Dalam demokrasi politik, hak seseorang sama dengan hak orang lain, baik yang kaya maupun yang miskin, laki-laki dan perempuan sama-sama mempunyai hak untuk memilih dan dipilih menjadi anggota DPR dan pimpinan eksekutif. Tetapi dalam demokrasi politik tidak ada persamaan perekonomian, persamaan yang dituju oleh demokrasi sosial pun menemukan ketimpangan dalam demokrasi politik. Karena itu, para founding father mencita-citakan demokrasi sosial, bukan sekedar demokrasi politik. Demokrasi sosial adalah suatu demokrasi dimana demokrasi politik dijalankan beriringan dengan demokrasi ekonomi secara harmonis. Demokrasi ekonomi merupakan upaya untuk menghapuskan perbedaan antara orang kaya dan orang miskin. Dan ketika demokrasi ekonomi tersebut mampu berjalan berdampingan dengan demokrasi politik, sejatinya demokrasi telah beranjak menjadi demokrasi sosial atau sosio-demokrasi.
Demokrasi sosial jika ditelisik dengan seksama menemukan basic structur-nya di Indonesia. Menurut Moch. Hatta, ada tiga sumber yang menghidupkan cita - cita demokrasi sosial di Indonesia: pertama, paham sosialis barat, karena dasar-dasar perikemanusiaan yang dibela oleh paham sosialis dan menjadi tujuannya; kedua, ajaran Islam yang menuntut kebenaran dan keadilan Ilahi dalam masyarakat serta persaudaraan antara manusia sebagai makhluk Tuhan sesuai dengan sifat Allah yang pengasih dan penyayang. Indonesia merupakan negara berpenduduk Islam terbesar di dunia. Dan sudah sewajarnya apabila persaudaraan diantara rakyat Indonesia terjalin dengan erat sebagaimana dianjurkan oleh Islam; ketiga, pengetahuan bahwa masyarakat Indonesia berdasarkan kolektivisme. Singkat kata, sudah sepatutnya bila demokrasi Indonesia adalah demokrasi sosial. Demokrasi dalam konteks politik tidak dapat memberikan jaminan kesejahteraan. Dan demokrasi yang berlangsung diberbagai belahan dunia dewasa ini hanya sebatas memfasilitasi berlangsungnya kontrol publik dalam rangka mendorong terwujudnya keadilan di tengah-tengah masyarakat.
Konsolidasi dan Pelembagaan Demokrasi
Indonesia memiliki cita-cita demokrasi dan hendak menjadi negara demokratis. Akan tetapi dalam pelaksanaannya cenderung menciderai hakekat dari demokrasi itu sendiri. Walaupun hal ini bisa saja diberikan permakluman-permakluman, mengingat negera yang sudah lama menjalankan demokrasi masih saja terdapat penyalahgunaan kekuasaan, apalagi negara yang baru lahir kemudian, walaupun berkomitmen kuat mengentaskan rakyatnya dengan jalan demokrasi seperti Indonesia. Penyalahgunaan kekuasaan jamak dengan kehendak untuk berkuasa.
Praktek demokrasi di Indonesia merupakan praktek yang sangat dominan dengan keinginan untuk berkuasa -- selalu dikekuasaan -- padahal dalam konteks demokrasi, berada diluar kekuasaan merupakan upaya melakukan pemantapan terhadap prinsip - prinsip demokrasi, pelembagaan demokrasi. Bagaimanapun demokrasi membutuhkan suatu mekanisme check and balance, apalagi pelembagaan demokrasi di Indonesia belum terjadi. Hal itu terlihat dari praktek koalisi dan oposisi yang masih sangat rentan, pragmatis, dan lebih banyak mengedepankan taktis politik daripada kesadaran untuk meningkatkan taraf hidup rakyat serta kemajuan bangsa.
Kesadaran aktor-aktor demokrasi, baik parpol, civil society, maupun media massa masih didominasi oleh kehendak untuk menjadi bagian dari kekuasaan. Menjadi bagian dari pemerintahan atau kekuasaan sama artinya dengan "membagi rejeki" Â atau "kue kekuasaan". Konsekuensi kesadaran ini ialah kecenderungan untuk selalu mengutamakan golongan sendiri, sedangkan kepentingan masyarakat menjadi nomor sekian. Bukankah hal semacam ini merupakan praktek nepotisme, oligarki politik, sarang ternak koruptor. Dengan praktek demokrasi yang demikian jangan heran apabila seorang pejabat publik memperoleh tugas untuk melakukan tindakan - tindakan yang memberikan keuntungan bagi kelompoknya.Â
Padahal, jabatan publik tersebut pada hakekatnya adalah alat untuk menyerap, mengagregasi, mengartikulasi, dan memperjuangkan  kepentingan rakyat agar menjadi kebijakan yang konkrit sebagai suatu mandat bagi pemangku kebijakan. Kenyataanya, kekuasaan dijadikan tujuan dan negara menjadi alatnya. Idealnya kekuasaan menjadi alat dalam mencapai tujuan negara agar sesuai dengan kepentingan rakyat sebagaimana dirumuskan dalam tujuan bernegara, UUD 1945.
Konsolidasi demokrasi merupakan keniscayaan agar demokrasi tidak berhenti pada ritual 5 (lima) tahunan, dimana rakyat terperangkap dengan candu yang bernama demokrasi tapi prakteknya jauh dari substansi kepentingan rakyat yang paling mendasar. Demokrasi politik tanpa berbarengan dengan demokrasi ekonomi memiliki kelemahan. Karena tujuan demokrasi dapat dikalahkan dengan berbagai kepentingan.Â
Selubung kepentingan untuk mengalahkan tujuan demokrasi termasuk memperlambat proses pengambilan keputusan dan atau kebijakan yang menimbulkan kerumitan dan persoalan ditengah - tengah masyarakat. Di tengah kerumitan itulah ada pihak-pihak yang mengail di air keruh, mengambil keuntungan ditengah kepanikan publik dan ketidak pastian hukum. Mereka yang mengambil keuntungan dicelah-celah demokrasi bisa dikatagorikan sebagai predator demokrasi.Â
Indonesia sedang mencari model demokrasi yang lebih ideal guna mewujudkan demokrasi sosial. Demokrasi sosial merupakan tahapan lebih lanjut dari demokrasi prosedural menjadi demokrasi substantif. Demokrasi sosial terjadi manakala demokrasi tersebut ditopang oleh suatu tata aturan yang mendukung terjadinya demokrasi politik berjalan bersamaan dengan demokrasi ekonomi, untuk itu diperlukan kesadaran rakyat atas substansi demokrasi yang digagas dimana praktek dari demokrasi dimaksukan untuk meningkatkan kesadaran dan kesejahteraan rakyat. Tahapan -- proses kearah demokrasi sosial memerlukan konsolidasi secara berkesinambungan.
Konsolidasi demokrasi membutuhkan beberapa prasyarat, diantaranya : pertama, Menciptakan sistem kepartaian yang kuat sesusai dengan konstitusi yang berlaku dan formula demokrasi yang dianut. Ironisnya, potret pemilu masih jauh panggang dari api. Kecurangan pemilu tahun 2014 terjadi dengan nyata paska putusan Mahkamah Agung 2017 atas daerah pemilihan (DAPIL) Jawa Timur 1 yaitu Kota Surabaya dan Kabupaten Sidoarjo.Â