Pemerintah masih menerapkan sistem Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) pada semester pertama tahun ajaran 2020/2021. Hal ini disebabkan masih tingginya grafik kenaikan jumlah korban Covid-19.
Pembelajaran jarak jauh ini memakai sistem Daring dan Luring. Terutama untuk daerah-daerah yang masih berzona merah. Misalnya di Depok, tempat di mana saya mengajar.
Saya kira pembaca sudah tahu apa itu sistem pembelajaran Daring dan Luring? Pembelajaran Daring (dalam jaringan) artinya proses pembelajaran atau tatap muka antara pengajar dengan peserta didik yang dilaksanakan secara online.
Pembelajaran sistem Daring ini dibantu dengan beberapa aplikasi, seperti Google Classroom, Google Meet, Edmudo dan Zoom. Sedang pembelajaran Luring (luar jaringan) artinya pembelajaran dengan memakai media, seperti televisi dan radio.
Baca juga : Optimalisasi Penggunaan E-Raport dalam Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) di SMP Negeri 2 Kota Bekasi
Kedua sistem pembelajaran ini mau tidak mau harus tetap dilakukan di tengah pandemi Covid-19. Sebab, tidak mungkin peserta didik dibiarkan libur panjang hingga coronavirus pergi. Lagi pula, kita tidak tahu kapan corona pergi dari negeri ini.
Setidaknya ada 3 kesulitan yang saya temukan dalam pembelajaran sistem Daring dan Luring antara lain:
Pertama, jaringan internet yang lemot. Sistem pembelajaran Daring dan Luring dapat berjalan efektif jika jaringan internetnya bagus. Sebaliknya, ketika jaringan internetnya jelek/buruk, maka secara otomatis proses Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) online pasti terhambat. Â
Belum lagi ada peserta didik yang membuat alasan yang mengada-ada. Artinya, banyak juga peserta didik yang mengatasmanakan jaringan jelek lalu mengurung niatnya mengikuti kegiatan pembelajaran online. Hal ini sangat mungkin terjadi. Apalagi Kepala Sekolah dan guru-guru tidak dapat mengontrol secara langsung keberadaan mereka di rumah.
Kedua, kuota internet terbatas. Orang tua yang terkena dampak Covid -19 pasti akan kesulitan untuk membeli kuota internet. Terutama orang tua yang secara ekonomi tidak memadai. Hal ini perlu dipikirkan secara matang oleh pihak sekolah dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Kasihan juga orang tua. Mereka sudah terbebani karena di-PHK oleh perusahaan, ditimpal lagi oleh beban keharusan membeli kuota internet.
Ketiga, KBM tidak efektif. Sistem pembelajaran Daring dan Luring tentu tidak seefektif pembelajaran di sekolah. Hal ini terjadi karena beberapa faktor. Misalnya pengurangan jam mengajar. Guru-guru yang biasanya mengajar 4 jam di sekolah, terpaksa hanya mengajar selama satu jam.
Baca juga : Teknik Pelaksanaan PAT Selama PJJ/BDR di Masa Pandemi Covid-19
Dampak lanjutnya, peserta didik akan kesulitan memahami materi yang banyak dalam waktu yang relatif singkat. Apalagi berhadapan dengan mata pelajaran program MIPA: Matematika, Fisika dan Kimia dan Biologi. Keempat pelajaran ini tentunya membutuhkan waktu yang cukup lama karena banyak penurunan rumus. Itu artinya, waktu satu jam sangat tidak cukup.
Dari ketiga kesulitan di atas mesti ada solusinya, baik dari pihak sekolah maupun pemerintah. Setidaknya ada 2 solusi yang saya tawarkan.
Pertama, bantuan pemerintah dan sekolah. Terkaitnya dengan orang tua yang kesulitan mendapatkan kuota internet, saya kira pemerintah perlu hadir dan bahkan memberikan suntikan dana. Maksudnya, pemerintah tidak hanya membuat regulasi dan kebijakan pembelajaran melalui sistem Daring dan Luring di setiap sekolah.
Akan tetapi, pemerintah mau tidak mau harus menyediakan anggaran khusus untuk pembelian kuota internet bagi peserta didik yang orang tuanya tidak mampu.
Demikian juga sekolah. Perlu ada bantuan khusus bagi orang tua yang secara ekonomi tidak mampu. Terlebih lagi untuk peserta didik yang orang tuanya terkena dampak corona. Semisal di-PHK oleh perusahaan, tempat di mana mereka mencari nahkah.
Kedua, perihal KBM yang kurang efektif. Sekolah dan para staffnya perlu menemukan cara tersendiri agar materi yang dipelajari sebisa mungkin dapat dipahami oleh peserta didik. Entah bagaimana pun caranya.
Tidak harus memaksa peserta didik untuk memami materi pembelajaran secara 100 %, 50-70 % saja sudah cukup. Setidaknya mereka tetap memahami materi yang sedang dipelajari.
Baca juga : Meminimalisir Ketergantungan Gadget Dampak PJJ Saat Pandemi, PMM 90 Bangun Pos Literasi untuk Siswa
Sistem Daring dan Luring ini akhirnya menuntut kita untuk kreatif dalam mendidik peserta didik. Sebagai guru, kita perlu bangkit dari cara-cara mengajar yang sudah lama dan membusuk.
Zaman yang kian berubah memaksa kita juga untuk terus berubah. Termasuk memakai cara-cara baru (menggunakan aplikasi Daring dan Luring) dalam mendidik. Sehingga peserta didik pun akan dengan mudah memahami apa yang kita ajarin. SEKIAN
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H