Indonesia merupakan salah satu negara pertanian terbesar di Asia Tenggara. Berdasarkan data Biro Pusat Statistik (BPS) Tahun 2018 menyebut luas lahan baku sawah terus menurun. Saat ini luas lahan tinggal 7,1 juta hektar, turun dibanding Tahun 2017 yang masih mencapai 7,75 juta hektar.
Sarjiya Antonius Peneliti Pusat Penelitian Biologi LIPI, asal Kulonprogo ini, memiliki cita-cita untuk memajukan dan mensejahterakan petani lewat hasil penelitiannya. Sarjiya (2020) berpendapat dampak praktek pertanian saat ini semakin punahnya agen biokontrol dan serangga penyerbuk. Akibatnya, terjadi ledakan hama dan penyakit, tanaman menjadi semakin rentan terhadap hama dan penyakit, produktivitas lahan semakin turun, semakin menambah biaya saprodi, hilangnya kearifan lokal pembuatan pupuk organik.
Tujuan penggunaan Pupuk Organik Hayati (POH) yakni menurunkan penggunaan pupuk kimia, meningkatkan masukan nitrogen ke tanah melalui proses penambatan nitrogen dan perombakan biomas, meningkatkan ketersediaan nutrisi bagi tanaman dan meningkatkan kemampuan akar menyerap nutrisi.
Pola pikir petani harus diperbaharui dan keterampilan dalam pembuatan POH harus dibekali, didampingi dan menjadi mandiri. POH sangat terjangkau kalau bisa dibuat di tempat secara mandiri . Diseminasi, pelatihan dan alih teknologi terhadap teknologi mikroba agen POH sangat pelik dan tidak mudah. Maka perlu sosialisasi dan pembekalan kepada petani.
Dengan memperhatikan potensi sumber daya alam dan jenis komoditi/tanaman yang dapat tumbuh berkembang di Desa Budi Lestari, maka potensi tersebut menjadi pertimbangan untuk pengembangan kesejahteraan bagi masyarakat desa. Regulasi dan kebijakan untuk hal tersebut sangat diperlukan untuk kemakmuran desa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H