Mohon tunggu...
Dr Ing. Suhendra
Dr Ing. Suhendra Mohon Tunggu... Dosen - Konsultan, technopreneur, dosen, hobby traveller

Tinggal di Jogja, hoby travel dan baca. Sehari-hari sebagai konsultan, dosen dan pembina beberapa start-up

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Artikel Utama

Tantangan Harga, Infrastruktur, Efisiensi dan Isu Lingkungan Mobil Listrik: Belajar dari Jerman

10 Desember 2024   20:56 Diperbarui: 11 Desember 2024   03:39 834
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi proses charge mobil listrik Hyundai Ioniq(KOMPAS.com/Ruly)

Tantangan Infrastruktur

Di luar pabrik, tantangan lain juga mengintai. Infrastruktur pendukung untuk mobil listrik, seperti jaringan stasiun pengisian daya, masih jauh dari memadai. Banyak konsumen ragu untuk beralih karena takut tidak bisa mengisi daya kendaraan mereka dengan mudah, terutama di daerah-daerah yang belum memiliki akses listrik yang stabil.

Masalah ini menyoroti perlunya pendekatan yang lebih holistik, di mana transisi teknologi tidak hanya berfokus pada kendaraan itu sendiri, tetapi juga ekosistem di sekitarnya.

Ironisnya, isu lingkungan yang menjadi pilar utama mobil listrik juga menjadi salah satu kelemahan terbesarnya. Proses produksi baterai lithium, yang menjadi inti kendaraan listrik, melibatkan penambangan besar-besaran yang merusak lingkungan. 

Wilayah seperti Chili dan Bolivia, yang kaya akan cadangan lithium, menghadapi ancaman pengurasan sumber daya air dan kerusakan ekosistem. Selain itu, proses manufaktur baterai menghasilkan emisi karbon dalam jumlah besar, menyamai emisi mobil berbahan bakar fosil dalam beberapa tahun pertama penggunaannya.

Paradoks ini semakin diperburuk oleh fakta bahwa sebagian besar listrik yang digunakan untuk mengisi daya mobil listrik dihasilkan dari bahan bakar fosil. Di banyak negara, ketergantungan pada batubara dan gas alam mengurangi dampak positif lingkungan yang seharusnya diberikan oleh kendaraan ini. Lebih jauh lagi, kurangnya infrastruktur untuk mendaur ulang baterai memperbesar masalah limbah beracun yang dapat mencemari tanah dan air jika tidak dikelola dengan baik.

Masalah-masalah ini mengingatkan kita bahwa mobil listrik bukanlah solusi instan. Dalam beberapa kasus, total emisi dari siklus hidup mobil listrik bahkan dapat menyamai, atau melampaui, kendaraan konvensional. Namun, ini bukan alasan untuk menyerah. Sebaliknya, ini adalah seruan untuk berpikir lebih dalam dan bertindak lebih cerdas. Inovasi teknologi harus terus didorong, terutama dalam hal baterai yang lebih efisien, ramah lingkungan, dan mudah didaur ulang. Infrastruktur energi terbarukan juga harus diperluas agar mobil listrik benar-benar dapat berjalan dengan daya yang bersih.

Pengalaman Jerman adalah pelajaran berharga bagi dunia. Ia mengajarkan bahwa transisi teknologi besar-besaran memerlukan perencanaan matang, dukungan ekosistem yang holistik, dan, yang paling penting, kesabaran. 

Mobil listrik mungkin bukan jawaban akhir, tetapi mereka adalah langkah penting menuju masa depan yang lebih baik. Dengan komitmen kolektif, tantangan ini dapat diubah menjadi peluang, dan visi transportasi berkelanjutan tidak hanya menjadi mimpi, tetapi kenyataan.

Paradoks Ramah Lingkungan Menjadi Barang Mewah

Mobil listrik, dengan teknologi canggih dan janjinya untuk masa depan yang lebih hijau, tampak seperti jawaban yang sempurna untuk tantangan transportasi modern. Namun, di balik kemilau keberlanjutan, muncul kenyataan pahit bahwa kendaraan ini sering kali menjadi simbol eksklusivitas, jauh dari jangkauan masyarakat umum.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun