Mohon tunggu...
Suhardi Somomoeljono
Suhardi Somomoeljono Mohon Tunggu... Advokat -

Suhardi Somomoeljono Channel

Selanjutnya

Tutup

Politik

Opini atas Lahirnya Organisasi Advokat Federasi Advokat Republik Indonesia

11 Januari 2018   17:10 Diperbarui: 4 September 2018   13:29 5300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh:

DR H SUHARDI SOMOMOELJONO, SH., MH

Salah Satu Deklarator Penandatanganan Lahirnya Komite Kerja Advokat Indonesia (KKAI) Tanggal 11 Februari 2002 dan Deklarator Penandatanganan Penetapan Kode Etik bersama Advokat Indonesia Tanggal 23 Mei 2002 yang secara mutatis mutandis telah diakui oleh Pasal 33 UU Advokat No. 18 Tahun 2003 yang telah diundangkan pada tanggal 5 April 2003. 

Pendahuluan

Sebagai salah satu pelaku saksi sejarah, setidak-tidaknya pada pasca sebelum lahirnya UU Advokat Nomor 3 Tahun 2003 ("UU ADVOKAT"), dan setelah UU Advokat di undangkan.Testemoni tersebut secara jujur, wajib disampaikan kepada generasi muda, khususnya bagi para advokat dan masyarakat pada umumnya, mengenai latar belakang sejarah lahirnya organisasi advokat ("OA") di Indonesia tersebut. Dengan diungkapnya adanya fakta-fakta tersebut, sehingga secara nalar, diharapkan nantinya dapat di uji, serta dikaji, dalam perspektif akademis, demi kepentingan kehormatan profesi advokat di Indonesia tentunya.

Penting untuk disimak bersama bahwa, UU Advokat itu tidak mungkin lahir (imposible), dan diundangkan menjadi UU, jika persyaratan awal sebagai nilai historis (historical) tidak terpenuhi terlebih dahulu. Apa nilai historis sebagai persyaratan awal itu ?

  • (A).7(tuju) Organisasi Advokat yang sah dan legitimate, pada saat itu yaitu Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN),Ikatan Penasehat Hukum Indonesia (IPHI), Asosiasi Advokat Indonesia (AAI), Himpunan Advokat/Pengacara Indonesia (HAPI),Serikat Pengacara Indonesia (SPI),Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia (AKHI),dan Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM), wajib terlebih dahulu membentuk wadah bersama. Wadah bersama yang dimaksut adalah, berupa Induk dari seluruh Organisasi Advokat di Indonesia.
  • Dalam rangka mewujutkan Induk Organisasi Advokat tersebut, akhirnya, tepat pada tanggal 11 Februari 2002, ke-7(tuju) Organisasi Advokat tersebut, berhasil mendirikan / mendeklarasikan, berdirinya Komite Kerja Advokat Indonesia ("KKAI"), yang ditandatangani oleh para advokat Indonesia dalam kedudukannya selaku Ketua Umum dan Sekretaris Jendral, yang tergabung dalam 7 (tuju) organisasi advokat, yaitu masing-masing oleh :
    • H.Sudjono,SH.
    • Otto Hasibuan,SH.
    • Denny Kalimang,SH.
    • Teddy Soemantry,SH.
    • H.Indra Sahnun Lubis,SH.
    • E.Suherman Kartadinata,SH.
    • H.A.Z.Arifien Syafe'i,SH.
    • Suhardi Somomoeljono,SH.
    • Tri Media Panjaitan,SH.
    • Sugeng T Santoso,SH.
    • Fred B.G.Tumbuhan,SH.,L.Ph.
    • Husein Wiriadinata,SH.,LLM.
    • Soemarjono S,SH.
    • Hafzan Taher,SH.
  • Ke-14 (empat belas) Orang Advokat Indonesia tersebut, adalah Ex-Officio dalam jabatannya, selaku Ketua Umum dan Sekretaris Jendral, dari ke-7 (tuju) Organisasi Advokat Indonesia.
  • (B).Komite Kerja Advokat Indonesia ("KKAI"), secara kolegialitas, yang diwakili oleh 14 (empat belas) Orang Advokat Indonesia tersebut, adalah Ex-Officio dalam jabatannya, selaku Ketua Umum dan Sekretaris Jendral dari, ke-7 (tuju) Organisasi Advokat Indonesia, pada tanggal 23 Mei Tahun 2002 di Jakarta, telah sepakat menandatangani, mendeklarasikan (deklarator) dalam bentuk, menetapkan / Penetapan, atas Kode Etik Advokat Indonesia, sebagai Kode Etik bersama, yang berlaku bagi seluruh advokat di Indonesia.

Setelah pada tahun 2002, kedua pekerjaan besar tersebut, dapat diselesaikan oleh KKAI, dan dilaporkan ke ketua DPR RI, akhirnya pada tahun 2003 UU Advokat masuk dalam program legeslatif nasional, dan diundangkan dalam UU Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Sebagai bukti autentik secara hukum, bahwa KKAI secara historis memiliki legal standing, yang sangat kuat, atas diundangkannya UU Advokat, dimana pada akhirnya, pihak pembentuk UU dalam pasal 33 UU Advokat Kode Etik Advokat yang ditandatangani oleh KKAI pada tanggal 23 Mei 2002 dinyatakan mempunyai kekuatan hukum secara mutatis mutandis menurut UU Advokat sampai adanya ketentuan yang baru yang dibuat oleh Organisasi Advokat.

Tentunya, akan timbul suatu pertanyaan, apa sesungguhnya, yang dimaksut oleh pembentuk UU, dengan kalimat tersebut (baca, Organisasi Advokat), yang mana yang dimaksut ?. Institusi kenegaraan dalam kekuasaan eksekutif-legeslatif-yudikatif, yang mana, yang lebih memiliki kewenangan, untuk menafsirkan ketentuan tersebut ( baca, Organisasi Advokat ) ?.Berdasarkan fakta hukum yang ada, ternyata dalam menjawab maksut dan tujuan dari pembentuk UU tersebut , Mahkamah Agung RI, secara tegas, dalam nota dinasnya, yaitu berdasarkan, surat MA berkaitan dengan telah diundangkannya UU Advokat Nomor 18 Tahun 2003 dalam surat Nomor : KMA/445/VI/2003 Perihal : Pelaksanaan UU No.18.Tahun 2003 tentang Advokat tertanggal : 25 Juni 2003, Organisasi Advokat yang dimaksut adalah KKAI.

Surat ketua MA tersebut, telah di beritaukan kepada seluruh Ketua Pengadilan, Pengadilan Tinggi, baik Pengadilan Negeri, maupun Pengadilan tata Usaha Negara (TUN). Dengan adanya pengakuan, dari Mahkamah Agung RI tersebut, sesungguhnya secara juridis formal (asas legalitas), KKAI telah memiliki derajat dalam ketatanegaraan, sebagai badan, atau lembaga negara, dalam bentuknya sebagai Organisasi Advokat Indonesia (Indonesian Bar Association).

Yang menjadi pertanyaan besar adalah, mengapa para pengurus KKAI, yang secara Ex-Officio mewakili kepentingan advokat Indonesia, secara langsung / tidak langsung, menghilangkan kedudukan KKAI, yang telah memiliki landasan hukum, historis serta sosiologis tersebut.Atas pertanyaan tersebut, sampai saat ini, belum pernah diungkapkan / terungkap, sehingga masih menjadi sesuatu yang bersifat misteri (baca, skandal). Ada dua kemungkinan mengapa KKAI di hilangkan (baca, tidak diaktifkan).

Kemungkinan pertama, ada kesengajaan dari orang-orang (baca, oknum) yang memiliki kepentingan pribadi atau kelompok dalam rangka mencari keuntungan (vested of Interest).Pada saat seluruh organisasi advokat dalam naungan Induk Organisasi Advokat KKAI maka yang menjadi anggota KKAI itu bukan orang (baca, advokat), tetapi organisasi advokat.Dengan konsep seperti itu, maka seluruh organisasi advokat masih berdaulat dengan anggotanya masing-masing, sehingga kartu anggota advokat ("KTA") yang dikeluarkan oleh KKAI selalu bersama-sama dengan organisasi advokat. Misalnya advokat yang berasal dari organisasi advokat IKADIN, maka KTA yang dikeluarkan KKAI ditandatangani oleh Ketua dan Sekretaris KKAI dan Ketua Umum serta Sekretaris Jendral dari organisasi advokat.Dalam keadaan seperti itu, dinamika dari 7 (tuju) organisasi advokat sangat tinggi dalam persaingan membina para anggotanya masing-masing.KKAI benar-benar wadah bersama dalam rangka menentukan kebijakan bersama untuk advokat Indonesia.

Setelah peran KKAI digantikan oleh PERADI maka terjadi perubahan seratus persen.Dengan lahirnya PERADI maka kedaulatan organisasi advokat atas anggotanya benar-benar termarginalkan bahkan berpotensi dimatikan. Mengapa demikian ? karena yang menjadi anggota dari PERADI itu bukan Organisasi Advokat, tetapi orang (baca, para advokat ).Konsekwensinya para advokat Indonesia misalnya akan mengurus KTA tidak lagi melalui ke-7 organisasi advokat tetapi langsung ke PERADI. Lebih-lebih pelaksanaan ujian advokat dan pendidikan khusus profesi advokat ("PKPA"), dimonopoli PERADI dengan demikian secara otomatis kedaulatan dari ke-7 organisasi advokat benar-benar ada unsur kesengajaan untuk dimatikan.

Kemungkinan kedua para pengurus KKAI pada saat itu benar-benar masa bodoh (baca, semau gue) tidak mau repot-repot melaksanakan fungsi KKAI seperti sebelumnya.Mengingat secara management KKAI dalam setiap pengambilan keputusan secara ex-officio, wajib dilakukan secara bersama-sama, dengan ke-7 organisasi advokat yang diwakili oleh Ketua Umum dan Sekretaris Jendral.Dengan demikian watak KKAI itu dari sejak kelahirannya nilai-nilai demokratis sudah tertanam di dalamnya. Perlu di ingat bahwa nama KKAI itu sendiri berasal dari usulan Almarhum Adnan Buyung Nasution.

Management model PERADI lebih tersentralisir, ditangan Ketua Umum dan Sekretaris Jendral, tentu masih jauh dari nilai-nilai demokrasi, sehingga dengan demikian sejak kelahirannya diduga, sudah tertanam watak yang bersifat otoriter. Pertanyaannya dengan dihilangkannya peran dan fungsi KKAI tersebut apakah langkah yang seharusnya dilakukan oleh para advokat Indonesia.

Idealitanya, para pengurus KKAI, yang dengan secara sengaja, menghilangkan peran dan fungsi KKAI dari spektrum ketatausahaan negara di Indonesia, sehingga berakibat terjadinya ketidak pastian hukum, perlu segera dibentuk Tim Pencari Fakta (TPF), untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, dengan tujuan utama mengembalikan mengaktualisasikan kembali surat Nomor : KMA/445/VI/2003 Perihal : Pelaksanaan UU No.18.Tahun 2003 tentang Advokat tertanggal : 25 Juni 2003, yang telah menegaskan (recoqnation)bahwa, Organisasi Advokat yang dimaksut adalah KKAI.Ketua Mahkamah Agung RI pada saat itu dijabat oleh Prof.Dr.Bagir Manan,SH.,MH.

Dengan adanya pengakuan negara, (baca, MA.RI) atas keberadaan KKAI, selaku Organisasi Advokat Indonesia, hal tersebut telah sesuai, dengan perintah kode etik advokat Indonesia pada, Pasal 22 ayat (3) Kode Etik Advokat Indonesia, yang secara tektual, telah menegaskan bahwa, KKAI memiliki kewenangan, dalam hubungan kepentingan profesi advokat, dengan lembaga-lembaga negara, dan Pemerintah, yang telah dikuatkan / disahkan, dimuat pada pasal 33 Undang-undang Advokat No.18.Tahun 2003.

Dengan demikian secara juridis, KKAI sah dan legitimate, dalam kedudukannya, selaku bagian dari kelembagaan negara, menjalankan peran dan fungsinya, sebagaimana dimaksud, dalam Surat Edaran Mahkamah Agung RI No.KMA/445/VI/2003, tertanggal 25 Juni 2003, perihal Pelaksanaan UU Advokat No.18.Tahun 2003, yang telah menegaskan "Organisasi Advokat (OA) dalam perspektif UU Advokat adalah KKAI".

 

Lahirnya Federasi Advokat Republik Indonesia

Saya menyambut baik, dengan suka cita, atas lahirnya organisasi advokat Federasi Advokat Republik Indonesia yang telah terdaftar, dan berbadan hukum, sehingga dengan demikian, dapat menjalankan fungsinya, dalam menjalankan perintah UU Advokat Nomor 18.tahun 2003 tersebut.

Saya akui, setelah para pengurus KKAI tidak mengindahkan Surat Edaran Mahkamah Agung RI No.KMA/445/VI/2003, tertanggal 25 Juni 2003, perihal Pelaksanaan UU Advokat No.18.Tahun 2003, yang telah menegaskan "Organisasi Advokat (OA) dalam perspektif UU Advokat adalah KKAI".

Bahkan tanpa penjelasan yang memadahi secara yuridis telah mengganti peran KKAI dengan melahirkan Organisasi Advokat yang baru, melalui akta notaris, baca Perhimpunan Advokat Indonesia ("PERADI"). Dalam kenyataannya, tindakan tersebut justru menimbulkan kekacauan berpikir, akibatnya bermunculan organisasi advokat baru, yang jumlahnya sangat banyak, dan sulit di prediksi dalam melakukan kontrol, dalam standarisasi Kode Etik Advokat Indonesia. Federasi Advokat Republik Indonesia ("FERARI") yang berdirinya, telah diprakarsai oleh Advokat Senior, Dr Teguh Samudra,SH.,MH tentu menginginkan, dan bercita-cita dapat mewujudkan organisasi advokat yang kredibel, dalam mengemban amanah UU Advokat Indonesia, yang saat ini masih sah dan berlaku sebagai hukum positif.

Saya sangat berharap, kiranya FERARI dapat segera melakukan aktifitasnya, dalam menjalankan perintah UU advokat, sekaligus dapat melakukan inisiasi, secara pro aktif menggalang, persatuan dan kesatuan, dari seluruh organisasi advokat yang ada di Indonesia. Tidak menutup kemungkinan, FERARI dapat mendorong mempersatukan seluruh organisasi advokat baik yang secara limitatif, telah ditentukan oleh UU, dan Organisasi Advokat lainnya, yang telah lahir setelah UU Advokat.Persatuan dan kesatuan tersebut, diharapkan dapat memperkokoh, keberadaan organisasi advokat Indonesia dalam bentuknya sebagai Organisasi Advokat Indonesia (Indonesian Bar Association).

FERARI juga dapat bertindak sebagai fasilitasi membantu mempersatukan seluruh organisasi advokat, untuk kembali ke wadah bersama, organisasi advokat, sebagaimana dimaksut, dalam Surat Edaran Mahkamah Agung RI No.KMA/445/VI/2003, tertanggal 25 Juni 2003, perihal Pelaksanaan UU Advokat No.18.Tahun 2003, yang telah menegaskan "Organisasi Advokat (OA) dalam perspektif UU Advokat adalah KKAI". Dalam perspektif KKAI, seluruh organisasi advokat adalah anggota KKAI. Secara Ex-Officio seluruh ketua umum dan sekretaris jendral adalah representatif wakil dari organisasi advokat, yang memiliki fungsi sebagai organisasi advokat pengambil kebijakan (policy).

FERARI yang saat ini lahir, dan berbadan hukum, berdasarkan Keputusan Menteri Hukum dan HAM RI AHU-0016612.AH.01.07.TAHUN 2017.Secara historis pada Jumat Tanggal 20 Februari 2010, sesungguhnya sudah dideklarsikan, oleh advokat Indonesia, yang berasal dari keanggotaan 7 (tuju) organisasi advokat, yang secara limitatif telah ditentukan oleh UU Advokat Nomor 18.Tahun 2003.

Bahkan dalam deklarasi tersebut, Dr.H.Tegus Samudera,SH.,MH., bertindak sebagai salah satu deklarator, dari jumlah keseluruhan 29 (dua puluh sembilan) deklarator.

Saya sendiri, Dr.H.Suhardi Somomoeljono,SH.,MH., oleh para deklarator telah ditunjuk, sebagai pihak yang menerima kuasa, dalam rangka meng akta notariskan organisasi advokat yang berbentuk Federasi tersebut. Dengan demikian saya berpendapat, pendirian FERARI secara hukum, merupakan kepanjangan dari deklarasi, didirikannya organisas advokat, yang bernama federasi advokat Indonesia (FAI), pada tanggal 20 Februari 2010. Naskah Deklarasi terlampir sebagai bukti dokumen hukum sejarah sebanyak 3 (tiga ) lembar.

 

Penutup

Sebagai akhir kata, dengan kelahiran FERARI, diharapkan dapat menjadi motivator, kebangkitan untuk mempersatukan organisasi advokat, yang telah bercerai berai, sebagai akibat tidak difungsikannya KKAI, sebagai Ortganisasi Advokat Indonesia, oleh para pengurus KKAI dengan mengganti peran KKAI oleh PERADI.

Dalam perkembangannya FERARI dapat dikategorikan sebagai anggota KKAI, mengingat kelahiran KKAI itu, merupakan suatu fakta sejarah, yang tidak dapat sama sekali dilepaskan dari kelahiran UU Advokat no.18.Tahun 2003 dan telah memiliki kedudukan legal standing yang sah secara hukum.Berdasarkan fakta hukum tersebut, FERARI memiliki tanggungjawab moral, untuk mendudukkan mengingatkan kembali, kepada pimpinan-pimpinan organisasi advokat, untuk memfungsikan kembali keberadaan KKAI sebagai wadah bersama advokat Indonesia.

KKAI sebagai wadah bersama, sebagaimana perintah kode etik advokat Indonesia pada, Pasal 22 ayat (3) yang secara tektual, telah menegaskan bahwa : "KKAI memiliki kewenangan, dalam hubungan kepentingan profesi advokat, dengan lembaga-lembaga negara, dan Pemerintah". Keberadaan Kode Etik Advokat Indonesia (Baca, Pasal 22 ayat 3), yang telah dikuatkan / disahkan, dimuat pada pasal 33 Undang-undang Advokat No.18.Tahun 2003.

Ketentuan Kode Etik Advokat Indonesia pasal 22 ayat (4), untuk dapat menjalankan tugasnya masing-masing, kepengurusan KKAI mempunyai kewajiban membentuk :

  • Dewan Kehormatan Advokat baik tingkat pusat maupun di tingkat daerah diatur dalam pasal 27 ayat (1) Undang-undang Nomor 18 tahun 2003; ditempatkan di luar struktur kepengurusan KKAI dan memiliki hak untuk menerima laporan atau rekomendasi dari Komisi Pengawasan daerah, memeriksa dan mengadili para Advokat yang melakukan pelanggaran Kode Etik Advokat Indonesia
  • Sedangkan kepengurusan KKAI juga mempunyai kewajiban membentuk Komisi Pengawasan Advokat tingkat pusat dan Daerah, Kedudukan Komisi ini berada dalam struktur kepengurusan KKAI, serta memiliki hak untuk mengawasi pekerjaan para Advokat sehari-hari dalam menjalankan tugasnya oleh Komisi Pengawasan sesuai ketentuan pasal 13 ayat (1) Undang-undang Nomor 18 tahun 2003 tentang Advokat, pada saat menerima surat kuasa dari para pencari keadilan.

Tidak berlebihan kiranya, jika saya berpendapat bahwa KKAI itu secara yuridis memiliki fungsi sebagai Markas Besar Advokat Republik Indonesia (MABES-ADRI) yang beranggotakan seluruh organisasi advokat. Jika seluruh organisasi advokat menyadari bahwa, KKAI itu merupakan Induk dari seluruh Organisasi Advokat Indonesia, maka Advokat Indonesia dalam kedudukannya sebagai Penegak Hukum benar-benar terwujud, bukan hanya secara normatif, sebagaimana difinisi dalam UU Advokat, tetapi dalam implimentasinya kedudukannya benar-benar, sederajat dengan para penegak hukum lainnya (Jaksa, Hakim, Polisi).

Advokat tidak lagi dimarginalkan oleh aparat penegak hukum lainnya mengingat Markas Besar Advokat Republik Indonesia (MABES-ADRI) sebagai sentral kebijakan yang bersifat komando memiliki nilai-nilai kesederajatan dengan Mahkamah Agung RI, Kejaksaan Agung RI, Kepolisian Negara RI. Memposisikan KKAI dalam kedudukannya selaku Markas Besar Advokat Republik Indonesia ("MABES ADVOKAT RI") adalah suatu keniscayaan mengingat KKAI dalam kedudukannya selaku Lembaga Negara baik secara langsung maupun tidak langsung telah memiliki landasan hukum yang jelas.

Demikian kata sambutan saya, sekali lagi selamat dan sukses atas kelahiran FERARI semoga menjadi organisasi advokat yang berkwalitas, mampu meningkatkan kwalitas para anggotanya, sehingga kedepan merupakan organisasi advokat yang berwibawa dan disegani oleh para anggotanya.

Jakarta, 11 Januari 2018

Hormat Kami,

Ketua sementara (Provisional Chairman)

Komite Kerja Advokat Indonesia ("KKAI")

Dr.H.Suhardi Somomoeljono,SH.,MH.

Artikel Lainnya : OpiniHardi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun