Mohon tunggu...
Suhendra L. Hardi
Suhendra L. Hardi Mohon Tunggu... pendidik -

Bilai ketulusanmu tidak dihargai, balaslah ia dengan keikhlasan, lalu pergilah sejauh mungkin, tanpa pernah mengingat-ingat lagi |Menikmati Utopia Kehidupan|

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Bekerja Itu Sebatas Datang dan Pulang (Menakar Keikhlasan)

5 Agustus 2016   10:16 Diperbarui: 5 Agustus 2016   10:28 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Terang saja ini menyebalkan. Standarisasi kualitas kerja saya sebelumnya berakar dari bagaimana kontribusi dan inovasi yang akan membedakan nilai satu orang dengan yang lain. Pasti berbeda apresiasi antara mereka yang hanya duduk dan melihat dengan mereka yang berinisiatif dan aktif. Saya kira seperti itulah standar umum. Hanya rupanya saya menemukan bentuk paling menyebalkan dari sebuah sistem kerja. Ya, pasti sangat kecewa, apalagi bila hal itu melukai visi yang telah kita bangun.

Saya memang suka sekali menguji (dalam artian melakukaan riset sederhana), bagaimana pandangan dasar penilaian kualitas kinerja sebuah lembaga atau institusi. Apakah keputusan sebuah lembaga didasarkan atas dasar profesionalitas atau sebenarnya subjektifitas yang mengakar. Jika dasar kebijakan adalah kinerja, maka lembaga tersebut akan kuat. Saat itu saya pastikan akan menjadi penyokong sistem profesional itu. Tapi bila sistemnya buruk, saya hanya harus menyiapkan ransel untuk sebuah tempat yang lebih profesional. Tempat yang tahu perbedaan sistem kerja profesional dengan akar apresiasi, yang memberikan porsi sesuai kapasitasnya, dan pandai berterima kasih bukan pandai mencari celah.

Semakin lama semakin menyebalkan. Saya tidak mau lagi memaafkan atau menganggap ini kesalahan sporadis. Di awal bekerja, saya dijanjikan pengenalan lingkungan kerja hanya 1 bulan, maka saya pun menyelesaikan pekerjaan dan tugas dengan sangat baik sesuai jadwal. Kemudian SK pengangkatan kerja keluar sebulan setelah saya mengumpulkan laporan, dan naasnya keluar di atas tanggal 20, yang artinya pada bulan tersebut saya tidak di insentif dengan jam kerja sama dengan yang berinsentif. Oke, saya kira itu kesalahan individu kecil, barangkali lupa menandatangani SK. Tapi rupanya, hal tersebut adalah sistemis. Rekan-rekan lain mengalami hal serupa. Bila kontrak pengenalan kerja hanya 2 bulan, maka SK akan keluar di akhir bulan ke tiga dengan hitungan selama satu bulan tanpa perhitungan insentif. Ini kesebalan saya yang pertama.

Tidak beda jauh, hal menyebalkan lain terjadi. Pengajuan peningkatan jabatan. Bila sebelumnya di dengungkan maksimal pengajuan peningkatan jabatan adalah 1 tahun, maka saya tertarik seberapa cepat saya bisa naik jabatan. Asumsi saya hal tersebut berbanding lurus dengan kualitas kerja. Bila seseorang memiliki kinerja yang baik, maka akan lebih cepat, sementara yang biasa akan lebih lambat. Maka semangatlah saya ingin mempercepat proses itu. Hanya rupanya, sistem di lembaga ini memang terlalu payah. Berkas ajuan saya mengambang sampai 4 bulan. Saya bertanya-tanya, apakah kerja saya memang buruk, atau bila saya memang tidak bisa memeroleh nilai baik di semua kriteria, saya kira angka tersebut bisa ditutupi oleh kerja lain yang nilainya sangat baik. Sepertinya fair. Tapi kenyataannya ini adalah bulan ke 4 sejak pengajuan saya dan belum juga diturunkan SK pengangkatan.

Kemudian pekan lalu akhirnya di sampaikan juga. Penangguhan pengajuan saya disebabkan karena saya terlalu meremehkan jam kerja. Saya tahu pasti bahwa konsekuensi keterlambatan kerja adalah di pangkasnya insentif. Itu risiko saya, dan saya menerimanya, tidak masalah. Makanya saya cukup menikmati untuk datang lebih siang Asalkan saya pulang lebih terlambat. Ada kalkulasi berimbang, karena memang saya banyak mengerjakan berbagai pekerjaan tambahan di jam sore. Rupanya disanalah masalah yang dijadikan celah penangguhan. Ini menyebalkan, tapi baiklah, saya memang salah. Sampai tahap itu saya masih menahan diri. Yang membuat saya benar-benar kesal adalah penjelasan bahwa insentif di peroleh dari jam kedatangan dan jam pulang. Tidak peduli seberapa sore atau malam saya mengerjakan berbagai perkerjaan lain berhubungan dengan kerja lembaga, semuanya tidak akan dihitung sebagai kerja berinsentif. Insentif tersebut di hitung dari jam datang dan jam pulang. Cukup.

Saya masih menunggu informasi lain, untuk memberi penekanan sebenarnya seperti apa indikator kerja tersebut. Sayaknya hanya itu saja yang disampaikan. Bahwa insentif kerja di atur dari jam datang dan jam kerja.

Ini terlalu menyebalkan bukan, mereka yaang datang tepat waktu dan pulang tepat waktu adalah yang akan memperoleh insentif terbaik. Tidak peduli apakah kesehariannya di dalam waktu kerja hanya duduk, bermain game, atau sepenuh tenaga berkontribusi untuk kemajuan lembaga, semuanya dianggap sama. Mereka yang berprestasi dengan yang tidak melakukan apa pun, semuanya dianggap sama.

Parah, menyedihkan, sangat tidak profesional, memuakkan. Tapi lalu saya menyadari hal paling baik. bahwa definisi `bekerja` di lembaga ini adalah apabila saya datang dan pulang tepat waktu. Hal ini jauh lebih sederhana dari definisi saya terhadap kerja, yaitu berkarya, berinovasi dan berkontribusi. Ini hal baik karena setelah ini saya tidak perlu mengalokasikan waktu untuk memikirkan kemajuan lembaga ini. Bukankah hasilnya akan sama saja, malahan prestasi kerja adalah hal yang tidak akan berbanding lurus dengan peningkatan jabatan.

Sampai kejadian ini, saya tengah bersiap-siap menyusun baju di ransel. Sepertinya tempat ini terlalu sederhana untuk mengembangkan diri saya. Saya tidak menyesal pernah begitu mencintai tempat dan pekerjaan ini, bahkan masih begitu cinta dengan pekerjaan ini. Hanya bila ketulusan itu diabaikan, maka apa lagi yang membuat kita bertahan. Sepertinya ini waktu yang baik untuk menyusun rencana baru. Saya kira tiket perjalanan saya masih ada beberapa yang berlaku. Atau ini yang baik untuk mengumpulkan tiket lain.

***

Teman saya memberitahu bahwa ada undangan acara yang diadakan oleh lembaga. Maka saya tanya, apakah di sana ada uang insentifnya? Bila tidak ada, kenapa saya harus datang. Jangan tanya dari mana saya mempelajari itu, saya memilih berlaku ikhlas pada ruang yang didalamnya dibangun dengan keikhlasan. 

Saya materialistis? Saya akan beratanya lagi, siapa yang membentuk saya menjadi materialistis. Bukankah sistem kerja lembaga ini dibangun dari jam kerja, maka bila ada agenda di luar jam kerja, itu bernilai lembur dan saya harus mendapatkan insentif. Saya tidak optimal dalam bekerja setelah itu? Saya pun menjawab bahwa optimalisasi kerja juga untuk apa, bila tidak ada tempat khusus antara yang berprestasi dan yang hanya pindah tidur. Jangan menuntut semangat, bila sistem yang dibangun untuk mematikan semangat itu. Bagi saya aturan dan tuntutan itu hanya bualan yang sangat layak untuk di abaikan.

Saya senang, rupanya kebencian dan rasa kesal ini yaang mengingatkan saya bahwa ada tempat yang lebih baik untuk dipilih, ada mimpi yang harus diraih, dan ada tempat yang lebih layak untuk menerima ketulusan kerja saya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun