Mohon tunggu...
Suharyanto
Suharyanto Mohon Tunggu... Penulis - Belajar dan Bermanfaat
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Belajar dan Bermanfaat

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Covid-19 Memancing Saya Mengenang Ibadah Tarawih dan Lebaran Tempo Dulu (Bagian 2)

24 April 2020   21:50 Diperbarui: 24 April 2020   21:54 571
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Situasi jalanan dari Masjid ke rumah saat pulang tarawih sangat gelap. Dengan penerangan oncor saya dan beberapa saudara dan teman berjalan menyusuri jalan di pinggir kali melewati makam/kuburan yang kata orang cukup angker.

Saat melewati kuburan kadang bulu kuduk merinding. Sesampai di rumah tidak ada kegiatan membaca Al-Qur'an. Mengapa karena memang saya dan juga kakak kakak dan adik saya tidak pernah mengaji. Al-Qur'an juga tidak punya. Begitulah kondisi lingkungan di daerah islam KTP atau islam abangan.

Kegiatan selepas tarawih tidak ada yang bernilai ibadah. Rumah dengan penerangan lampu teplok yang hanya temaram menghantarkan kami sekeluarga untuk tidur. Pagi harinya kebiasaan setelah selesai makan saur tidak ke masjid, bahkan sewaktu saya serta kakak dan adik masih belajar di sekolah rakyat, belum melaksanakan sholat wajib lima waktu.

Kebiasaan kami selepas saur dan bada waktu sholat asar sampai menjelang waktu magrib membunyikan "long" yang ditempat lain namanya ada yang menyebut "Meriam Bambu". Dinamakan meriam bambu karena bahannya dari bambu, kalau dimainkan suaranya seperti bunyi dentuman meriam.

Cara membuat Long mudah yaitu:
Alat dan bahan :
Alatnya meliputi gergaji, pisau, linggis, tatah atau bor.
Bahannya meliputi: bambu;  lidi atau bambu yang dibuat seperti lidi; minyak tanah, air, karbit, dan nyala api.
Cara membuat :

1. Siapkan bambu ukuran besar, tua, dan kuat. Kalau ada bambu petong. (menggunakan bambu yang tua dan tebal misal bambu petong), dengan panjang kurang lebih 180 cm.

2. Ruas bambu bagian dalam dibersihkan menggunakan linggis, dan sisakan ruas bambu paling pangkal.

3. Beri lubang sekitar 2 cm pada ruas bambu yang paling pangkal, menggunakan bor atau gergaji atau tatah.

4. Bersihkan ruas ruas  bambu bagian luar

5. "Long" siap dimainkan.

Cara memainkan "Long":

1. Posisikan "Long"  dengan ujung lebih tinggi dari pada pangkal, ini dikarenakan agar bahan bakar minyak tanah, atau air dan karbit tidak tumpah. Posisikan "Long"  tidak goyang -goyang.
2. Ada dua alternatif dalam memainkan "Long"

Alternatif pertama:
Masukan minyak tanah kedalam lubang pangkal.

Sulut dengan api pada bagian lubang pangkal dengan alat lidi atau bambu yang dibuat seperti lidi, lalu dihembus untuk mengeluarkan asap. pada tahap awal sebelum minyak tanahnya panas, belum berbunyi. Ulangi menyulut api ke dalam minyak tanah.

Setiap menyulut api akan ada suara dentuman seperti meriam. Semakin panas minyak tanahnya, suaranya semakin keras.
Setelah "Long"nya berbunyi, melalui lubang di pangkalnya dihembus untuk mengeluarkan asap.

Setelah itu menyulut api lagi ke dalam minyak tanah, berbunyi dentuman lagi, ...dst sampai capek.

Alternatif kedua:

Masukkan air ke dalam lubang pangkal lalu masukkan karbit secukupnya, asal bisa masuk ke lubang pangkal. Tunggu sebentar kira kira 25 detik. Sulut dengan api pada bagian lubang pangkal dengan alat lidi atau bambu yang dibuat seperti lidi, langsung akan bunyi dentuman seberti meriam. bunyi dentuman ini lebih keras dari bunyi bila bahannya pakai minyak tanah sebagaimana tersebut di  alternatif pertama.

Gambar "Long" tersebut di bawah ini 

jogja.tribunnews.com
jogja.tribunnews.com
Hari pertama buka puasa, menunya tak beda jauh dengan makan malam di hari-hari biasa. bila orang kota suka bilang, puasa malah pengeluaran untuk makan lebih banyak dari pada hari hari biasa karena menu buka puasanya lebih mewah dari hari-hari biasa, itu tidak berlaku untuk kondisi buka puasa di kampung waktu itu. Hal tersebut karena terbatasnya kemampuan ekonomi.

Seperti di malam pertama, pelaksanaan tarwih di malam kedua juga sama hanya bedanya puji pujiannya ada variasi supaya tidak bosan. inilah pujian sebagai variasi dimaksud:

Elengo Poro Konco

Elengo poro konco, kuwajiban kito, anetepi dawuhing agomo. iki sasi poso, sasi kang utomo, kewajiban kito kudu poso. sak sasi lawase, ra mangan ra ngombe, esok tekan sore, sak rampunge.

yen wes rampung poso, sembahyang riyoyo, podo suko suko, kito samio. lan halal bi halal, marang wong tuane, tumeko marang konco-koncone.

Terjemahan bebas

Ingatlah wahai teman, kewajiban kita, menjalankan kewajiban agama. ini bulan puasa, bulan yang utama, kewajiban kita untuk berpuasa. sebulan lamanya, tidak makan tidak minum, pagi sampai sore, hingga selesai. kalau sudah selesai puasa, salat hari raya, bersuka ria, semuanya. dan halal bi halal, kepada orangtua, juga dengan teman-teman.
               ---bersambung---

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun