Perawat sedunia baru saja merayakan hari besarnya pada 12 Mei lalu. Hari Perawat Sedunia atau IND (International Nurses Day) yang merupakan peringatan hari lahir tokoh keperawatan modern, Florence Nightingale, diisi dengan berbagai kegiatan yang intinya bertujuan memajukan profesi perawat.
The International Council of Nurses (ICN) yang merupakan representasi komunitas perawat seluruh dunia mengeluarkan panduan perayaan IND, termasuk tema kegiatan yang pada tahun 2023 menyerukan tentang: "Our Nurses. Our Future." Secara harfiah tema itu mau mengatakan bahwa, perawat kita merupakan masa depan kita.
Presiden ICN, Dr Pamela Cipriano, menjelaskan bahwa tema tersebut bertujuan menyiapkan perawat dalam menghadapi berbagai tantangan kesehatan global dan menyukseskan program Universal Health Coverage (UHC) atau layanan kesehatan untuk semua. Menurutnya, keyakinan ICN mengenai ide perawat sebagai masa depan dunia merupakan hasil refleksi dari peran perawat selama pandemi COVID-19.
Karena itu, ICN bersama organisasi profesi perawat yang ada di setiap negara perlu meyakinkan para pengambil kebijakan untuk memastikan perawat selalu dilindungi, dihormati, dan dihargai. Frasa "perawat kita merupakan masa depan kita" itu diharapkan menjadi keyakinan para pemimpin di setiap negara, sehingga bisa memperlakukan perawat sebagai aset penting bagi kesehatan bangsanya.
Di berbagai negara maju, perawat mendapat posisi yang cukup istimewa. Sebagai gambaran, pernah ada survei Gallup yang menunjukkan perawat sebagai profesi yang paling dipercaya. Lalu, bagaimana dengan perawat di Indonesia? Apakah sudah menganggap dan memperlakukan perawat sebagai investasi masa depan bangsa?
Perawat yang Belum Terawat
Ketika tulisan ini dibuat pada Jumat (26/05/2023), ada seorang perawat yang dipukul keluarga pasien di RSUD Kendari. Terlepas apa musabab dari tindakan kekerasan itu, penganiayaan perawat seperti itu menunjukkan profesi ini belum begitu terawat di negeri ini. Itu memang hanya satu kasus, tapi kalau kita mengecek lebih lanjut akan temukan lebih banyak lagi.
Selain rentan terhadap perundungan seperti itu, perawat juga menghadapi masalah lain yang berkaitan dengan kesejahteraannya. Sebagai gambaran, Dewan Pengurus Wilayah Persatuan Perawat Nasional Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur (DPW PPNI NTT) pernah melakukan survei kesejahteraan perawat. Secara umum, hasilnya dapat diringkas seperti berikut ini.
Pertama, perawat yang berstatus ASN tidak mendapat tunjangan yang sama dengan profesi atau tenaga kesehatan lain meskipun berada pada jenjang pendidikan yang sama. Fakta ini menunjukkan adanya perlakuan berbeda yang membuat perawat marasa tidak adil dan kurang puas.
Kedua, perawat yang bekerja di sektor swasta memiliki kerentanan yang lebih besar bila dibandingkan dengan perawat ASN. Masih ada perawat yang mengeluh gajinya di bawah UMR. Kondisi itu diperparah lagi dengan minimnya tunjangan lain, serta ada yang tidak memiliki asuransi kesehatan dan jaminan hari tua.
Ketiga, masih ada perawat yang bekerja dengan status kepegawaian sebagai tenaga kontrak, magang, dan bekerja sukarela. Perawat pada kelompok ini mengeluhkan pendapatan yang tidak pasti, bahkan ada yang tidak menerima gaji sama sekali.
Keempat, perawat lulusan baru yang kesulitan mendapatkan pekerjaan. Akibatnya, setelah bertahun-tahun tidak mendapatkan peluang kerja sebagai perawat, ada yang beralih profesi. Sebenarnya ada peluang bekerja di luar negeri, tapi tidak semua berminat dan ada yang tidak memenuhi kualifikasi.
Meski survei ini dilakukan di NTT, tapi penulis meyakini, itulah masalah secara umum yang dihadapi perawat di Indonesia saat ini. Ketika perawat sedang dibelit masalah yang berkaitan dengan kesejahteraanya, muncul lagi isu RUU Kesehatan Omnibus Law yang akan menghapuskan UU No. 38 tahun 2014 tentang Keperawatan.
Karena itu, PPNI sebagai organisasi profesi perawat yang merupakan perpanjangan tangan ICN terus melakukan upaya advokasi agar UU Keperawatan tetap dipertahankan. RUU Kesehatan Omnibus Law itu memang masih berproses dan terus diperdebatkan. Hingga saat ini, PPNI tetap kukuh mempertahankan UU Keperawatan dan berharap pemerintah berfokus mengurusi masalah kesejahteraan perawat.
Berbagai masalah itu menunjukkan perawat di Indonesia masih berada dalam kondisi yang rentan. Selain itu, kesannya perawat belum menjadi profesi andalan masa depan bangsa yang perlu diinvestasi dengan seksama mulai saat ini untuk menghadapi tantangan kesehatan global, serta menyediakan layanan kesehatan untuk semua.
Pendek kata, perawat yang fokus merasa bangsa belum terawat dengan baik. Padahal bila kita menengok sejarahnya, kontribusi perawat dalam pembangunan kesehatan sudah cukup baik. Tapi, pengorbanan itu belum sepenuhnya dihargai dengan baik.
Masa Depan Perawat
Sebagai perawat kita juga perlu mengakui bahwa, masalah yang sudah diuraikan di atas mungkin disebabkan karena kualitas pelayanan yang diberikan belum baik. Menurut penulis, selain berharap mendapat perlakuan yang pantas dari masyarakat dan negara, sejak dini perawat juga perlu mengintropeksi diri mengenai kualitas diri dan pelayanan keperawatan.
Saat merayakan IND 2023, DPW PPNI NTT mengadakan serial diskusi melalui live Instagram @nttppni. Salah satu poin yang disoroti dalam diskusi tersebut adalah autokritik mengenai kualitas perawat. Harus diakuai, kualitas perawat saat ini tidak sama dan banyak keluhan pada perawat lulusan baru yang terkesan kurang kompeten.
Karena itu, salah satu rekomendasi diskusi itu menekankan tentang pentingnya perbaikan yang mendasar di institusi pendidikan. Selain mempersiapkan lulusan perawat dengan kompetensi utama sebagai perawat profesional, lembaga pendidikan juga diharapkan bisa membekali perawat dengan keterampilan lain yang membuat ia bisa bertahan atau beradaptasi dengan persaingan dunia kerja.
Perawat perlu mempersiapkan diri dengan baik untuk menyambut masa depan yang penuh dengan tantangan baru. Isu terbaru menyoroti pekembangan teknologi AI (Artificial Intelligence) yang diprediksi bisa menggantikan profesi atau pekerjaan manusia. Mungkikah suatu saat peran perawat digantikan oleh mesin robotik?
Kecemasan akan masa depan itu mungkin terlalu berlebihan. Tapi ketika ChatGPT sebagai salah satu teknologi AI baru diluncurkan beberapa bulan lalu, sebagian besar mata dunia melirik pada berbagai kemungkinan tersebut. Dan beberapa penelitian awal menunjukkan hal itu bisa terjadi. Kita juga sudah menyaksikan ada beberapa jenis pekerjaan yang tumbang karena digantikan dengan teknologi AI.
Bagaimana dengan perawat? Karena ini ada kaitannya dengan AI, maka penulis iseng bertanya pada ChatGPT. Penulis agak terkesima ketika ia merespons pertanyaan saya dengan baik dan ia sangat mengenal profesi perawat.
Ketika penulis bertanya mengenai kemungkinan perawat akan digantikan oleh AI, ia memberi jawaban yang melegakan. Menurutnya, beberapa tindakan teknis seperti menyuntikan obat mungkin bisa dipermudah dengan teknologi AI. Tapi sentuhan caring yang khas dari perawat tidak bisa digantikan dengan mesin apapun.
Jadi, AI sendiri mengakui profesi perawat ini tetap penting di masa depan. Perawat tetap dibutuhkan, asal terus terbuka dengan perkembangan teknologi yang ada. Perawat mesti akrab menggunakan berbagai perangkat teknologi yang membantu proses perawatan atau pengobatan.
Sekali lagi, tindakan caring yang merupakan ciri khas profesi perawat menjadi kekuatan yang menjadikan profesi ini terus dibutuhkan oleh manusia. Karena itu, perawat terus mengembangkan sikap kepedulian yang memperlakukan klien secara baik.
Perbaikan diri perawat tentunya bisa mengubah persepsi masyarakat dan pemerintah, hingga akhirnya semua berpendapat yang sama: "Our Nurses. Our Future."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H