Mohon tunggu...
Achmad Suhawi
Achmad Suhawi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Politisi Pengusaha

MENGUTIP ARTIKEL, Harap Cantumkan Sumbernya....! "It is better to listen to a wise enemy than to seek counsel from a foolish friend." (LEBIH BAIK MENDENGARKAN MUSUH YANG BIJAK DARIPADA MEMINTA NASEHAT DARI TEMAN YANG BODOH)

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Menolak Sidang Isbat 1 Syawal, Kok Bisa?

21 April 2023   04:03 Diperbarui: 22 April 2023   06:03 652
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Jadi peranan pemerintah dalam hal ini adalah memfasilitasi sekaligus mencari kongklusi atas berbagai metode yang dipakai sebagai dasar penentuan awal dan akhir bulan Ramadhan sesuai dengan sistem perhitungan kalender hijriah. Disitulah perbedaan mendasar antara ber-omas dan ber-negara, dimana pemerintah harus hadir dan berperan sebagai Ulil Amri dalam menengahi perbedaan yang ada ditengah-tengah umat melalui Organisasi Islam.

Metode Rukyatul Hilal dan Hisab sejatinya adalah metode yang bisa saling melengkapi. Metode Hisab adalah suatu pendekatan yang berbasis pada perhitungan dan astronomi, sedangkan Rukyatul Hilal ialah mengamati secara langsung Bulan, sehingga dapat menjadi mekanisme kaliberasi penggunaan metode Hisab. Memang, melalui metode Hisab, awal dan akhir bulan Ramadhan tahun 2050 atau 27 tahun yang akan datang sudah bisa diprediksi, namun dibutuhkan validasi. 

Dan disitulah urgensinya Ulil Amri untuk mencari konklusi yang bisa menjadi pertautan dari kedua perbedaan pendekatan tersebut. Selama ini bila ada perbedaan dalam penentuan awal bulan dimusyawarahkan melalui Sidang Isbat, walaupun seringkali hasilnya adalah sepakat untuk tidak sepakat. Artinya, jalan sesuai dengan keyakinan masing - masing, lebaran sendiri -- sendiri. Disinilah kemudian suatu metode mengalami kejumudan, kemandegkan, dan tanpa terobosan. terutama saat ada sejumlah pihak yang menolak suatu mekanisme dimana perbedaan metoda dan pendapat bisa dimusyawarahkan.

Penentuan Awal dan Akhir bulan Ramadhan sangat penting bagi Umat Islam, sebab, selain puasa Ramadhan selama satu bulan penuh merupakan kewajiban dan bagian dari Rukun Islam yang lima, ternyata berpuasa di hari-hari Tasyrik dan hari raya juga dilarang. Larangan berpuasa pada saat hari raya bisa ditemukan pada hadist Al Bukhari; "Diriwayatkan dari Abu Said r.a., ia berkata: Nabi saw melarang berpuasa di hari raya Idul Fitri dan Idul Adha." Oleh sebab itu, bagi orang-orang yang Alim, maka menentukan awal dan akhir Ramadhan dengan benar menjadi sangat krusial. Artinya, Sidang Isbat menjadi mutlak diperlukan oleh umat Islam, khususnya di Indonesia. Sebab, selain bagian dari mentaati Ulil Amri, Sidang Isbat diharapkan bisa menjembatani perbedaan pandangan dan pendapat yang timbul dari perbedaan metode rukyah dan hisab.

Metode Perhitungan Kalender Masehi

Untuk memahami metode perhitungan kalender yang lazim digunakan di Indonesia, yaitu Kalender Masehi dan Hijriah, maka terlebih dahulu perlu memahami metode perhitungan masing-masing kalender, baik Masehi maupun Qomariyah (Hijriah). Meskipun metode perhitungan Kalender Qomariyah menggunakan Rotasi dan Revolusi Bulan, tetapi dalam menentukan satu hari (24 jam) tetap menggunakann Rotasi dan Revolusi Bumi, terutama dalam menentukan waktu untuk ibadah, semacam sholat wajib lima waktu.  

Kalender Masehi diperkenalkan oleh Julius Caesar dibantu Sosigenes sebagai pakar astronomi dan matematika dari Yunani yang mempelajari penanggalan berdasar musim (matahari) di Mesir. Perhitungan kalender Masehi didasarkan pada rotasi bumi (perputaran bumi pada porosnya) dan revolusi bumi (peredaran bumi mengelilingi matahari). 

Sedangkan yang dimaksud dengan satu tahun dalam kalender Masehi adalah 365 hari lebih 6 jam menurut sistem Yustisian, dengan hitungan pertama atau tahun kalender 1 Masehi dimulai pada kelahiran Yesus atau Isa AS. Karena Kalender Masehi menggunakan dasar perhitungan rotasi dan revolusi bumi maka yang disebut satu hari adalah 24 jam dan yang disebut satu tahun ialah 365 hari lewat 6 jam. Kelebihan angka 6 jam pun merupakan pembulatan dari 5 jam lebih 48 menit lewat 45, 1814 detik. 

Rotasi Bumi terhadap Matahari dikatakan satu tahun bila Bumi mengitari Matahari selama 365 hari, walaupun pada prakteknya lebih 6 jam atau 8766 jam pada setiap tahunnya. Karena itu, setiap 4 tahun sekali dalam sistem perhitungan Kalender Masehi dijadikan tahun Kabisat (tahun Panjang), yakni dengan menambah satu hari pada bulan terpendek yaitu Bulan Februari, sehingga dari 28 hari menjadi 29 hari pada tahun yang bisa dibagi dengan 4. Artinya, dalam satu tahun Kabisat ada 366 hari atau 8.784 jam dalam setahun.

Tahun Kabisat adalah tahun yang mengalami penambahan satu hari dengan tujuan untuk menyesuaikan dengan penanggalan tahun astronomi. Karena bila tidak ditambah satu hari maka dalam empat tahun akan mengalami kekurangan hampir 1 hari atau tepatnya, 23 jam lebih 15 menit lewat 0,7256 detik.

Dalam perkembangan selanjutnya, koreksi dilakukan pada tanggal 21 Maret 1582. Koreksi atau kaliberasi  ini terjadi setelah ada pergeseran awal musim semi yang jadi lebih maju di Eropa. Pembulatan beberapa menit ternyata setelah berlangsung selama 15 abad cukup signifikan. Oleh karena itu, perlu dilakukan kaliberasi atau koreksi atas sistem perhitungan kalender masehi. Paus Gregorius XIII sebagai pimpinan tertinggi dari umat Kristen menetapkan bahwa setiap tahun yang habis dibagi 100 meskipun habis dibagi 4, bila mengacu kepada ketentuan tahun Kabisat sebelumnya, maka tidak lagi menjadi tahun Kabisat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun