Ide Trump Beli Greenland: Ambisi Geopolitik Apa?
Dr.-Ing. Suhendra (Pemerhati Sosial-Budaya dan Teknologi Eropa)
Bila kita ucapkan kata tentang Denmark, apa bayangan kita semua? Mayoritas dari kita terasosiasi dengan Viktor Axelsen, IKEA dan negara makmur dengan kota-kota bersih. Meski Bahasa Nasionalnya adalah Danks (Bahasa Denmark), tetapi bahasa Inggris umum dipakai sehari-sehari. Anak-anak taman kanak-kanak sudah terbiasa bercakap dengan guru dalam Bahasa Inggris. Beberapa kali Saya ke Kopenhagen, entah karena bisnis atau mengunjungi kawan. Dari Jerman saya pernah naik mobil beberapa kali melalui Flensburg ke Aabenraa dan Snderborg atau dari Hamburh naik Kereta ke Kopenhagen.
Orang-orangnya tenang dan sopan. Di Denmark Selatan mereka antusias menerima pertanyaan orang asing sekedar bertanya arah perjalanan. Orang-orang Denmark dikenal dengan sikap psikologis mereka yang tenang, rasional, dan berorientasi pada kesejahteraan sosial, tetap saja harus bersikap tegas terhadap statement Donald Trump yang menyatakan ingin membeli Greenland pada tahun 2019. Pun saat ini, ide tersebut kembali muncul.
Denmark melihat pernyataan Trump bukan hanya sebagai sesuatu yang tidak realistis, tetapi juga sebagai tindakan yang meremehkan kedaulatan mereka serta hubungan historis dengan Greenland sebagai wilayah otonom. Respons dari pemerintah Denmark dan masyarakatnya sebagian besar didasarkan pada prinsip rasionalitas dan diplomasi, menunjukkan bahwa mereka tidak mudah terpancing oleh retorika sensasional, tetapi tetap teguh dalam mempertahankan hak dan integritas teritorial mereka tanpa perlu bereaksi secara emosional atau berlebihan.
Trump dan Keinginannya atas Greenland
Dalam dinamika politik internasional, tidak ada yang terlalu mengejutkan dari Donald Trump. Namun, ketika nama Trump kembali mengemuka dengan ide membeli Greenland, dunia sejenak terdiam. Trump telah berulang kali mengungkapkan ketertarikannya pada Greenland, pulau terbesar di dunia yang saat ini merupakan wilayah otonom Denmark. Dengan populasi sekitar 56.000 jiwa, Greenland memiliki posisi strategis di Arktik dan kaya akan sumber daya alam seperti mineral langka dan energi terbarukan. Ambisi Trump didukung oleh keinginan untuk memperkuat pengaruh AS di kawasan yang kini menjadi medan persaingan global, terutama melawan Rusia dan China.
Pada 2019, ide Trump untuk membeli Greenland sempat ditolak mentah-mentah oleh Perdana Menteri Denmark, Mette Frederiksen, yang menyebut gagasan itu "absurd". Namun, Trump tampaknya tidak menyerah. Baru-baru ini, ia kembali mengangkat isu ini dengan alasan "melindungi Greenland dari kolonialisme Denmark" dan menjanjikan kesejahteraan bagi penduduknya. Taktik ini memperlihatkan upaya Trump untuk memposisikan dirinya sebagai pemimpin besar yang mampu memperluas wilayah AS, mirip dengan pembelian Alaska pada abad ke-19.
Reaksi Denmark dan Greenland
Denmark, yang memberikan subsidi tahunan sekitar 550 juta kepada Greenland, jelas tidak berniat melepas wilayah strategis ini. Selain nilai ekonominya, Greenland juga memiliki signifikansi geopolitik yang besar. Pemerintah Denmark telah memperkuat kehadiran militernya di Greenland dan menegaskan pentingnya pulau tersebut sebagai bagian dari kerajaan mereka. Bahkan, Raja Frederik memasukkan simbol Greenland ke dalam desain baru lambang negara sebagai pesan simbolis bahwa Greenland adalah bagian tak terpisahkan dari Denmark.
Namun, di sisi lain, isu ini juga memperkuat perdebatan internal di Greenland tentang kemerdekaan dari Denmark. Dalam pidato tahun barunya, Perdana Menteri Greenland, Mte B. Egede, menyerukan langkah konkret menuju kemerdekaan. Sentimen ini didorong oleh sejarah panjang penjajahan dan eksploitasi yang masih membekas di ingatan kolektif rakyat Greenland.
Banyak pihak menilai ambisi Trump lebih dari sekadar kepentingan geopolitik. Profesor Thomas Jger dari Universitas Kln menyebut bahwa Trump kemungkinan ingin mencatatkan dirinya dalam sejarah sebagai presiden yang memperluas wilayah AS secara signifikan. Hal ini menjadi bagian dari upayanya membangun citra sebagai pemimpin visioner dan besar.
Namun, langkah ini bukan tanpa risiko. Kebijakan sepihak yang memaksakan akuisisi Greenland dapat merusak hubungan AS dengan sekutu Eropa, terutama Denmark, dan menciptakan ketegangan baru di kawasan Arktik yang sudah penuh persaingan. Rusia dan China, yang juga memiliki kepentingan besar di wilayah tersebut, kemungkinan besar tidak akan tinggal diam.
Greenland: Masa Depan yang Tidak Pasti
Bagi Greenland, perdebatan ini membuka peluang sekaligus tantangan. Di satu sisi, meningkatnya perhatian internasional terhadap pulau ini dapat mempercepat agenda kemerdekaan. Namun, di sisi lain, ketergantungan ekonomi pada Denmark dan keterbatasan infrastruktur menjadi hambatan besar untuk berdiri sendiri.
Pilihan antara tetap bersama Denmark, menjadi bagian dari AS, atau meraih kemerdekaan akan menjadi topik hangat dalam politik Greenland ke depan. Bagaimanapun, geopolitik Arktik yang kian memanas menjadikan Greenland pusat perhatian dunia, dan masa depannya akan terus menjadi perdebatan sengit di antara kekuatan-kekuatan global.
Donald Trump mungkin melihat Greenland sebagai mahkota untuk ambisi politiknya, tetapi bagi rakyat Greenland, ini adalah soal hak untuk menentukan nasib sendiri di tengah permainan catur geopolitik yang rumit.
Pelajaran untuk Indonesia
Kasus Donald Trump yang ingin membeli Greenland membuka wawasan tentang bagaimana negara harus bersikap dalam menghadapi tekanan geopolitik dari kekuatan besar. Denmark, dengan sikap tenangnya, tetap tegas mempertahankan kedaulatan dan integritas wilayahnya tanpa terprovokasi oleh retorika politik internasional. Ada beberapa pelajaran penting yang bisa diambil oleh Indonesia dari kasus ini, terutama terkait kedaulatan, geopolitik, dan kebijakan luar negeri.
Indonesia, sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, memiliki banyak wilayah strategis yang bisa menjadi incaran kepentingan asing. Greenland memiliki posisi penting di Arktik, sama seperti Natuna, Papua, dan pulau-pulau terluar Indonesia yang kaya sumber daya alam dan strategis secara militer. Pemerintah Indonesia harus tetap waspada terhadap kemungkinan intervensi asing yang dapat mengancam kedaulatan wilayahnya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI