Pertanyaan selanjutnya, apa kira-kira solusi dari masalah ekologi yang ada di Manggarai ini. Armin Bell menyediakan jawabannya pada cerpen-cerpen lain. Dia tampaknya menginginkan generasi muda Manggarai saat ini atau yang akan datang, tidak perlu mencari ilmu dari sumber yang jauh-jauh. Orang Manggarai sudah memiliki ajaran atau filosofi hidup yang sangat menghormati hubungannya dengan alam dan Sang Pencipta.
Pertama, orang Manggarai memiliki cerita legenda Ora yang hidup dalam cerita keseharian masyarakat. Kisah tentang asal-usul Komodo itu termuat dalam dua cerpen, yaitu Dua Ibu dan Hari-hari Ora yang Diceritakan. Dikisahkan ada sepasang suami istri yang melahirkan dua anak kembar, tapi berbeda wujud. Satunya manusia normal sebagaimana lazimnya orang-orang, sedangkan satunya lagi menyerupai kadal atau binatang purba yang kini dikenal sebagai Ora atau Komodo. Karena berbeda wujud, saudara Ora ini terpaksa dilepaskan ke hutan dengan sebuah pesan: "Ora jangan kau lupakan saudaramu manusia. Kamipun tidak akan melupakanmu (hlm. 55)."
Hubungan kekerabatan antara manusia dan komodo dalam dua kisah tersebut merupakan gambaran hubungan menusia dengan spesies lainnya. Kita manusia diingatkan bahwa, sebagai saudara dari hewan ciptaan Tuhan, semestinya harus menjaga mereka beserta ekosistemmnya dengan baik.
Kedua, orang Manggarai memiliki tradisi Penti, yaitu upacara syukur atas berkat yang telah diterima selama setahun. Gambaran bagaimana penti ini dijalankan serta apa saja makna di baliknya, bisa kita temukan pada cerita Ritual Kita dan Hari-hari Ora yang Diceritakan. Penti merupakan ekspresi rasa syukur atas kebaikan alam yang telah memberi hasil pertanian yang berlimpah, serta kebutuhan lain. Ritual penti juga berkaitan dengan relasi manusia dengan Sang Pencipta.
Ketiga, ada beberapa mitos yang berkembang di masyarakat Manggarai berkaitan larangan menebang pohon tertentu karena diyakini ada penunggunya. Ajaran seperti ini barangkali akan ditertawakan orang, karena, bagaimana mungkin sebuah pohon ada penunggunya? Meski itu hanya sebuah mitos atau sekadar menakut-nakuti orang untuk tidak menebang pohon sembarangan, doktrin seperti itu sebenarnya bagus untuk mengurangi kebiasaan merambah hutan.
Rincian masalah, penyebab, dan solusi sudah tersedia. Sebagaimana buku PMA ini, kita sebenarnya juga sedang melakukan perjalanan. Tapi, jalan apa atau jalan mana yang hendak kita pilih? Kalau menginginkan jalan menuju hidup yang ayem, maka pilihannya cuma satu, ikutilah jalan yang memperhatikan hubungan baik dengan lingkungan sekitar. Buku PMA ini menawarkan kita dalam perjalanan menuju hidup yang ayem.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI