha yang sungguh menyiksa itu.

Namun, apakah masyarakat sungguh merdeka?

Saya kira, kita semua sepakat bahwa hingga saat ini masih banyak masyarakat yang belum merasakan kemerdekaan itu. Dulu, sebelum merdeka tahun 1945, masyarakat menderita karena dijajah oleh Jepang dan Belanda. 

Namun kini, masyarakat menderita karena dijajah oleh orang-orang yang kuat secara ekonomi dan juga karena ketidakpedulian pemerintah. Pemerintah seringkali tidak berpihak pada masyarakat.

Faktanya, ribuan dan bahkan jutaan rakyat yang masih melarat dan kesulitan untuk mendapatkan makanan. Baik masyarakat yang berada di pedesaan maupun yang ada di perkotaan.

Banyak anak yang putus sekolah karena kondisi ekonomi keluarga tidak memadai. Masih banyak orang yang menjadi korban penindasan yang dilakukan oleh orang-orang kuat.

Kasus pelecehan seksual terhadap anak-anak usia dini masih kerap terjadi. Aksi bunuh diri masih sering diberitakan di media-media online. Kesenjangan antara orang miskin dan orang kaya masih terbuka lebar. Dan masih banyak persoalan kemanusiaan lainnya.

Lantas, kita semua bertanya: itu semua salah siapa? Apakah salah pemerintah? Atau barangkali kesalahan dan kelemahan masyarakat itu sendiri?

Kita perlu melihat secara objektif terhadap persoalan-persoalan tersebut. Sebab, tidak realistis juga kalau semua persoalan yang dialami oleh seluruh masyarakat di negeri ini, menjadi tanggung jawab pemerintah.

Saya kira, pemerintah tak cukup waktu untuk menyelesaikan semua masalah pokok yang dialami masyarakat di seluruh pelosok tanah air.

Benar bahwa pemerintah adalah aktor perubahan bagi masyakarat. Tapi, menurut hemat penulis, masyakat juga harus aktif dalam menyambut peruabahan tersebut. Dalam arti, masyarakat harus bekerja dan berjuang untuk mendapatkan ksejahteraan yang diimpikannya.

Tidak bisa kalau masyarakat dari Sabang sampai Merauke, hanya menunggu dan menerima Bantuan Langsung Tunai (BLT) atau Bantuan Sosial (Bansos) yang diberikan oleh pemerintah di masa pandemi COVID-19 ini.

Harus ada kerja sama atara masyarakat dengan pemerintah. Pemerintah juga harus bekerja keras untuk kebahagiaan masyarakat. Pemerintah harus bergerak ke bawah. Bertemu langsung dengan masyarakat. Seperti yang dilakukan oleh Presiden Jokowi ketika masih menjabat sebagai Wali Kota Solo dan Gubernur DKI, yakni blusukan.

Blusukan artinya, mengunjungi masyarakat kelas bawah, melihat situasi ril yang mereka alami. Menampung aspirasi dan mendengar segala keluh kesah yang mereka utarakan. Setelah itu, pemerintah berkewajiban untuk memenuhi tuntutan mereka. Bukan hanya mendengar, dan lalu berdiam.  Selesai.

Kembali ke pertanyaan awal, kemerdekaan itu sesunggunya milik siapa? Menurut penulis, kemerdekaan itu milik pemerintah dan kaum-kaum borjuis. Bukan milik masyarakat.

Kemerdekaan hanya dirasakan oleh partai-partai politik dan para politisi yang selalu ambisius dalam merebut kursi-kursi kekuasaan. Kemerdekaan itu adalah milik para para artis yang selalu disorak sorai ketika tampil dan bernyanyi di depan panggung publik.

Jadi, kemerdekaan dan keadilan sosial bagi seluruh masyarakat Indonesia (sila kelima), belum tercapai hingga kini. Padahal, negara ini sudah berusia 75 tahun. Usia negara ini semakin tua, tetapi kehidupan masyarakat bukannya semakin maju, tapi malah semakin mundur. Sekian dan terima kasih.

Selamat menyambut HUT RI ke-75

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun