Ketika saya mengutarakan niat untuk kembali merantau ke Kampung Inggris Pare. Banyak sekali teman bahkan guru saya yang menitipkan pesan yang cukup nyentrik terkait stigma yang melekat kepada tempat yang akan saya tujuh, yakni "Pare Jahat".Â
Sayapun bertanya-tanya mengapa stigma ini melekat sekali ke daerah ini, hingga demi untuk memuaskan rasa penasaran saya, saya telusuri berbagai situs yang ada di internet untuk mencari-cari jawaban atas rasa penasaran saya terkait stigma tadi.
Pare sendiri merupakan sebuah daerah kecil yang terkesan ingin menjelma menjadi kota metropolitan, di mana banyak sekali brand/merek besar mulai menginvasi tempat ini seperti Janji Jiwa, Belikopi, Es Teh Indonesia, Mixue, bahkan kedai mie yang sedang viral atas kontroversinya belakangan ini yakni Mie Gacoan pun sudah hadir di tempat ini.Â
Pare juga merupakan bagian dari Kabupaten Kediri yang dimana Pare ialah nama dari sebuah kecamatan kecil. Meskipun terasa berkembang dibidang perekinomiannya, Pare tetaplah Pare yang dimana seringkali diidentikan dengan nama Kampung Inggris, dimana orang lebih mengenal dengan sebutan Kampung Inggris ini ketimbang dengan Pare itu sendiri.Â
Saya pun tidak ingin munafik, karena saya pertama kali tau tempat ini ialah Kampung Inggris ketimbang Pare. Dapat dimaklumin karena Kampung Inggris memang menjadi suatu pusat perhatian Nasional, bahkan sampai Internasional. Bahkan tak sedikit Bule yang datang ke tempat ini bukan hanya untuk menjadi penambah daya tarik akan tetapi ada juga yang menjadi pengajar di tempat ini.
Di samping dari cerita tentang pesatnya perkembangan yang dialami oleh Pare tadi, ternyata tempat ini khususnya ialah Kampung Inggris sendiri memeliki cerita dan juga setigma yang disematkan tempat ini, entah oleh siapa dan juga stigma ini berkesan sangat melekat pada tempat ini.
1. Orang Pare jago Bahasa Inggris
Stigma yang pertama ialah Orang Pare jago Bahasa Inggris. Jujur saja stigma ini adalah stigma yang pertama kali tertanam di kepala saya, di mana ketika saya masih dibangku Sekolah Menengah Pertama, banyak sekali orang yang saya kenal dan juga kebetulan pernah menimbah ilmu di Kampung Inggris selalu berkata bahwa disana itu semuanya harus menggunakan Bahasa Inggris, baik di tempat kursusnya maupun di warung-warung penjajah makanan dan kebutuhan lain sebagainya.Â
Anggapan ini lahir ternyata tak bisa dilepaskan dari kehadirannya Kampung Inggris di sini. Anggapan lainya ialah warga Pare yang notabenya merupakan warga local yang bangga dengan terkenalnya Kampung Inggris sehingga mereka dianggap akan belajar Bahasa Inggris karena terkenalnya daerah ini.
Akan tetapi hal ini bertentangan dikarenakan tidak semua warga Pare yang pandai dalam berbahasa Inggris. Selain hal tersebut, tidak semua warga yang tetap bertahan menetap di daerah ini, ada juga beberapa warga yang memilih keluar dari daerah ini dan merantau ketempat lain dengan harapan dapat memperbaiki kehidupan menjadi lebih baik, baik dari segi finansial maupun lain sebagainya.
2. Fakta terkait Kampung Inggris
Satu hal yang saya ketahui sebelum saya sampai ke Pare Kampung Inggris ialah bahwa seluruh Pare merupakan Kampung Inggris. Namun kenyataanya ialah ketika saya sampai di sana cukup mengejutkan bahwa ternyata Kampung Inggris ini sebenarnya terletak di Desa Tulungrejo yang di mana merupakan salah satu desa yang berada pada kecamatan Pare.Â
Dari sinilah menjadi fakta bahwasanya Kampung Inggris ini memang lebih popular dan terkenal ketimbang tempat yang menaunginya, yang jelas setelah hadirnya Kampung Inggris di Desa ini menjadi keberkaha tersendiri bagi Masyarakat sekitar, hal ini lah yang menjadi point utama dari berkembangnya perekonomian di daerah sini.
Di luar Kampung Inggris pun, nyatanya Pare juga di kenal dengan Kampung Bahasa, dikarenakan bukan hanya hadirnya Kampung Inggris sebagai cikal bakal berkembangnya Kecamatan Pare ini, melainkan lahir pula beberapa kursusan yang melatih skill kebahasan seseorang, seperti terlahirnya Kampung Arab yang berada di desa Pelem.Â
Di luar melatih skill Bahasa saja yang ada di Kampung Inggris pare ini, namun ada juga kursusan lain seperti pelatihan Komputer, dan juga pengkajian ulang Kitab Kuning yang ada di Pare ini.
3. Pare Jahat
Stigma yang terakhir ini ialah Pare Jahat. Pertama kali saya mendengar hal ini ialah ketika teman-teman dan guru saya mewanti-wanti saya bahwa ketika saya sudah yakin dan memantapkan diri untuk merantau dan menimbah ilmu di tempat ini adalah "Hati-hati ya mas di sana, Pare Jahat soalnya".Â
Setelah mendengar hal inilah saya menjadi penasaran kenapa dan bagaimana bisa stigma Pare Jahat ini Bisa muncul. Saya pun ketika sudah sampai dan berkenalan dengan orang baru di tempat ini, saya memberanikan diri untuk melontarkan sebuah pertanyaan kepada beberapa teman saya itu. "Eh, kenapa si Pare sampe bisa dibilang Jahat?"
Dari beberapa pengakuan teman-teman saya tadi, beberapa diantaranya itu berpendapat bahwa stigma ini muncul dikarenakan kisah cinta atau asmara yang hanya sementara dialami oleh mereka yang datang ketempat ini dengan niat untuk belajar.
Akan tetapi dengan dalih untuk mencari teman belajar bersama ini, biasanya mereka yang sebenarnya sudah memiliki pasangan di kota asalnya akan tetapi didasari dengan kesepian dikarenakan harus LDR dengan kekasihnya itu, mereka akhirnya mendekati teman yang juga sama-sama sedang belajar di Kampung Inggris ini.Â
Selepas itu, mereka akan kembali lagi ke kota asalnya dan juga meninggalkan "Teman Dekat" mereka beserta dengan kenangan pahitnya di sini. Akan tetapi tak jarang juga yang melanjutkan hubungan mereka yang di sini dan meninggalkan kekasihnya di kota asal mereka untuk menuju ke jenjang yang lebih serius. Hal ini lah yang menjadi penguat stigma bahwa kota ini jahat.
Namun ada beberapa teman saya yang lain berpendapat lain juga terkait stigma ini. Mungkin dikarenakan niat tulus ia yang pergi merantau ke tempat ini untuk mencari ilmu pengetahun, atau mungkin juga karena belum merasakannya.
Ia berpendapat bahwa stigma pare jahat ini dikarenakan ketidak telitinya seseorang dalam memilih tempat kursus sehingga apa yang ia harapkan tidak sesuai dengan kenyataanya, atau juga dikarenakan tidak cocoknya seseorang dengan tutor yang mengajarnya dalam pembelajaran Bahasa Inggris tadi sehingga memberikan kesan bahwa Pare itu jahat tidak seindah bayangannya.
Namun dari dua pendapat yang tadi saya jabarkan di atas, mematik satu pemahan baru untuk saya atas stigma yang terbangun terkait "Pare Jahat" itu sendiri, di mana dalam pandangan saya selepas mendengar pernyataan dari teman-teman saya tadi, saya menyimpulkan bahwa sebenarnya yang jahat itu ialah kami, bukan Pare-nya.Â
Di mana kami yang terlalu mengloravikasi perasaan masing-masing sehingga menciptakan pahitnya perasaan yang kita sandarkan ke wilayah tersebut dikarenakan ketidak-dewasan kita dalam mengakui kesalahan kita sendiri itu. Karena Pare hanya tentang letak Geografis dan Administrasi semata, tentang prahara di dalamnya maka akan kembali lagi kepada diri kita masing-masing.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H