Setelah enam bulan berobat, saya merasa ada sesuatu yang janggal. Saya penasaran dengan salah satu obat yang diberikan dokter untuk meredakan jantung berdebar. Suatu hari, saya bertanya pada teman saya, Ela, yang bekerja di rumah sakit. "La, ini obat apa?" tanyaku. Dengan santai, Ela menjawab, "Itu obat penenang, Bro."
Jawaban itu membuat saya terkejut. Jadi selama ini, saya hanya diberi obat penenang untuk mengatasi gejala, bukan untuk menyembuhkan akar masalahnya? Rasa kecewa sempat muncul, tetapi saya coba untuk tidak terlalu larut. Setelah menjalani pengobatan selama enam bulan, saya memutuskan untuk berhenti berobat ke rumah sakit dan mencari cara lain untuk menyembuhkan diri.
Beralih ke Pengobatan Alternatif
Langkah berikutnya adalah mencoba berbagai metode pengobatan alternatif. Saya mencoba bekam, minum herbal, hingga berkonsultasi dengan terapis-terapis yang katanya berpengalaman. Namun, hasilnya nihil.
Bahkan, pengobatan alternatif ini sering kali membuat saya semakin stres. Mengapa? Karena beberapa terapis memberikan vonis yang menakutkan, seperti "jantung bocor," atau "ginjal bermasalah." Kata-kata ini membuat pikiran saya semakin kalut, dan gejala GERD semakin sering muncul.
Selain itu, saya ingin memberikan peringatan penting kepada siapa pun yang sedang mempertimbangkan pengobatan alternatif. Tidak semua orang yang mengaku sebagai terapis benar-benar memiliki keahlian murni sebagai terapis. Beberapa di antaranya hanyalah dukun yang mengatasnamakan terapi. Ini bukan hanya berisiko pada kesehatan fisik, tetapi juga berbahaya bagi akidah kita sebagai seorang muslim.
Sebagai saran, jika Anda ingin mencoba pengobatan alternatif, saya merekomendasikan bekam saja. Bekam adalah terapi yang sesuai dengan sunnah Nabi Muhammad
 dan dapat dilakukan di tempat yang terpercaya. Jangan sampai karena putus asa, kita malah terjerumus pada hal-hal yang tidak sesuai dengan ajaran agama.
Perenungan dan Titik Balik
Di tengah semua kekacauan ini, saya akhirnya mengambil waktu untuk merenung. Apa sebenarnya yang salah dalam hidup saya? Apa yang menjadi pemicu utama dari semua ini? Dalam momen-momen perenungan itu, saya merasa ada sesuatu yang ingin sampaikan.
Saya mulai menyadari bahwa masalah ini bukan hanya soal fisik, tetapi juga tentang bagaimana saya memandang hidup. Ini bukan hanya soal GERD, tetapi tentang hati dan pikiran yang selama ini tidak saya jaga dengan baik.