Berapa banyak dari kita yang dalam hidup ini jauh dari Allah, bahkan meniadakan keberadaan Allah. Padahal Allah selalu ada, hanya saja kita terkadang dibutakan oleh gemerlapnya suguhan dunia. Dan atau juga karena terlalu pintarnya kita.
Padahal Allah itu dekat sedekat urat nadi, karena kebodohan kita, seolah-olah Allah itu hilang. Ketika kita dalam pusaran kesusahan dalam hidup, sering kita menyalahkan akan keberadaan Allah. Â
Padahal kita sendiri yang jauh dari Allah.
Pada saat penulis menjadi seorang pelajar di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) mengalami kegalauan bersebab persaingan kepintaran teman-teman sekelas. Sejak kelas 1 MAN penulis bercita-cita ingin kuliah di perguruan tinggi negeri lewat jalur prestasi, dahulu dikenal dengan istilah PMDK, kalau sekarang dengan istilah Mahasiswa Undangan.
Sejak kelas 1 penulis mencoba untuk terus belajar di rumah walau hari libur. Hal hasil penulis selalu berada di pusaran lima besar hingga kelas 3 MAN. Ketika sampai di kelas 3 penulis sedikit galau. Karena yang akan mendapatkan atau mengikuti jalur prestasi hanya 3 siswa dari 5 siswa yang peringkat atas.
Ketika dalam kebingungan penulis mendapatkan jawaban sendiri "Kenapa aku tidak mengadu kepada Allah saja. Pan Allah Maha kuasa. Dengan kuasanya Allah bisa merubah apa yang menurut manusia tidak bisa berubah."
Akhirnya penulis selalu menunggu dan menjumpai Allah pada waktu yang tepat. Kapan itu, pada saat waktu salat pardu tiba. Di situlah penulis selalu mengejar azan. Hampir setiap waktu penulis mengumandangkan azan, setelah itu sebelum iqomah penulis menjumpai dan berbicara panjang lebar kepada Allah lewat lantunan -lantunan doa.
Doa penulis yang terus-menerus dilakukan berbuah manis. Ketika upacara bendera terakhir di kelas 3 MAN, penulis dipanggil oleh kepala madrasah. Penulis dengan dua teman menghadap kepala madrasah.
Kami pun duduk di kursi yang sudah tersedia di kantor kepala madrasah. Kami pun tidak mengetahui bersebab apa dipanggil kepala madrasah.
Kami duduk tenang, lalu kepala madrasah bertanya
    "Apakah kalian ingin melanjutkan ke perguruan tinggi negeri?"
    " Iya, Pak." Jawab kami serempak
    "Ok, kalian akan saya kirim ke IAIN Jakarta."
    "Alhamdulillah," jawab kami
Penulis sangat berbahagia pada saat itu. Impian menjadi seorang mahasiswa perguruan tinggi negeri menjadi kenyataan. Tidak terbayangkan jika penulis tidak dapat perguruan tinggi negeri. Sudah dipastikan penulis tidak akan kuliah, mengingat penulis hanya seorang anak tukang arang kayu yang penghasilannya sudah bisa ditebak.
Syukur Alhamdulillah, ternyata Allah ada. Semakin kita sering bermesraan dengan-Nya, apapun yang kita pinta pasti dikasih. Jangankan minta, tidak minta saja dikasih. Karena Allah Maha pengasih kepada seluruh makhluknya. Tapi, ingat kita kudu tahu tempat-tempat bisa bermesraan dengan Allah.