Mohon tunggu...
Achmad Suhawi
Achmad Suhawi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Politisi Pengusaha

MENGUTIP ARTIKEL, Harap Cantumkan Sumbernya....! "It is better to listen to a wise enemy than to seek counsel from a foolish friend." (LEBIH BAIK MENDENGARKAN MUSUH YANG BIJAK DARIPADA MEMINTA NASEHAT DARI TEMAN YANG BODOH)

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Memberantas Mafia Tanah dengan Setengah Hati

30 Mei 2023   11:37 Diperbarui: 31 Mei 2023   01:07 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

MAFIA TANAH DI BALIK KONFLIK AGRARIA

Kepemilikan tanah di Indonesia masih belum adil dan menjurus pada ketimpangan. Angka ketimpangan berkisar sebesar 0,68 persen menurut pada data BPS tahun 2021. Artinya, satu persen rakyat Indonesia menguasai enam puluh delapan persen tanah di Indonesia. Angka ini harus segera mendapatkan upaya korektif. Apalagi kementerian ATR/BPN sempat menargetkan bahwa semua tanah di Indonesia sudah tercatat dan terdaftar 100 persen pada tahun 2025, walaupun pada kenyataanya masih banyak konflik agraria yang belum terselesaikan. Jangan sampai pencatatan atas tanah justru menjadi ladang subur bagi para mafia tanah yang terus bergentayangan diseluruh Indonesia, baik di kota maupun di desa.

Konflik Agraria tidak bisa dipisahkan dengan praktek kejahatan mafia tanah yang terus melancarkan aksinya. Mafia Tanah merupakan sindikat kejahatan yang bekerja secara berkelompok untuk mengambil hak tanah milik orang lain. Mereka melakukan serangkaian proses kejahatan secara berjemaah, yang secara nyata merugikan banyak orang. Mafia Tanah tidak hanya merebut atau menguasai tanah korbannya, tetapi juga melakukan pemalsuan dokumen hingga menghilangkan Warkah tanah. Padahal warkah tanah disimpan dan dipelihara keasliannya sebagai arsip hidup oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN). Warkah adalah dokumen yang merupakan alat pembuktian, data fisik dan data yuridis bidang tanah yang telah dipergunakan sebagai dasar pendaftaran atas suatu bidang tanah.

Bukan hanya memalsukan administrasi dan dokumen, ternyata Mafia Tanah juga bisa mengubah tata ruang hingga proyek infrastruktur. Artinya, Mafia Tanah sebagai komplotan pelaku kejahatan tidak akan berhasil dalam menjalankan aksinya tanpa bantuan dari orang dalam atau oknum pejabat pemerintah, terutama pejabat nakal yang ada di BPN. Bahkan, sindikat mafia tanah mempunyai jaringan yang terorganisir dengan baik, rapi, serta sistematis sehingga mampu menyembunyikan fakta.  Menurut Nurhasan, seperti dilansir dari laman UGM pada Selasa (23/11/2021), “Mafia Tanah adalah jaringan kinerja beberapa orang yang sangat rapi, sistematis, terorganisir, terlihat wajar dan legal. Tetapi, di dalamnya ada aktivitas ilegal dan melanggar hukum , yang orientasinya mendapat keuntungan bagi jaringan tersebut dan merugikan pihak lain secara ekonomi.”

Mafia tanah merupakan kelompok terorganisir yang melibatkan banyak pihak melalui pembagian peran dengan sistematis dan terstruktur. Disamping itu, mereka juga memiliki sponsor yang berperan sebagai menyandang dana serta berusaha mempengaruhi kebijakan dan instansi pemerintah di seluruh lapisan. Mereka mempunyai kelompok yang bertanggung jawab menangani permasalahan dilapangan, baik secara legal maupun ilegal. Peran legal dilakukan oleh masyarakat kebanyakan, sedangkan kegiatan ilegal diperankan oleh preman yang biasa menggunkan metode kekerasan, ancaman dan intimidasi kepada korban. Selain daripada itu, ada peran sekelompok profesi yang terdiri dari para advokat, notaris / PPAT, serta pejabat pemerintah yang ada di pusat sampai Kepala Desa dengan seluruh perangkatnya untuk melancarkan tindakan illegal sehingga kejahatan tersebut menjadi tampak sebagai perilaku legal.

MEMBERANTAS MAFIA TANAH

Mafia Tanah selama melancarkan aksinya memakai berbagai cara dalam rangka merebut dan menguasai tanah korban. Biasanya, mereka menggunkan cara keras dan illegal, termasuk dengan tipu daya. Tujuan utama mereka ialah merebut  dan menduduki tanah orang lain yang menjadi target perampasan. Bahkan tidak segan untuk membuat konflik yang bisa mempertaruhkan nyawa, termasuk cara halus dan bujuk rayu yang biasa dilakukan melalui berbagai pendekatan. Upaya pencarian dokumen kepemilikan tanah mereka lakukan dengan cara memalsukan dokumen kepemilikan tanah sampai tampilan dokumen tersebut mendekati aslinya atau bahkan sama dengan aslinya (asli tapi palsu), termasuk untuk melakukan proses pendekatan dalam rangka negosiasi dengan pemilik tanah, serta melakukan pengajuan gugatan dengan logika berpikir yang sistematis dan logis serta melibatkan mafia peradilan. Akibatnya, perampasan lahan / tanah oleh mafia tanah itupun terjadi secara legal.

Operasi yang dilancarkan oleh para mafia tanah kadangkala terkesan legal dan wajar. Hal demikian terjadi karena kegiatan mafia tanah melibatkan para oknum notaris / PPAT; aparatur sipil negara (ASN) yang ada di Badan Pertahanan Nasional (BPN), baik yang ada di pusat maupun jajaran di bawahnya; dan penegak hukum seperti oknum hakim, oknum polisi dan militer, baik yang berpangkat rendah sampai perwira tinggi. Walaupun dalam beberapa kejadian diketahui bahwa penegak hukum bisa saja menjadi bagian dari jaringan mafia tanah, atau sebaliknya, mereka justru korban yang patut dikasihani.

Aksi mafia tanah biasanya menyasar beberapa tanah yang memang rentan untuk dikuasasi oleh pihak lain. Mafia tanah mencari peluang untuk menyerobot lahan / tanah melalui celah-celah yang ada pada Undang - undang pertanahan, informasi tentang administrasi pemberian hak atas tanah, sertifikasi hak tanah yang pernah diterbitkan, dan keterampilan memperoleh alat bukti kepemilikan tanah, sekaligus mengidentifikasi tanah yang ditinggalkan dan tidak dimanfaatkan oleh pemegang haknya. Kondisi yang demikian bisa dijadikan peluang oleh mafia tanah untuk melancarkan aksinya. Sumber administrasi pertanahan yang belum terintegrasi merupakan celah kejahatan yang dapat disalahgunakan lewat berbagai alat bukti dari sumber administrasi yang berbeda-beda oleh sindikat kejahatan ini.

Kondisi tersebut diperparah lagi dengan kenyataan bahwa tanda bukti hak atas tanah masih cukup beragam. Sehingga memberi peluang kepada mafia tanah untuk menyalahgunakan berbagai bentuk tanda bukti yang ada. 

Indonesia masih mengakui sejumlah alat bukti kepemilikan atas tanah, selain sertifikat sebagai alat bukti kuat dan beberapa dokumen sebagai alat bukti awal. Dokumen sebagai alat bukti awal yang dimaksudkan disini  adalah Girik / Petuk / Surat Rincikan, dan Surat Pernyataan Subjek bahwa yang menguasai tanah secara fisik dalam waktu 20 tahun atau lebih secara terus-menerus bagi yang kepemilikan tanahnya tidak ada bukti tertulis. Hal itu timbul sebagai akibat dari belum tunggalnya tanda bukti hak atas tanah karena proses pendaftaran tanah di seluruh Indonesia belum selesai. Terutama tanda bukti hak atas tanah yang sudah ada sebelum terbitnya UU Pokok Agraria dan PP No. 24/1997 tentang Pendaftaran Tanah. Apalagi, belum ada pengaturan lebih lanjut tentang hak milik menurut hukum adat. Akibatnya, alat bukti berupa penguasaan tanah secara fisik secara terus-menerus dengan iktikad baik berdasarkan hukum adat pun masih diakui.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun