Mohon tunggu...
Suherman
Suherman Mohon Tunggu... Lainnya - Sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain.

Rakyat Biasa yang Hobi Membaca dan Mengamati

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Di Balik Layar Video

17 Desember 2024   17:38 Diperbarui: 17 Desember 2024   17:45 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seorang Pengidap Downsindrome yang Dikunjungi Tiktoker Source: Koleksi pribadi


Belakangan ini, media sosial kita seperti penuh sesak dengan video-video yang mengangkat cerita kesulitan hidup seseorang. Mulai dari kakek tua yang jualan di pinggir jalan, pedagang kecil yang dagangannya tak laku, hingga orang dengan keterbatasan fisik atau mental seperti pada gambar yang ramai beredar. Salah satu konten terbaru adalah seorang TikTokers yang mengunjungi seorang penyandang sindrom Down, merekam momen haru tersebut, dan kemudian video itu viral---jutaan views, puluhan ribu komentar.

Banyak dari kita mungkin bertanya-tanya: "Ini niat bantu, atau cari perhatian?" Apakah kamera dan sorotan perlu selalu hadir ketika membantu sesama? Nah, inilah diskusi yang terus memancing pro dan kontra. Walaupun sisi negatifnya begitu jelas, ternyata ada juga sisi positif yang mungkin belum banyak kita sadari.

1. Menjadi Inspirasi bagi Banyak Orang

Video-video seperti ini seringkali mampu membuka mata banyak orang tentang realita di sekitar mereka. Tidak semua orang peka terhadap kesulitan orang lain, apalagi di era di mana hidup kita lebih sering terfokus pada scrolling media sosial tanpa arah. Saat melihat konten seperti ini, sebagian orang jadi lebih peduli, lebih ingin membantu, atau sekadar menjadi lebih bersyukur atas hidup yang dijalani.

Misalnya, setelah video seorang kakek penjual es teh viral, masyarakat berbondong-bondong membantu beliau. Terkadang satu video saja bisa menggerakkan hati ribuan bahkan jutaan orang untuk ikut menyumbang, membeli dagangan, atau mengulurkan tangan.

Seorang Pengidap Downsindrome yang Dikunjungi Tiktoker Source: Koleksi pribadi
Seorang Pengidap Downsindrome yang Dikunjungi Tiktoker Source: Koleksi pribadi

2. Menggalang Solidaritas Sosial

Dalam dunia yang kerap terasa individualis, video bantuan semacam ini mampu membangun solidaritas sosial. Ketika seseorang melihat ada orang yang hidupnya penuh keterbatasan tetapi masih berjuang, ada dorongan untuk ikut bergerak membantu. Bahkan, ini bisa memicu aksi kolektif: "Kalau dia bisa membantu, kenapa kita tidak?"

Bayangkan jika video itu tak pernah diunggah---mungkin bantuan itu hanya datang dari satu orang saja. Namun ketika viral, ada ratusan bahkan ribuan tangan lain yang ikut turun tangan. Berkat kekuatan digital, sekecil apa pun bantuan bisa berarti besar.

3. Menyoroti Isu-isu yang Sering Terabaikan

Salah satu hal positif dari konten seperti ini adalah munculnya perhatian pada isu-isu yang selama ini "tersembunyi." Kisah-kisah penyandang disabilitas, lansia yang hidup sebatang kara, atau keluarga miskin yang tak tersentuh bantuan pemerintah akhirnya mendapat sorotan.

Dalam kasus seorang penyandang Down syndrome seperti di gambar, publik jadi lebih memahami kondisi tersebut. Ada edukasi tersirat bahwa mereka juga berhak mendapat kehidupan yang layak, perlakuan yang setara, serta kasih sayang dari lingkungan sekitar.

4. Memberi Motivasi bagi Orang Lain

Meskipun sering diwarnai air mata, konten-konten seperti ini kadang punya sisi ceria yang memberi semangat. Cerita tentang perjuangan seseorang yang tak kenal lelah sering kali membakar semangat penonton. Seseorang yang sedang merasa putus asa bisa saja mendapatkan motivasi hidup dari cerita yang ia tonton. Misalnya, seorang penyandang keterbatasan mental yang masih bisa bekerja dan produktif akan memicu refleksi: "Saya yang sehat saja masih malas, kok bisa ya?"

Tantangan di Balik Niat Baik

Meski memiliki banyak sisi positif, kita tidak bisa menutup mata terhadap sisi gelap dari konten semacam ini. Banyak orang merasa bahwa eksploitasi kesusahan orang lain demi konten adalah sesuatu yang salah secara etis. Apalagi jika niat membantu justru menjadi sekadar "bahan jualan" untuk meraih popularitas.

Di sinilah letak tantangannya: niat baik harus dibarengi dengan cara yang tepat. Tanpa menafikan peran kamera, semestinya empati dan rasa kemanusiaan lebih menonjol dibanding sekadar mengejar angka views atau like.

Kembali ke Hati Nurani

Sebagai penonton, tugas kita adalah memandang video-video ini dengan bijak. Jangan hanya berfokus pada kontroversi, tapi ambil sisi positifnya. Apakah itu inspirasi, solidaritas, atau sekadar dorongan untuk menjadi pribadi yang lebih peka terhadap lingkungan sekitar.

Bagi kreator konten, perlu ada kesadaran lebih dalam bahwa bantuan yang tulus tidak selalu butuh kamera. Jika pun kamera harus hadir, pastikan bahwa inti ceritanya bukan sekadar "jualan empati," melainkan benar-benar membawa perubahan nyata bagi yang dibantu.

Seperti kata pepatah, "Memberi itu tidak selalu terlihat, tapi dampaknya akan selalu terasa." Semoga konten yang viral tidak sekadar "menjual kesusahan," melainkan menjadi jembatan kebaikan bagi lebih banyak orang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun