Mohon tunggu...
Achmad Suhawi
Achmad Suhawi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Politisi Pengusaha

MENGUTIP ARTIKEL, Harap Cantumkan Sumbernya....! "It is better to listen to a wise enemy than to seek counsel from a foolish friend." (LEBIH BAIK MENDENGARKAN MUSUH YANG BIJAK DARIPADA MEMINTA NASEHAT DARI TEMAN YANG BODOH)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pancasila Ideologi Negara atau HIP - hop

16 Juni 2020   19:13 Diperbarui: 2 Juni 2023   13:35 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pancasila sebagai philosophische grondslag jauh tertinggal dalam implementasinya bila dibadingkan dengan teologisme seperti Islam yang mengetengahkan konsepsi syariah, kapitalisme - imperialisme dengan gagasan liberalisme, atau bahkan komunisme dalam pendekatan kolektivismenya. Bukanya hanya itu, implementasi pancasila dalam praktek kehidupan lebih sebagai jargon daripada praktek pengamalan ideologi negara, jargon tentang ekonomi pancasila, demokrasi pancasila, pancasila adalah Indonesia, dimana semua itu layaknya sebagai Hiburan Orang Payah (HOP).

Padahal Bung Karno dalam pidato kenegaraannya tahun 1960 dengan lantang mengatakan bahwa "Pancasila adalah suatu pengangkatan ke taraf yang lebih tinggi suatu hogere optrekking daripada Declaration of Independence dan Manifesto Komunis.” Artinya, Pancasila dikatakan sebagai hogere optrekking karena telah melewati pergulatan ideologis didalam sidang-sidang BPUPKI – PPKI dimana semua pemikiran dielaborasi untuk kemudian dipertemukan, baik gagasan yang bersumber kepada agama, kepada individualisme, kepada kolektifisme, kepada internasionalisme, kepada nasionalisme sampai menjadi rumusan Pancasila sebagaimana tertuang dalam pembukaan UUD 1945.

Adalah Bung Karno yang mengemukakan bahwa Pancasila bisa diperas menjadi Trisila : sosio demokrasi, sosio nasionalisme, dan ketuhanan atau Ekasila yaitu Gotong Royong, dimana dalam pidatonya pada 1 Juni 1945 Bung Karno juga menolak penyebutan Dharma. Artinya, Bung Karno sendiri insyaf bahwa rumusan dasar negara merupakan konsensus dari ide-ide yang tetap membutuhkan ruang eksistensi dirinya masing-masing. Sementara rumusan implementasi dari pancasila sebagai dasar negera dituangkan dalam UUD 1945 dimana ikhtiar untuk mencapai cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945 bisa berbeda diantara masing-masing kelompok. Dan dengan demikian diharapan agar setiap ide yang berkembang menjadi kohesi dan turut memupuk tumbuh kembangnya Pancasila dalam tamansari keberagamana Indonesia.

Sebab, Pancasila bagi Bung Karno dan PNI ialah jalan Marhaenisme; Konsesus tentang dasar negara bagi KH. Wachid Hasyim / NU, Ki Bagus Hadikusumo / Muhammadiyah, atau kelompok - kelompok Islam dengan Masyumi sejatinya menginterpretasikan Pancasila dan UUD 1945 tidak ubahnya dengan Piagam Madinah dimana jalan yang harus dilalui ialah Syariat Islam, sedangkan gotongroyong dapat dimaknai sebagai hablum minannas; Dan tentu berbeda dengan Sakirman, kelompok marxisme dengan PKI sebagai penopangnya, memaknai Pancasila sebagai bentuk lain dari masyarakat tanpa kelas, sedangkan gotongroyong dianggap sejalan dengan konsep sama rasa sama rata. Fragmentasi pemikiran semacam ini juga timbul pada sanubari tokoh-tokoh yang ada di BPUPKI – PPKI semacam GSSJ Ratulangi dan J. Latuharhary dimana mereka bukan saja merepresentasikan tokoh luar Jawa tetapi juga Trinitas. Artinya keberadaan tokoh-tokoh pergerakan dalam sidang-sidang BPUPKI juga merupakan representasi dari berbagai spektrum ide yang ada.

Merumuskan Haluan Ideologi Pancasila (HIP) dengan memberikan penafsiran secara sekulerisme nir kesadaran teologis, atau memaknai pancasila secara kolektivisme nir perlindungan hak individu, mendekati pancasila dalam kaca mata modernisme nir adat istiadat warisan luhur bangsa, menginternalisasi pancasila dengan spektrum kebangsaan nir ruang eksistensi bagi berkembangnya ide-ide lain sejatinya tidak ada bedanya dengan Hiburan Orang Payah (HOP). Sebab, Pancasila dalam perumusannya diliputi oleh suasana religius yang sangat dominan, dimana spektrum teologis masih eksis sampai saat ini. Selain daripada itu, rumusan Pancasila merupakan sinkretisme dari ide-ide yang ada dan berkembang dimana sebagian besar masih eksis lestari ditengah keseharian masyarakat. Oleh sebab itu, Haluan Ideologi Pancasila (HIP) seyogyanya menjadikan Pancasila sebagai ideologi negara dimana ide-ide yang lain semacam kebangsaan, islam, demokrasi, kemanusiaan, sosialisme dan lain sebagainya menjadi penopang dan memperkuat eksistensi pancasila bukan justru menjadi segregasi yang dapat melemahkan pancasila sebagai ideologi negara. Hanya dengan demikian Haluan Ideologi Pancasila (HIP) tidak terperosok menjadi Hiburan Orang Payah (hop).

***---***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun