Relawan Untuk Pemilu Berkualitas
Sejarah panjang kehadiran Relawan atau disebut dengan Volunteer bisa ditelusuri sampai masa perang, Peristiwa mengenaskan semacam perang dan bencana alam telah memberikan jalan bagi para Sukarelawan untuk membantu para Prajurit yang terluka atau mengumpulkan persediaan demi menolong mereka yang terkena musibah. Kehadiran Relawan sering dilekatkan dengan adanya bencana sebagai suatu kejadian yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat. Bencana bisa timbul karena alam maupun non alam. Bencana seperti Tsunami, Tanah Longsor, Gunung Meletus, Banjir, Kekeringan, Angin Topan merupakan bencana alam. Sementara, bencana non alam bentuknya bisa semacam perang atau konflik bersenjata.
Relawan bukan Karyawan karena ia melakukan pekerjaan sebagai relawan dengan kemauan sendiri tanpa paksaan dari manapun atau biasa disebut dengan istilah Sukarelawan. Ada banyak orang yang bekerja sebagai Sukarelawan, baik yang ada pada lembaga pemerintah, lembaga nirlaba, kelompok masyarakat, akademisi serta sejumlah sektor swasta. Artinya, ruang lingkup kerja Relawan tidak hanya berfokus pada daerah yang terkena bencana, konflik atau krisis semata. Karena itu, istilah Sukarelawan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) diartikan sebagai orang yang melakukan kegiatan kemanusiaan dalam bentuk tenaga, pikiran, waktu, dan uang serta dalam wajud lain yang sesuai dengan kemauan sendiri tanpa adanya paksaan dari pihak lain. Hal ini menunjukkan bahwa seluruh orang yang terlibat menjadi Relawan adalah murni dari kemauan dirinya sendiri.
Adapun pelembagaan kerja Relawan bisa dirujuk pada saat PBB mendirikan Relawan atau United Nations Volunteers (UNV) tahun 1971. Kejadian tersebut kemudian diperingati setiap tanggal 5 Desember sebagai International Volunteer Day (IVD). Dan Tema Hari Relawan Internasional tahun 2023 adalah "The Power of Collective Action: if everyone did", atau "Kekuatan Aksi Kolektif: Jika Semua Orang Melakukannya." Dan pelembagaan Relawan semakin meneguhkan jaringan dan pengorganisasian kelembagaan Relawan yang telah menembus sekat-sekat pembatas semacam Suku, Agama, Ras dan Antargolongan (SARA), bahkan sebagian diantaranya sudah berjejaring lintas negara berdasarkan kesamaan isu dan kegiatan. Kerja-kerja Relawan telah tersebar diberbagai belahan dunia dalam segala aspek dan aras kehidupan yang ditenpatkan diatas kesadaran terhadap kemanusiaan.
Keberadaan Relawan di Indonesia cukup signifikan dalam menjalankan kegiatan ditengah -tengah kehidupan masyarakat. Ada beberapa jenis organisasi Relawan yang sudah berkiprah sejauh ini, diantaranya : Relawan Pendidkan, Relawan Kesehatan, Relawan Lingkungan, dan Relawan Demokrasi.
Relawan Pendidikan hadir untuk mendukung perkembangan pendidikan di tanah air. Pendidikan yang tidak tersebar dengan merata, kualitas SDM pendidik yang belum memadai, sarana prasana yang kurang mendukung peningkatan kualitas pendidikan merupakan perhatian utama para Relawan di dalam memajukan pendidikan di Indonesia; Relawan Lingkungan berkonsentrasi kepada berbagai kegiatan dalam rangka menjaga, merawat, dan melindungi Lingkungan Hidup. Pendorong kesadaran relawan lingkungan berpusat pada isu pemanasan global atau perubahan iklim. Sehingga aktivitas yang digalakan oleh para aktivisnya adalah penghijauan seperti menanam pohon, mengumpulkan Sampah untuk didaur ulang, atau melakukan kampanye tentang pemanasan global. Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) dan Greenpeace Indonesia adalah sejumlah organisasi relawan yang berkiprah pada isu lingkungan; Relawan kesehatan berfokus pada masalah - masalah kesehatan semacam kesehatan Ibu dan Anak, sanitasi, HIV / AIDS. Ada organisasi -- organisasi semacam Palang Merah Indonesia, atau Bulan Sabit Merah yang melakukan penggalangan donor darah; Selain itu, ada Relawan Demokrasi. Ia adalah gerakan sosial yang bertujuan untuk meningkatkan partisipasi dan kualitas pemilih di dalam menggunkan hak pilihnya. Relawan demokrasi cukup beragam, mulai dari pemantau pemilu, sampai dengan relawan pemenangan kontestan pemilu itu sendiri.
Relawan demokrasi dimaksudkan untuk memperluas partisipasi politik dan meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada pilar-pilar demokrasi itu sendiri, termasuk memastikan agar pemilih memilih pemimpin / kontestan yang berkualitas. Sebab, kualitas pemilihan umum sebagai pesta demokrasi diharapkan bisa meningkat seiring dengan meningkatnya peran, fungsi, dan kinerja relawan dalam memperluas partisipasi dan meningkatkan kepercayaan Masyarakat terhadap sistem demokrasi. Bagaimanapun juga, tanpa partisipasi masyarakat, sesungguhnya pemilu tidak memiliki relevansinya sebagai pesta demokrasi. Ukuran partisipasi tentu bukan sekedar kehadiran pemilih dalam memberikan suaranya di Tempat Pemungutan Suara (TPS), tetapi lebih daripada itu. Partisipasi masyarakat dalam Pemilihan Umum (pemilu) banyak bentuknya. Dan di setiap keseluruhan tahapan pemilu memerlukan partisipasi Masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung. Hal tersebut menjadikan kerja relawan terafiliasi dengan penyelenggaran pemilu, pengawas pemilu, partai politik dan kontestan pemilu, termasuk calon perseorangan.Â
Reformasi 1998 telah menampilkan wajah baru demokrasi di Indonesia. Pelaksanaan pemilu tahun 1999 merupakan pesta demokrasi di masa awal reformasi yang ditandai dengan hadirnya pemantau pemilu seperti Forum Rektor, KIPP, Unfrel, dan JPPR sekaligus hadirnya rejim pemilu yang bersifat independent, serta menjamurnya partai-partai politik akibat euphoria politik hasil reformasi. Masa-masa awal hadirnya Relawan Pemantau Pemilu tidak bisa dipisahkan dari besarnya perhatian dunia internasional terhadap demokratisasi di Indonesia. Bahkan banyak Non Government Organization (NGO) internasional yang membiayai berbagai program kegiatan relawan demokrasi kala itu, mulai dari pelatihan, pengadaan seragam (uniform) sampai dengan operasional kantor relawan. Tidak heran bila etos kerja relawan pemantau pemilu tahun 1999 menjadi sangat dinamis dan massif di lapangan. Pelatihan, sosialisasi, dan pendidikan politik bisa diselenggarakan di balai RT, RW dan Desa / Kelurahan dalam rangka memperluas partisipasi dan meningkatkan kualitas demokrasi melalui pemilu 1999. Bukan hanya Relawan Pemantau Pemilu yang begitu bersemangat menyambut pesta demokrasi kala itu, Bahkan partisan Parpol sempat ada yang mendirikan Posko secara mandiri di sejumlah tempat.
Perubahan secara gradual sebagai konsekuensi dari perubahan sistem ketatanegraan telah menghadirkan calon perseorangan semacam Dewan Perwakilan Daerah, pemilihan Presiden dan Kepala Daerah secara langsung. Suatu situasi yang turut mengeskalasi kehadiran relawan demokrasi sekaligus mendorong terjadinya pergeseran lingkup kerja. Relawan demokrasi yang semula banyak menjadi pemantau pelaksanaan pemilu kemudian menjadi penggerak pemilih dalam upaya perluasan partisipasi, sekaligus untuk memenangkan kontestan, calon, atau jagoan masing-masing. Realitas tersebut bertolak dari suatu kesadaran bahwa demokrasi harus mampu menghadirkan pemimpin dan wakil-wakil rakyat yang berkualitas. Kenyataan tersebut tidak bisa dipisahkan dari menurunnya kinerja partai politik (parpol) sebagai pilar paling utama dalam pelembagaan demokrasi. Parpol telah menghadirkan demokrasi yang semu, pseudo demokrasi. Kekuasaan yang diperebutkan kemudian bergeser menjadi rent seeking.
Terminologi rent seeking dalam institusi negara mengacu kepada perilaku pejabat publik dalam membuat kebijakan publik dengan motivasi kepentingan pribadi dan kelompok sehingga merugikan kepentingan publik, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
Dan pada kenyataanya, parpol telah menjelma menjadi oligarki bisnis dan politik yang hanya dikuasi oleh sekumpulan elit saja, bahkan telah mengabaikan peran dan fungsinya sebagai pilar demokrasi. Sehingga perluasan partisipasi dan peningkatan kualitas demokrasi tidak bisa sepenuhnya dititipkan kepada elit parpol sebagai agenda utamanya. Apalagi, satu-satunya tujuan parpol dewasa ini adalah memperoleh kekuasaan melalui pemilu demi memperbesar kekuasaan selanjutnya. Dan parpol kurang menyediakan jenjang karier dengan jelas dan secara organisasi kepemilikannya cenderung tertutup. Artinya belum bisa memodernisasi kelembagaanya dengan menerapkan sistem merit dan profesionalisme agar mampu menawarkan jenjang karier yang transparan bagi kader-kadernya. Padahal rasa memiliki terhadap parpol bisa menjadi besar dengan standar kompetensi sebagai syarat utama mobilitas di internal. Dan untuk mewujudkan semua itu, parpol harus transparan dan akuntabel kepada semua pihak, serta mengadopsi prinsip-prinsip tata kelola yang baik dalam segi operasional dan pengambilan keputusannya.
Kekosongan peran yang dihadirkan oleh parpol tersebut kemudian di isi oleh berbagai model gerakan relawan demokrasi. Masuknya relawan dalam pemenangan pemilu merupakan inovasi politik akibat menurunnya kinerja parpol dalam menjalankan tugasnya. Tokoh -- tokoh organisasi relawan pada umumnya memiliki modal sosial yang cukup memadai di masyarakat walaupun segmentasinya terbatas dikalangan tertentu, misalnya sebatas dibidang profesi dan keagamaan. Akan tetapi umumnya ia memahami akar persoalan sekaligus memiliki kedekatan dengan masyarakat, karena memang lebih banyak hadir dalam persoalan keseharian masyarakat sebagai pusat kegiataanya. Suatu tugas mulia yang seharusnya diperankan oleh parpol. Padahal parpol secara kelembagaan memerlukan basis massa untuk menyokong eksistensinya. Basis massa tersebut bukan sekedar sumber dukungan pada saat pemilu tetapi sebagai tolak ukur bahwa mesin parpol bekerja dengan baik dan mampu melakukan penetrasi ideologi dalam kehidupan masyarakat.
Hasil studi mengenai afiliasi ideologi pemilih terhadap parpol menunjukkan bahwa parpol tidak memiliki basis massa yang kuat. Survei Poltracking Indonesia pada Mei 2022 menunjukkan bahwa masyarakat cenderung memilih figur personal (51,4%) ketimbang parpol (14,5%). Tren tersebut timbul karena rendahnya kesadaran politik masyarakat. Hal itu terjadi karena pendidikan politik, konsistensi dan kualitas kinerja parpol secara institusi maupun lewat anggota legislatif dan pejabat eksekutifnya kurang memadai. Suatu realitas yang turut mendorong menguatnya pragmatisme politik di akar rumput.
Sedangkan tata kelola pemilu dan demokrasi perlu memberi ruang kepada rakyat untuk memperoleh ruang kendali daripada parpol terhadap demokrasi. Demikian sejatinya sistem pemilu dalam membangun demokrasi. Sebab sudah menjadi tugas parpol untuk memperbaiki citra dan memperkuat mesin politiknya agar bisa hadir sebagai institusi yang mandiri, kuat, dan bercitra baik. Oleh sebab itu, parpol dalam menjaring kontestan -- calon legislatif, calon kepala daerah, calon presiden -- agar tidak sekedar melihat popularitas, kekuatan finansial, dan pemenuhan kuota, akan tetapi perlu lebih fokus kepada kapasitas personal dalam memahami akar persoalan di masyarakat.
Inovasi Politik Pemenangan Pemilu Presiden
Kehadiran Relawan Demokrasi sebagai organisasi pemenangan pada Pemilu Presiden (Pilpres) tahun 2014 tidak bisa dinafikan lagi, walaupun pada Pilpres tahun 2004 sudah ada kiprah relawan pemenangan semacam KIP SBY (Komite Independen Pemenangan Susilo Bambang Yudhoyono). SBY dalam pemilihan Calon Wakil Presiden di Sidang Umum MPR RI tahun 1999 telah masuk nominasi walaupun gagal. Karena itu, lahirnya Partai Demokrat sebagai kontestan Pemilu Legislatif sampai kemudian menjelma menjadi kendaraan politik SBY -- JK pada Pilpres tahun 2004 dinilai sebagai sesuatu yang jamak. Berbeda dengan Joko Widodo, seorang Gubernur DKI Jakarta, mantan Walikota Kota Solo, bukan Ketua Umum / elit partai politik, tetapi Joko Widodo berhasil menjadi Presiden selama dua periode.
Hal lain yang membedakan eksistensi Relawan dalam melakukan Gerakan pemenangan Pilpres tahun 2004, 2009 dan 2014 dengan tahun 2019 dan tahun 2024 adalah waktu pelaksanaan Pilpres yang berbeda dengan Pileg (Pemilu Legislatif). Pemilu tahun 2019 dan 2024 dilakukan bersamaan antara Pileg dengan Pilpres, sehingga bisa dikatakan lebih obyektif dalam mengukur kinerja Relawan dalam melakukan operasi pemenangan Pilpres. Sebab, pada saat waktu penyelenggaraan Pilpres berbeda dengan Pileg, maka kinerja mesin parpol dengan relawan sulit untuk dipisahkan, karena semua kader, anggota dan simpatisan partai memiliki agenda yang sama dengan organ relawan pemenangan Pilpres. Berbeda dengan pelaksanaan  Pileg dan pilpres yang dilakukan  secara bersamaan, dimana fokus partai pengusung paslon capres dengan seluruh struktur partai bekerja bisa diukur. Sebab, pada momentum yang demikian merupakan periode yang tepat mengukur kinerja, militansi, totalitas antara intrumen kelembagaan partai dengan relawan bisa disandingkan.  Â
Kedekatan Joko Widodo atau populer dengan sebutan Jokowi dengan relawannya terjalin dengan baik. Berbagai organisasi relawan pendukung Jokowi dalam berbagai kesempatan banyak dilibatkan menangani masalah pemerintahan dan problem kemasyarakatan. Inovasi politik Jokowi dengan gerakan relawan bisa ditelisik saat Pilkada DKI Jakarta. Baju Kotak -- Kotak sebagai brand kampanye Jokowi di Pilkada DKI Jakarta tahun 2012 menjadi raw model kampanye, menggerakan pemilih sampai ke TPS dan model pengamanan suara selama proses rekapitulasi. Baju Kotak -- Kotak menjadi inovasi paket pemenangan yang efektif. Wajar bila kemudian kemenangan Jokowi pada Pilkada DKI Jakarta dianggap mencerminkan dukungan populer kepada seorang pemimpin yang sederhana. Popularitas Jokowi terus menanjak tajam sampai menjadi sorotan media nasional dan internasional. Berbagai hasil survei menunjukkan bahwa nama Jokowi selalu unggul, sehingga PDIP dan partai-partai Koalisi Indonesia Hebat (KIH) mendapuknya sebagai calon Presiden berpasangan dengan Jusuf Kalla sebagai Cawapresnya.
Koalisi Indonesia Hebat (KIH) merupakan gabungan partai politik pengusung Joko Widodo -- Jusuf Kalla melawan Koalisi Merah Putih (KMP) sebagai gabungan partai politik yang mengusung Prabowo Subianto -- Hatta Rajasa pada pemilu 2014. Koalisi Indonesia Hebat memiliki 208 (37.14%) kursi di DPR RI, yang terdiri dari 109 kursi (18.95%) dari PDIP; 36 kursi (6.42%) dari Partai NasDem; 47 kursi DPR (8.39%) dari PKB dan 16 kursi (2.9%) dari Partai Hanura. Sedangkan PKPI tidak mendapatkan satu kursipun di DPR karena Ambang Batas yang tidak mencukupi. Syarat mendapatkan kursi DPR RI adalah 3.5% minimal suara nasional sebagai Ambang Batas. KPU menyatakan bahwab Joko Widodo -- Jusuf Kalla menang dengan 53.15% suara atau 70,997,859 suara pemilih, sementara Prabowo Subianto -- Hatta Rajasa mendapatkan 46.85% suara sah atau 62,576,444 suara pemilih di Pemilu Presiden tahun 2014.
Bandingkan dengan perolehan suara dari partai -- partai politik KIH sebagai partai pengusung Joko Widodo -- Jusuf Kalla yaitu sebesar 52,931,575 suara sah. Jadi apabila dibandingkan dengan perolehan Suara Presiden -- Wakil Presiden terpilih dengan perolehan suara partai -- partai KIH pada pemilu tahun 2014 ternyata ada disparitas suara sebanyak 18,066,284 suara sah. Anomali antara perolehan suara Presiden terpilih dengan partai pengusungnya belum bisa disimpulkan dengan lebih akurat mengingat penyelenggaraan Pilpres dan Pileg yang tidak  dalam  satu waktu. Hipotesa atas perbedaan perolehan suara antara parpol KIH sebagai partai pengusung dengan raihan suara dari Capres - Cawapres Terpilih merupakan hasil inovasi politik di luar kelembagaan kinerja partai politik.
Anomali perolehan suara antara partai pengusung Calon Presiden dengan Presiden terpilih menjadi semakin terang pada hasil Pilpres tahun 2019 dan 2024. Sebab Pilpres dan Pileg dilakukan secara bersamaan, dalam satu waktu, sehingga bisa memberikan gambaran utuh guna menilai kinerja parpol dalam memenangkan agenda utamanya yaitu menang Pilpres dan Pileg secara bersamaan. Akan tetapi, posisi Joko Widodo sebagai Calon Presiden patahana; Kompetitor Joko widodo sebagai Capres tetap Prabowo Subianto, dimana perubahan hanya terjadi pada Calon Wapres masing-masing; perubahan peta koalisi parpol dengan Pilpres sebelumnya; hadirnya parpol baru sebagai kontestan Pemilu 2019; Dan keberadaan relawaan demokrasi yang bekerja untuk memenangkan Pilpres perlu dilihat sebagai satu kesatuan yang utuh karena saling berkelindan antara yang satu dengan yang lainnya. Jadi, memotret hasil perolehan suara Pileg dan Pilpres tahun 2019 secara sepintas bisa menimbulkan kerancuan tersendiri bila dilakukan secara parsial.
Adapun perolehan suara pasangan calon Joko Widodo - Ma'ruf Amin adalah 85,607,362 atau 55.5% suara sah pemilu 2019. Perolehan suara Presiden terpilih tersebut jauh lebih kecil apabila dibandingan dengan koalisi partai pengusung (Koalisi Indonesia Maju), yaitu 86,801,597 suara sah. Artinya, selisih perolehan suara parpol pengusung lebih besar bila dibandingkan dengan Presiden terpilih yaitu sebanyak 1,194,235 suara sah. Namun demikian, selisih perolehan suara tersebut belum dapat mencerminkan faktor-faktor yang membuat kinerja relawan bisa dikesampingkan begitu saja. Sebab, pada saat membandingkan peningkatan perolehan suara Joko Widodo -- Jusuf Kalla dengan Joko Widodo -- Ma'ruf Amin yaitu dari 70,997,859 suara pemilih pada pemilu 2014 menjadi 85,607,362 suara pemilih di pemilu 2019 merupakan lonjakan suara yang sangat signifikan. Jokowi mengalami peningkatan suara sebanyak 14,609,503 suara sah setelah menjadi Presiden selama lima tahun atau satu periode.
Tetapi ingat, ada perubahan peta partai Koalisi antara Joko Widodo tahun 2014 dengan 2019. Golkar, PPP dan PBB yang sebelumnya menjadi pendukung Prabowo Subianto atau Koalisi Merah Putuh berubah menjadi partai pengusung Joko Widodo -- Ma'ruf Amin dalam pemilu 2019. Dan perolehan suara dari ketiganya adalah 24,652,784 suara sah. Perolehan suara dari ketiga partai mengalami penurun bila dibandingkan dengan raihan pada pemilu tahun 2014 yang berhasil mereka kumpulkan. pada pemilu 2014 ketiga partai berhasil mengumpulkan suara sebanyak 28,415,550 suara. Artinya, total penurunan suara yang dialami oleh ketiga parpol mencapai 3,762,766 suara, dimana secara kolektif sama-sama mengalami penurunan suara.
Jikalau hendak mendiagnosa penurunan perolehan suara dari ketiga partai yang berpindah koalisi di pemilu tahun 2019 yakni: Golkar, PBB dan PPP. Maka perlu melihat situasi yang turut mewarnai dinamika masing-masing partai menjelang pemilu 2019. Golkar baru saja menghadapi konflik internal menjelang Pemilu. Golkar bahkan mengalami pergantian Ketua Umum beberapa kali sepanjang tahun 2015 -- 2019 akibat mengalami perpecahan antara kubu Denpasar pimpinan Aburizal Bakrie dengan kubu Ancol pimpinan HR Agung Laksono. Kedua kubu melakukan rekonsiliasi dengan menggelar Munas (musyawarah nasional) di Denpasar Bali sehingga terpilih Setya Novanto sebagai Ketua Umum, akan tetapi ia kemudian harus berhadapan dengan masalah hukum sehingga ditetapkan Airlangga Hartarto sebagai Plt Ketua Umum untuk melakukan Munaslub. Dan Munaslub (musyawarah nasional luar biasa) kembali mengukuhkan Airlangga Hartarto sebagai Ketua Umum secara definitif. Namun prahara kembali menimpa  partai Golkar, Idrus Marham sebagai Sekretaris Jenderal dari tiga ketua Umum Golkar dimana ia sedang menjabat sebagai Sekretaris Jenderal DPP Golkar pimpinan Airlangga Hartarto harus berhadapan dengan masalah hukum. Kondisi ini turut menentukan tidak maksimalnya kinerja Golkar pada pemilu 2019. Bandingkan dengan Hanura sebagai parpol yang telah bergabung KIH pada pemilu 2014, begitu mengalami  konflik internal ia pun terdepak dari parlemen.
Demikian pula dengan PPP, M. Romahurmuziy (Romi) sebagai Ketua Umum dan beberapa elit DPP PPP terkena kasus hukum menjelang pemilu 2019. Romi dikemudian digantikan oleh Suharso Monoarfa sebagai Plt Ketua Umum. Jauh hari sebelumnya telah ada perpecahan antara PPP kubu Djan Faridz sebagai Ketua Umum versi Muktamar Jakarta -- karena Surya Dharma Ali tersandung masalah humkum pada tahun 2014 -- dengan Romahurmuziy sebagai Ketua Umum PPP versi kubu Muktamar Surabaya. Sedangkan PBB dinahkodai oleh Yusril Ihsa Mahendra menggantikan MS Kaban pada tahun 2015, setelah pemilu 2014.
Peningkatan perolehan suara partai pengusung Capres terpilih tahun 2019 dari Koalisi Indonesia Maju, Jokowi - Ma'ruf, diakumulasi oleh parpol baru. Ada dua parpol baru yang bergabung dalam koalisi menjadi kontestan pemilu, yaitu PSI dan Perindo. Kedua parpol tersebut mampu meraih suara sebanyak 6,388,681. Suara Perindo mencapai 3,738,320 suara sah dan PSI meraih suara sebesar 2,650,361 suara di Pemilu 2019. Walaupun partai pengusung dari Pasangan Calon Presiden Prabowo Subianto -- Sandiaga Uno ada partai Garuda sebagai kontestan baru, tetapi perolehan suaranya hanya 702,536 suara.
Adapun rincian dari masing-masing partai pengusung Joko Widodo -- Ma'ruf Amin sebagai Pasangan Calon Presiden --Wakil Presiden dari Koalisi Indonesia Maju pada pemilu 2019 adalah sebagai berikut : PDIP memperoleh 128 kursi DPR RI dengan jumlah suara sebanyak 27,503,961 (19.33 persen); Golkar mengalami penurunan perolehan suara menjadi 85 kursi DPR RI dengan total jumlah suara sah sebesar  17,229,789 (12.31 persen); Berbeda dengan Nasdem yang mampu meningkatkan perolehan suara menjadi 59 kursi dengan total suara sah mencapai 12,661,792 (9,05 persen); PKB mengalami peningkatan menjadi 58 kursi dengan jumlah total suara sah sebesar 13,570,970 (9,69 persen); Sebaliknya, PPP hanya mampu meraih 19 kursi DPR RI dengan jumlah suara sejumlah 6,323,147 (4,52 persen). Selebihnya adalah partai -- partai non parlemen atau tidak memiliki wakil di DPR RI karena tidak lolos Ambang Batas Parlemen (parliamentary threshold). Partai -- partai politik pendukung Joko Widodo -- Ma'ruf Amin yang tidak lolos Parlemen pada pemilu tahun 2019 adalah Hanura, Perindo, PBB, PSI, dan PKPI.
Relawan Bergerak
Pemilu tahun 2024 memberikan gambaran yang lebih utuh atas berbagai inovasi politik pemenangan pilpres melalui Relawan Pemenangan. Jikalau dua pemilu sebelumnya masih berbayang hipotesa bahwa relawan sebagai inovasi politik pemenangan Pilpres memberikan kontribusi yang cukup signifikan terhadap pemenangan Joko Widodo selama dua periode atau dua kali pemilu. Maka kemenangan Prabowo Subianto -- Gibran Rakabuming Raka di Pilpres tahun 2024 bisa memberikan peta konfigurasi mesin politik sebagai buah kerja dari Partai Pengusung Calon Prensiden dan organisasi relawan pemenangan yang loyal terhadap figur yang diusung. Sebab, ada tiga kontestan pasangan Calon Presiden yang bertanding sehingga dimungkinkan untuk melakukan diferensiasi pilihan tetapi mampu dimenangkan dalam satu kali putaran. Dan tidak ada calon patahana walaupun masing - masing calon sama-sama berkiprah dimasa pemerintahan Presiden Joko Widodo, baik di eksekutif maupun legislatif. Dengan begitu maka relatif mudah untuk melihat kinerja mesin politik pemenangan pemilu tahun 2024.
Hasil Pemilu tahun 2024 ditetapkan dalam Keputusan KPU tentang Penetapan Presiden dan Wakil Presiden, DPR RI, DPD RI, DPRD Tahun 2024. Hasil pemilu terdiri dari perolehan suara di 38 provinsi dan 128 PPLN dengan total surat suara sah sebesar 151.796.631 suara. KPU RI mengumumkan hasil Pilpres pada 20 Maret 2024, walaupun sempat ada sengketa hasil suara di Mahkamah Konstitusi, tetapi berbagai narasi kecurangan yang dihembusan oleh para pendukung Anies Baswedan -- Muhaimin Iskandar (nomor urut 1) dan Ganjar Pranowo -- Mahfud MD (nomor urut 3) terhadap pasangan calon (paslon) nomor urut 2 sebagai pemenang Pilpres yaitu Prabowo Subianto -- Gibran Rakabuming Raka. Akan tetapi, semua tudahan dan narasi yang dihembuskan tidak bisa dibuktikan dengan data yang dapat disajikan oleh tim hukum Pasangan Calon nomor urut 1 dan 3 di sidang Mahkamah Konstitusi. Artinya, tim dari paslon nomor urut 1 dan nomor urut 3 tidak dapat membuktikan tuduhan adanya kecurangan, apalagi bersifat TSM (terstruktur, sistematis, dan massif).  Gugatan terhadap hasil Pilpres yang ditetapkan berdasarkan berita acara KPU Nomor 218/PL.01.08-BA/05/2024 tersebut kandas. Dan Prabowo Subianto - Gibran Rakabuming Raka dinyatakan sebagai pemenang Pilpres tahun 2024 dengan perolehan suara sebanyak 96,214,691 dari total keseluruhan suara sah yaitu 164,227,475 suara atau memperoleh suara sekitar 58.6% dari total suara sah nasional. Bukan hanya itu, Prabowo - Gibran unggul di 36 Provinsi sehingga bisa  ditetapkan sebagai pemenang pemilu dalam satu kali putaran.
Syarat Pilpres satu putaran tercantum dalam Pasal 416 Ayat (1) UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Dikatakan menang Pilpres satu putaran ketika ada pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang memperoleh suara lebih dari 50 persen dari jumlah suara Pemilu dengan 20 persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari 1/2 (setengah) jumlah provinsi di Indonesia.
Selain Pilpres, KPU menyampaikan hasil rekapitulasi nasional perolehan suara Pileg 2024. Suara sah Pileg secara nasional tercatat sebanyak 151.796.631 suara yang berasal dari 84 daerah pemilihan (dapil) di 38 provinsi dan 128 PPLN. Ada 8 partai politik yang meraih suara lebih dari 4%, yaitu PDIP, Golkar, Gerindra, PAN, PKB, Partai Demokrat, PKS, dan NasDem. Dan perbandingan  perolehan suara dari masing-masing partai antara Pemilu 2019 dengan 2024 adalah sebagai berikut : PDI Perjuangan meraih 25,387,279 suara (16.7%) walaupun masih meraih suara terbanyak tetapi mengalami penurunan bila dibandingkan dengan capaian pada pemilu 2019 yang meraih 27,053,961 suara (19.33%); Partai Golkar mengalami peningkatan suara dan kursi setelah memperoleh 23,208,654 suara (15.2%)  jika dibandingkan dengan pemilu sebelumnya yang  mendapatkan 17,229,789 suara (12,31%); Partai Gerindra sebagai parpol yang dinahkodai oleh Presiden terpilih, Prabowo Subianto, mengalami peningkatan suara dengan perolehan suara mencapai 20,071,708 suara (13,2%) jika dibandingkan dengan pemilu tahun 2019 yang memperoleh suara 17,594,839 suara (12.57%); Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) meraih 16,115,655 suara (10,6%) artinya memperoleh peningkatan suara dari 13,570,097 suara (9.69%) pada pemilu tahun 2019; Partai NasDem mendapat berkah dengan meraih 14,660,516 suara (9.6%) dari pemilu sebelumnya yang telah mengumpulkan 12,661,792 suara (9.05%); Partai Keadilan Sejahtera (PKS) konsisten mengalami peningkatan suara menjadi 12,781,353 suara (8.4%) dari 11,493,663 suara (8.21%); Partai Demokrat jumlah perolehan suara mengalami peningkatan menjadi 11,283,160 suara (7.4%), namun mengalami penurunan prosentasenya, yaitu 10,876,507 suara dari (7.77%) pada pemilu 2019; Partai Amanat Nasional (PAN) mengalami peningkatan suara menjadi 10,984,003 suara (7.2%) dari 9,572,623 suara (6.84%) dalam pemilu sebelumnya.
Selain 8 partai yang dinyatakan lolos Ambang Batas 4% pada pemilu 2024. Ada kontestan pemilu 2024 yang gagal mendapatkan kursi DPR RI yaitu : Partai Persatuan Pembangunan (PPP) mengalami nasib mengenaskan karena suaranya menjadi 5,878,777 suara (3.8%) dari 6,323,147 suara (4.52%). Penurunan perolehan suara tersebut membuat partai ini terdepak dari Parlemen; Partai Solidaritas Indonesia (PSI) walaupun mengalami peningkatan suara menjadi 4,260,169 suara (2.8%) jika dibandingkan waktu pertama kali ikut pemilu pada tahun 2019, akan tetapi dengan perolehan suara 2,650,361 (1.89%) tetap tidak bisa masuk parlemen; Partai Perindo mengalami penurunan perolehan suara menjadi 1,955,154 suara (1.2%) dari sebelumnya yang mampu meraih 3,738,320 suara (2.67%); Partai Gelora bahkan hanya memperoleh 1,281,991 (0.8%); Partai Hanura terus mengalami penurunan perolehan suara sampai tersisa 1,094,588 suara (0.7%) dari 2,161,507 suara (1.54%) pada pemilu 2019, sehingga tetap terlempar dari Parlemen; Partai Buruh mendapatkan 972,910 suara (0,6%) dan tidak memberikan pernyataan secara lugas untuk mendukung salah satu Capres; Partai Ummat mencapai 642,545 suara (0.4%) serta tidak secara spesifik memberikan dukungan kepada salah satu Calon Presiden; Partai Bulan Bintang (PBB) kinerjanya terus mengalami penurun sehingga hanya sisa 484,486 suara (0.3%) dari suara sebelumnya, yaitu 1,099,848 suara (0.79%); Partai Garuda mengalami penurunan perolehan suara menjadi 406,883 suara (0.2%) dari pemilu sebelumnya yang bisa memperoleh 702,536 suara (0.50%); Dan, Partai Kebangkitan Nusantara (PKN) cuma mengantongi 326,800 suara (0.2%), PKN juga tidak memberikan dukungan secara tegas kepada salah satu Capres. Untuk mempelajari secara menyeluruh mengenai perolehan parpol sejak 2014 lihat Tabel.
Perolehan suara Partai - partai Politik Koalisi Indonesia Maju sebagai mesin politik sekaligus pengusung untuk memenangkan Prabowo -- Gibran pada pemilu 2024 mencapai 71,981,054 suara sah, sedangkan Prabowo Subianto -- Gibran Rakabuming Raka sebagai pasangan Presiden -- Wakil Presiden terpilih mencapai 96,214,691 suara sah. Ada disparitas perolehan suara sebesar 24,233,637 suara sah apabila dibandingkan dengan perolehan partai pengusung. Dan jika dibandingkan dengan perolehan Prabowo Subianto saat pemilu 2014 ketika berpasangan dengan Hatta Rajasa yang berhasil memperoleh suara sebesar 62,576,444 suara (46.85%). Selisihnya dengan Jokowi -- JK hanya 8,421,389 suara (6.3 persen) di pilpres 2014. Prabowo -- Hatta unggul di 10 Provinsi dari 34 Provinsi, karena pemekaran Kalimantan Utara (Kaltara) disetujui DPR tahun 2012 tetapi penujukan Pj Gubernur pada tanggal 22 April 2013, sedangkan Pilkada utuk memilih Gubernur Kaltara diadakan pada tahun 2015. Jadi Prabowo unggul di 10 Provinsi dari 34 Provinsi pada Pilpres tahun 2014 yakni Provinsi NAD, Sumatera Barat, Riau, Sumatera Selatan, Banten, Jawa Barat, Kalimantan Selatan, Maluku Utara, Gorontalo, dan NTB.
Berbeda halnya saat berpsangan dengan Sandiaga Uno tahun 2019. Prabowo Subianto memperoleh suara sebesar 68,650,239 suara (44,50%) dari total suara sah yang jumlahnya mencapai 154,257,601. Dan ada 3,754,905 suara tidak sah. Sedangkan jumlah pemilih yang ada di dalam maupun luar negeri waktu itu mencapai 199,987,506 orang, sementara yang menggunakan hak pilih mencapai 158,012,506 orang. Prabowo Subianto -- Sandiaga Uno menang di 13 provinsi dari 34 Provinsi, sebelum Papua dan Papua Barat mengalami pemekaran, yaitu Provinsi NAD, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Bengkukulu, Riau, Jambi, Banten, Jawa Barat, Kalimantan Selatan, Maluku Utara, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, dan NTB. Selisih perolehan suara Prabowo -- Sandi dengan Jokowi --Ma'ruf mencapai 16,957,123 suara (11 persen). Maksudnya, selisih suara kedua kontestan menjadi semakin besar. Artinya, dalam  3 (tiga) kali menjadi kontestan Pilpres, sosok Prabowo Subianto memiliki basis dukungan yang loyal di beberapa Provinsi. Adapun dukungan perolehan suara Prabowo Subianto di setiap pemilu sesungguhnya secara konstan mengalami peningkatan secara terus menerus. Prabowo mampu meraih  suara sebesar 62,576,444 suara (46.85%) pada Pilpres 2014. Kemudian mengalami peningkatan kembali pada Pemilu tahun 2019 menjadi 68,650,239 suara, tetapi mengalami penurunan dari segi prosentase menjadi (44,50%). Dan kembali secara spektakuler mampu menang sekali putaran pada pemilu 2024 dengan perolehan suara sebanyak 96,214,691 suara sah (58.8%). Kenaikan tersebut berkorelasi dengan peningkatan perolehan suara Gerindra pada 3 kali pemilu, yaitu 14,760,371 suara (11,81%) dengan 73 Kursi DPR pada Pileg 2014; Kemudian 17,594,839 suara (12,57%) sehingga meraih 78 kursi Parlemen di pemilu 2019; Selanjutnya meraih 20,071,708 suara (13.22%) dengan jumlah kursi DPR sebanyak 86 kursi dalam pemilu 2024. Korelasi ini tidak bisa dipisahkan dengan sosok Prabowo Subianto sebagai tokoh utama Partai Gerindra dan Calon Presiden dari Partai tersebut dalam tiga kali pemilu. Sehingga Gerindra mendapat bonus electoral (efek ekor jas). Bonus electoral atau umum disebut dengan pengaruh ekor jas adalah istilah yang merujuk kepada hasil yang dicapai dengan cara melibatkan tokoh penting atau pesohor dalam suatu perhelatan, baik langsung maupun tidak langsung.
Dan catatan penting dari pemilu tahun 2024 adalah, ada 3 (tiga) paslon yang bersaing, tapi dimenangkan dalam satu kali putaran, pemilu pun dilaksanakan dalam waktu yang bersamaan antara Pilpres dengan Pileg. Hal itu berbeda dengan Pemilu tahun 2014 yang waktu pelaksanaan Pileg berbeda dengan Pilpres dan hanya ada 2 (dua) paslon yang berkontestasi. Sedangkan pemilu tahun 2019, walaupun pelaksanaan Pilpres dengan Pileg dilakukan secara bersamaan tetapi hanya ada 2 (dua) paslon yang bersaing. Oleh sebab itu, tidak berlebihan apabila pemilu tahun 2024 menjadi momentum untuk mengukur kinerja Relawan sebagai inovasi politik pemenangan pemilu, khususnya Calon Presiden. Penulis akan memfokuskan pada Relawan Pemenangan Prabowo -- Gibran, karena di pemilu 2024 diberi kepercayaan menjadi Wakil Komandan (Golf) Relawan Tim Kampanye Nasional Prabowo -- Gibran, sekaligus sebagai PIC Zona Jawa Timur.
Relawan Pemenangan Prabowo -- Gibran sebagai Presiden -Wakil Presiden tahun 2024 jumlahnya mencapai ratusan, demikian halnya dengan jumlah relawan yang ada di Jawa Timur. Berdasarkan jumlah yang tercatat di TKN Golf ada sekitar 400an organisasi / komunitas relawan. Dan secara fakual jumlah tersebut bisa mencapai ribuan mengingat ada relawan-relawan yang belum melakukan pendaftaran ke TKN Golf (Relawan), dengan berbagai sabab, alasan dan pertimbangan tentunya. Sebagai perbandingan saja, ada sekitar 390 organisasi / komunitas relawan di Jawa Timur, baik yang berafiliasi dengan relewan yang terdaftar di TKN Golf maupun yang bersifat lokal. Jumlah tersebut diperoleh setelah TKN Golf melakukan berbagai pertemuan dan konsolidasi di beberapa tempat di Jawa Timur dengan simpul-simpul relawan, seperti di wilayah Madura, Mataraman, Tapal Kuda, Surabaya, dan Malang, sekaligus dilakukan beberapa pertemuan kolaborasi antara relawan, TKD dan Partai KIM provinsi Jawa Timur. Akan tetapi, tidak semua relawan tersebut  tercatat di TKD (Tim Kampanye Daerah) Prabowo -- Gibran Provinsi Jawa Timur. Selain daripada itu, ada beberapa relawan yang bersifat lokal, karena diinisiasi oleh tokoh-tokoh lokal. Jadi ada relawan yang hanya berkonsentrasi pada pemenangan di satu Kabupaten atau beberapa kabupaten / kota saja, sesuai dengan kemampuan masing-masing.
Relawan Prabowo -- Gibran secara garis besar bermuara kepada 5 (lima) arus utama, yaitu : Relawan Joko Widodo, Relawan Prabowo, Relawan Gibran, Relawan yang terafiliasi dengan Partai Politik KIM (Koalisi Indonesia Maju), Relawan yang di inisiasi oleh Tokoh-tokoh tertentu, terutama untuk kelompok relawan yang ada di daerah, khususnya daerah yang akan melakukan Pilkada serentak pada tahun 2024 atau demi kepentingan Pencalegkan.
Adapun Relawan Joko Widodo dan Relawan Prabowo merupakan komunitas atau organisasi relawan yang militansinya sudah terbangun selama tiga kali Pemilu Presiden, atau bahkan lebih, mengingat Jokowi sebelumnya telah  menjadi Walikota Kota Solo dan Gubernur DKI Jakarta, sedangkan Prabowo Subianto pada pemilu 2009 telah menjadi paslon Cawapres dari Megawati Soekarnoputri. Lain halnya dengan relawan Gibran yang militansinya terbangun seiring dengan kemunculan Gibran di pentas politik dan sebagai tokoh muda. Sedangkan relawan yang terafiliasi kepada partai maupun tokoh-tokoh tertentu, dilapangan lebih banyak dipengaruhi oleh agenda setting tokoh dimaksud sebagai upaya melakukan perhelatan, seperti Pilkada, untuk mencalonkan diri sebagai Capres atau Cawapres namun kandas.
Relawan pemenangan Pilpres sejatinya banyak berperan dalam hal canvasing; social media; membentuk opini positif; penyebaran dan pemasangan Alat Peraga Kampanye; bahkan terlibat sebagai penggerak pemilih agar pemilih tidak Golput atau hadir ke TPS agar memberikan suaranya; serta ikut terlibat mengawasi rekapitulasi suara di TPS masing-masing. Selain itu, keterlibatan relawan dalam melakukan penggalangan dan pengerahan massa pada acara-acara kampanye terbuka, walaupun perannya lebih signifikan saat kampanye tertutup ke komunitasnya masing-masing.
TKN Golf (Relawan) Prabowo - Gibran untuk melakukan pemenangan Pemilu 2024 menetapkan 12 wilayah prioritas untuk dimenangkan diatas 50 persen atau memperkecil kekalahan, yakni Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Lampung, Sumatera Barat, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah dan DIY, Jawa Timur, Sulawesi Utara dan Sulawesi Selatan. Dan dari 12 wilayah prioritas tersebut hasilnya kurang maksimal di provinsi Sumatera Barat. Dan hasilnya, Prabowo - Gibran menang di 36 Provinsi dari 38 Â provins seluruh Indonesia.Â
Pertanyaannya adalah, apa tugas selanjutnya atau program kegiatan apa yang akan dilakukan oleh para relawan demokrasi yang ketika pemilu bergerak menjadi relawan pemenangan pemilu !
Setelah selesai  pemilu, ada komitmen tidak tertulis diantara pimpinan TKN Prabowo -- Gibran dan relawan, bahwa sebagai relawan pemenangan pemilu presiden tugasnya memang sudah selesai dengan terpilihnya Prabowo Subianto -- Gibran Rakabuming Raka sebagai Presiden dan Wakil Presiden pada pemilu 2024 untuk masa bhakti 2024 - 2029. Akan tetapi, tugas sebagai relawan demokrasi belum  selesai. Oleh karena itu, tekad dari organisasi dan komunitas relawan adalah mensukseskan program - program Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka untuk memimpin Indonesia demi mewujudkan Indonesia maju menuju Indonesia Emas tahun 2045. Tentu saja, Gerakan itu baru akan dimulai setelah bulan Oktober 2024.
***---***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H