Mohon tunggu...
Achmad Suhawi
Achmad Suhawi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Politisi Pengusaha

MENGUTIP ARTIKEL, Harap Cantumkan Sumbernya....! "It is better to listen to a wise enemy than to seek counsel from a foolish friend." (LEBIH BAIK MENDENGARKAN MUSUH YANG BIJAK DARIPADA MEMINTA NASEHAT DARI TEMAN YANG BODOH)

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Memberantas Mafia Tanah dengan Setengah Hati

30 Mei 2023   11:37 Diperbarui: 31 Mei 2023   01:07 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Modus mafia tanah dalam menjalankan praktek kejahatannya sangat berdampak pada tingkat ketimpangan dan eskalasi konflik agraria. Mafia tanah bisa melakukan pendudukan tanah secara ilegal atau tanpa hak. Mereka melakukan rekayasa perkara untuk mendapatkan legalitas, seolah-olah terjadi sengketa atau konflik pertanahan untuk diselesaikan dengan jalur pengadilan. Modus lain yang sering dijumpai adalah melaporkan kehilangan sertifikat tanah ke kepolisian, sehingga bisa dikeluarkan sertifikat asli oleh BPN yang sesungguhnya palsu, praktek kejahatan ini terjadi di BPN Kota Depok, dimana  komplotan mafia tanah membuat laporan kehilangan sertifikat untuk kemudian diterbitkan sertifikat aspal (asli tapi palsu) atas obyek tanah yang sama. 

Modus kejahatan Mafia Tanah di Kota Depok Provinsi Jawa Barat melibatkan banyak peran dan profesi. Alur proses diawali dengan membuat laporan kehilangan sertifikat hak milik atas tanah ke Kepolisian setempat. Kantor Kepolisian kemudian menerbitkan surat kehilangan sebagai dasar untuk melakukan proses pengajuan pembuatan sertifikat baru. Pada tahap selanjutnya, ada peran yang dimainkan oleh oknum Kelurahan dan BPN Kota Depok untuk menerbitkan sertifikat baru tersebut. Bahkan BPN mengeluarkan surat ukur yang berbeda dengan batas-batas tanah yang sudah ada. Pengukuran melalui satelit menjadi alasan kenapa batasnya bisa berbeda. Komplotan mafia tanah ini di sokong oleh beberapa oknum pensiunan militer dalam melancarkan aksinya, mulai yang berpangkat rendah sampai perwira tinggi. Babak selanjutnya ialah satu obyek tanah memiliki "sertifikat ganda" sehingga terjadi konflik agraria.

Ada pula kasus tanah yang diklaim oleh mafia tanah seolah-olah telah melalui proses jual-beli. Modus semacam ini biasanya diikuti dengan pemalsuan dokumen alas hak dan pemalsuan kuasa pengurusan hak atas tanah. Modus ini biasanya terjadi dalam kasus penyerobotan tanah negara yang hanya beralaskan izin lokasi, korporasi perkebunan bisa menguasai selama puluhan tahun. Padahal mereka tak memiliki sertifikat Hak Guna Usaha (HGU) atau Hak Guna Bangunan (HGB).

Kerja sama mafia tanah dengan oknum pemerintah desa atau kelurahan untuk mendapatkan girik, surat keterangan tanah dan surat keterangan tidak sedang dalam sengketa / konflik sebagai syarat memperoleh sertipikat hak dari ATR/BPN juga terjadi. Mafia tanah juga kerap menggunakan bukti kepemilikan palsu masa pemerintahan kolonial Hindia Belanda sebagai argumen penguasaan terhadap tanah. Modus semacam ini dilancarkan dengan melakukan praktek kolusi, korupsi dan nepotisme untuk menghilangkan warkah tanah yang merupakan kumpulan dokumen yang memuat data fisik dan data yuridis tanah.

Realitas tersebut diatas merupakan deskripsi betapa kompleks dan masifnya praktek kejahatan mafia tanah di Indonesia. kejahatan mafia tanah ini telah turut memberi andil atas sengkarut konflik agraria. Sedangkan upaya pemerintah untuk memberantas mafia tanah nampaknya mulai lesu darah, tidak bertenaga, dan hanya menjadi wacana. Hal itu terlihat dari upaya yang dilakukan, baik dalam arti menindak para pelaku kejahatan perampas tanah dan sindikatnya, maupun langkah-langkah untuk menutup atau memperbaiki celah yang menjadi pintu bagi masuknya jaringan mafia tanah. Sebab, selama celah tersebut masih terbuka, maka selama itu pula jaringan mafia tanah akan melancarkan operasinya.

Jurus andalan yang sering dipakai oleh Mafia Tanah diantaranya, karena belum sistematisnya administrasi pertanahan atas tanah yang haknya berakhir; kebijakan pemberian hak atas tanah yang liberal; dan perilaku oknum Notaris / PPAT nakal yang sering dimanfaatkan oleh mafia tanah dan / atau justru menjadi bagian dari sindikat mafia itu sendiri.

Maraknya kasus penyerobotan lahan / tanah oleh para mafia tanah yang mulai bermunculan kepermukaan tidak terlepas dari peran sosial media dan atensi masyarakat dalam mendorong para pemangku kepentingan untuk menangani kejahatan ini secara lebih serius. Upaya tersebut diperlukan karena cara kerja mafia tanah yang tergolong rapi dan sistematis. Biasanya, mereka menyembunyikan fakta sampai tidak terlihat, sehingga para korban tertipu dan lalai, bahkan melihatnya sebagai sebuah kewajaran atau menyerah akibat kelelahan. 

Pada umumnya, mafia tanah melancarkan aksinya dengan melakukan pemalsuan dokumen. Artinya, kejahatan yang dilancarkan oleh mafia tanah bisa berawal dari orang terdekat atau orang kepercayaan yang memiliki hak atas tanah itu sendiri. Sehingga mereka memiliki akses terhadap sertifikat asli. Dan apabila dokumen yang asli sudah dipalsukan, maka mafia tanah akan meniru alas haknya. Alas hak adalah salah satu syarat seseorang untuk mengajukan permohonan hak atas tanah, seperti jual-beli, hibah atau waris. Alas tanah kemudian dipakai oleh mafia tanah, sehingga aksi penyerobotan lahan menjadi legal. Aksi mafia tanah yang sebelumnya tidak benar pun menjadi "benar",  menjadi legal. Hal ini dilakukan dengan menggunakan bukti yang sudah ‘dipalsukan’ di pengadilan.

Alas hak yang sudah dipalsukan itupun dijadikan dasar gugatan di pengadilan sehingga mafia tanah bisa menang dan menguasai tanah secara legal. Pasalnya, pengadilan biasanya tidak menguji materiil dokumen tanah ketika sidang perdata. Apalagi, dalam hukum perdata berlaku asas : siapa yang menggugat, dia yang yang harus mendalilkan.

Langkah sistematis mafia tanah dalam menjalankan aksi kejahatannya guna mendapatkan yang mereka inginkan, meliputi : Rekayasa perkara; Pemalsuan kuasa pengurusan hak atas tanah; Bekerja sama dengan oknum aparat demi mendapatkan legalitas; Hilangnya warkah tanah. 

Mafia tanah bisa didefinisikan sebagai bentuk pemufakatan dua orang atau lebih, baik itu yang melibatkan unsur dari pemerintah ataupun di luar pemerintah dengan tujuan untuk merampas tanah orang lain atau tanah negara yang bukan merupakan haknya. Oleh sebab itu, memberantas mafia tanah membutuhkan kerja-kerja yang sangat serius dan tidak tebang pilih. Wajar bila masyarakat berharap banyak kepada Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) sebagai salah satu instansi yang berwenang memutus praktek kejahatan mafia tanah yang telah membentuk Satuan Tugas (Satgas) Anti-Mafia Tanah pada awal 2021. Walaupun dalam realitasnya kini tidak gencar lagi. Memang, Kementerian ATR/BPN secara intensif merencanakan untuk bekerjasama dengan Polri, Kejaksaan, Mahkamah Agung, dan Komisi Yudisial dalam rangka memberantas mafia tanah. Suatu kerjasama yang diharapkan tidak hanya terjadi di tingkat nasional. Dan memang Satgas Anti-Mafia Tanah sempat direncanakan akan dibentuk di tingkat provinsi agar kerja-kerja dalam pemberantasan mafia tanah bisa lebih efektif. Namun pada kenyataanya masih jauh panggang dari api, gagasan belum sesuai dengan kenyataan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun