Mohon tunggu...
Achmad Suhawi
Achmad Suhawi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Politisi Pengusaha

MENGUTIP ARTIKEL, Harap Cantumkan Sumbernya....! "It is better to listen to a wise enemy than to seek counsel from a foolish friend." (LEBIH BAIK MENDENGARKAN MUSUH YANG BIJAK DARIPADA MEMINTA NASEHAT DARI TEMAN YANG BODOH)

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

WNI Digusur dari Jakarta Jelang Pemilu 2024

14 Mei 2023   06:32 Diperbarui: 14 Mei 2023   06:39 376
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Penggeseran dan pengusiran WNI sejalan dengan berbagai paket kebijkan semacam AFTA, NAFTA, dan CAFTA. Perjanjian AFTA (Asean Free Trade Area) ditandatangani pada tanggal 28 Januari 1992 di Singapura dengan maksud untuk menyikapi perkembangan ekonomi dunia, dimana ASEAN diharapkan bisa menjadi pusat produksi dunia, dengan tujuan strategis yaitu dalam rangka meningkatkan keunggulan negara ASEAN sebagai suatu kawasan melalui unit produksi tunggal dan sebagai pasar tunggal. Demikian halnya dengan NAFTA yang ada di kawasan Amerika Utara.

CAFTA (China Asean Free Trade Area) merupakan perjanjian multilateral yang bertujuan untuk mewujudkan kawasan perdagangan bebas antara negara-negara Asean dengan China. Proses pendirian CAFTA terjadi secara bertahap melalui berbagai perundingan dan negosiasi antar kepala negara China dan ASEAN. Perundingan dan negosiasi berlangsung secara intensif dari tahun 2001 – 2007 dimana perjanjian secara resmi dilakukan pada KTT ASEAN tahun 2007 di Filipina dengan realisasi perjanjian pada tahun 2010.

Beberapa program utama CAFTA yang telah dicanangkan yaitu menerapkan sistem perdagangan bebas; melakukan peningkatan akses pasar barang dan jasa; mempermudah peraturan dan ketentuan investasi; dan melaksanakan konferensi rutin antara negara anggota. Selain dampak positif yang bisa didapat dari adanya perjanjian ini, ternyata dampak negatif yang ditimbulkan sudah mulai dirasakan terutama oleh industri - industri dan pelaku usaha dalam negari yang mulai terancam; selain itu, masuknya berbagai barang dan jasa dari negara lain ke dalam negeri telah membuat sendi-sendi penghidupan rakyat Indonesia sekarat. Banyak barang import yang masuk Indonesia seperti hasil pertanian dan peternakan, mulai daging sampai garam telah mematikan potensi rakyat; Selain daripada itu, telah terjadi eksploitasi besar-besaran terhadap Sumber Daya Alam Indonesia, dimana layaknya penjarahan secara besar-besaran terhadap hasil bumi seperti Nikel, Batubara, hasil hutan dan laut.

Memang, bila merujuk kepada jumlah TKA yang berlaku di Indonesia pada Januari 2022 yang hanya terdapat 91.9623 jiwa, maka jumlah tersebut masih bisa dianggap dalam batas wajar. Tentu saja, dengan data resmi yang di publikasikan oleh Kementerian ini, kita harus berbaik sangka bahwa tidak ada TKA illegal yang masuk ke Indonesia, karena hanya Indonesia yang bisa masuk ke negeri lain secara illegal. Dan tentu saja, kita juga harus mengabaikan bahwa heterogenitas bangsa Indonesia, terutama kemajemukan etnis di Indonesia sangat memungkinkan bagi bangsa - bangsa dari negara lain untuk berasimilasi dan berbaur dengan WNI yang ada di Indonesia. Ditambah dengan berbagai kelemahan sistem kependudukan Indonesia yang ada saat ini. Artinya, Jakarta memiliki tambahan wilayah yang cukup luas dan memadai untuk menampung sekitar 1 juta jiwa di  wilayah hasil reklamasi. Sedangkan istrumen lagal untuk keluar masuk dan memiliki property di Indonesia dimungkinkan dari berbaagai regulasi yang ada. Tentu saja, sebagai catatan  saja, kita harus ingat bahwa ada 100 pulau di kawasan kepulauan Widi yang dilelang untuk mencari investor, bukan dijual! Sekali lagi, dilelang bukan dijual, demikian bila mengacu kepada penjelasan Mendagri RI,Tito Karnavian (5/12/2022).

Jumlah TKA yang ada di Indonesia tentu saja menarik untuk dicermati bila disandingkan dengan jumlah perusahaan yang telah terdaftar pada aplikasi Wajib Lapor Ketenagakerjaan di Perusahaan (WLKP) sampai dengan triwulan I 2023 yang jumlahnya mencapai 1.465.567 perusahaan. Dan semoga saja semua tenaga kerja yang dilaporkan melalui WLKP  tersebut adalah WNI atau TKA yang terdaftar secara legal.

Sebagai prakata akhir dari tulisan ini, administrasi kependudukan memang harus segera diperbaiki, tetapi pengusiran warga Jakarta dari tanah kelahiran, kerabat dan keluarganya sangat tidak  manusiawi, terutama apabila agenda dibalik itu semua tidak cukup di uji oleh publik. Apalagi bila pengaktifan NIK hanya bagi yang punya rumah atau tinggal di Jakarta saja, karena itu adalah contoh buruk birokrasi bekerja.

*** --- ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun