Maret lalu kita sempat ramai membicarakan kebijakan masuk sekolah jam 5 pagi di Kupang, NTT. Respons masyarakat beragam, tapi secara umum saya perhatikan banyak sekali orang yang menghujat Viktor Laiskodat sebagai pencetus ide tersebut.
Saya sebenarnya punya pandangan tersendiri mengenai regulasi yang sukses bikin marah orang banyak itu. Menurut saya, niat yang melatarbelakangi aturan itu baik. Hanya saja, bagaimana caranya supaya bisa diterima masyarakat?
Waktu itu saya mau menulis bahwa saya setuju dengan terobosan Gubernur NTT itu. Tapi begitu melihat banyak komentar negatif, saya lebih memilih diam. Saya tidak mau dijadikan bahan perundangan tambahan.
Setelah tensinya agak mereda seperti ini, saya pikir inilah saatnya untuk berpendapat. Tapi ini sudah terlambat, isunya tidak aktual lagi. Harusnya judul di atas menjadi: Mohon Izin Terlambat Mengomentari Kebijakan Masuk Sekolah Jam 5 Pagi.
*
Sejak 2016, saya punya kebiasaan olahraga pagi. Aktivitasnya berupa lari atau jalan santai selama kurang lebih 30 menit. Itu sebenarnya mengikuti salah satu anjuran Germas (Gerakan Masyarakat Hidup Sehat), bahwa kita perlu melakukan aktivitas fisik minimal 30 menit sehari.
Saya berusaha membiasakan olahraga pagi itu, sebenarnya karena ada masalah dengan berat badan. Waktu itu saya menyadari berat badan sudah berlebihan, sehingga perlu rutin olahraga agar bisa lebih seimbang.
Saya membiasakan diri bangun pukul 04.00 pagi. Setelah bangun, saya berdoa dan lanjut dengan membaca buku atau mengerjakan tugas penting.
Tepat pukul 05.00, saya akan keluar rumah dan mulai jalan pelan, lalu jalan cepat, hingga akhirnya berlari dengan kecepatan yang sedang-sedang saja.
Setelah 30 menit, saya biasanya beristirahat sambil main HP. Kebetulan saat itu saya juga sedang mengembangkan obsesi menjadi penulis, sehingga perlu banyak latihan.
Karena itu, Sambil melepas lelah, saya iseng mengambil hp dan mulai latihan menulis di dinding FB. Entah bagaimana awalnya, saya beri judul catatan itu dengan tagar #JalanPagi.
Saya perhatikan respons teman-teman di FB cukup baik. Hari berikutnya saya menulis lagi setelah olahraga dengan judul #JalanPagi (02). Begitu seterusnya hingga sampai puluhan tulisan.
Kemudian saya buat halaman khusus di FB dengan nama: Jalan Pagi Bersama Saver. Saya terus menulis serial #JalanPagi di sana, hingga mencapai ratusan tulisan.
Kebiasaan kecil itu membuat saya dikenal oleh teman-teman dekat dengan julukan #JalanPagi. Setiap bertemu teman yang kebetulan teman juga di FB, mereka pasti iseng bertanya, "Sudah #JalanPagi sampai di mana?"
Meski hanya segelintir orang yang berkomentar seperti itu, saya merasa bahwa kegiatan #JalanPagi itu sudah melekat pada diri saya. #JalanPagi adalah saya dan saya adalah #JalanPagi.
Selama melakukan #JalanPagi itu, saya biasanya sambil mendengarkan siaran radio atau podcast (siniar). Kadang saya berdialog dengan diri sendiri. Dan dari situ saya sering mendapatkan ide tulisan.
Ide-ide tulisan itu lebih banyak ditulis di FB, tapi beberapa lagi saya tulis lebih serius dan dikirim ke beberapa koran lokal di NTT. Ternyata dimuat. Tidak hanya satu, tapi berkali-kali.
Saya makin bersemangat. Selain merasa lebih sehat dan bugar karena rutin olahraga, saya juga mudah mendapatkan ide atau inpirasi untuk bahan menulis.
Hingga suatu saat, ada teman yang menganjurkan saya agar tulisan-tulisan saya di media massa lokal NTT itu diabadikan dalam buku. Itu ide menarik dan saya ikuti sarannya.
Ketika kumpulan tulisan itu sudah siap dicetak, saya membutuhkan satu judul umum. Meski tidak terlalu menggambarkan isi, saya harus berterima kasih pada #JalanPagi, sebab sumber inspirasi tulisan itu bersumber darinya.
Karena itu, meski sedikit agak ngawur, saya beri saja judul: Pada Jalan Pagi yang Sehat Terdapat Inspirasi yang Kuat. Buku itu diterbitkan di Pustaka Saga, Surabaya pada 2018, kurang lebih dua tahu setelah saya rutin menulis #JalanPagi.
Setelah bukunya jadi, saya jual sendiri dengan mengandalkan metode cerita (story telling). Saat ada kawan yang membeli, saya biasanya minta foto selfie. Foto itu kemudian saya unggah di FB dengan menuliskan cerita tentang teman tersebut.
Ternyata metode itu cukup baik, karena berhasil menarik orang lain untuk membeli. Buku itu memang tidak bisa dianggap laris, tapi setidaknya 300-an cetakan pertama habis.
Setelah itu, saya berpikir untuk menjual souvernir baju kaos yang bertuliskan: #JalanPagi di bagian dada. Kaos itu juga laku, tapi tidak laris-laris amat.
Meski demikian, gara-gara ada buku dan kaos #JalanPagi itu, saya akhirnya bisa belajar dan memiliki pengalaman berjualan. Rekam jejak ini yang kemudian membawa saya bergaul dengan para pegiat UMKM.
Tahun 2019 saya berkesempatan melanjutkan studi S2 Keperawatan di Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga, Surabaya. Saya mulai jarang jualan, tapi tetap semangat #JalanPagi.
Selama kuliah, anda tahu, ada banyak sekali tugas yang harus diselesaikan. Saya biasanya memanfaatkan waktu pagi hari untuk menyelesaikannya, sebelum saya mulai #JalanPagi.
Karena tubuh saya sudah terbiasa selama kurang lebih 3 tahun waktu itu, saya merasa bangun pagi bukan lagi jadi tantangan yang rumit. Saya merasa bangun pukul 04.00 atau bahkan sebelum itu sangatlah enteng.
Tahun 2020 kita dilanda pandemi COVID-19. Saya pulang ke Kupang dan melanjutkan kuliah secara daring. Saya tetap #JalanPagi, apalagi waktu itu olahraga sangat disarankan untuk meningkatkan imunitas tubuh.
Suatu hari ketika kita sudah memasuki masa kenormalan baru, komunitas UMKM Kota Kupang adakan sosialisasi tentang sertifikasi merek. Saya tertarik dan iseng mendaftar dengan portofolio produk #JalanPagi.
Ternyata saya diizinkan ikut. Kegiatan itu difasilitasi Pemkot Kupang yang bekerja sama dengan UNS, Solo. Kami diberi pemahaman tentang merek dan mereka fasilitasi pendaftaran merek kami di Kemenkumham.
Saat saya mengajukan merek #JalanPagi, petugasnya mengecek di sistem. Dia mengatakan sudah ada merek sebelumnya yang memakai nama: Jalan Pagi Ayam.
Saya hampir ketawa, tidak menyangka ada orang memikirkan nama nama atau merek seperti itu sebelumnya. Saya akhirnya memodifikasi merek #JalanPagi dengan sedikit tambahan: Mencari Inspirasi. Jadi, lengkapnya adalah: #JalanPagi Mencari Inspirasi.
Saya terus meyelesaikan tugas-tugas kuliah dan terus melakukan rutinitas #JalanPagi. Tahun 2021 saya dinyatakan lulus--tepat waktu--dan mengikuti wisuda secara daring.
Sampai saat ini, saya pun tetap melakukan #JalanPagi dan berusaha untuk melakukannya. Sependek pengalaman dari 2016 hingga 2023 saat ini, menurut saya, aktivitas di pagi hari sangat baik. Kebiasan melakukan rutinitas pagi, kamu tahu, sudah dibuktikan oleh orang banyak orang sukses di dunia. Salah satu tertulis dalam buku karya Robin Sharma yang berjudul: The 5 AM Club.
Karena itu, saya sebenarnya sejak dulu punya keinginan agar kebiasaan ini juga menjadi kebiasaan banyak orang, khususnya pelajar dan majalah. Sebenarnya saya menjual buku, kaos, dan banyak menulis di media sosial itu untuk mengampanyekan gaya hidup ini.
Tapi, apakah niat itu bisa terwujud. Jangankan bisa mengubah orang lain, istri saya saja marah-marah kalau saya bangunkan terlalu pagi.
"Lu jalan pagi sendiri sa...," kayaknya setiap kali diajak.
"Olahraga itu penting," saya terus berusaha.
"Saya kurus begini ne, nanti kalau olahraga, badan saya habis," dalihnya lagi.
Saya tidak pernah bisa menang di hadapan istri. Anak pertama kami yang saat ini sedang sekolah di TK, Gibran Suhardin, butuh berkali-kali dibangunkan agar bisa ke sekolah tepat waktu.
Anak kami yang kedua, Abran Suhardin, baru berusia 5 bulan. Tidak mungkin saya ajak dia untuk #JalanPagi.
Pendek kata, saya bahkan tidak bisa meyakinkan keluarga sendiri untuk #JalanPagi, apalagi meyakinkan warga se-Provinsi NTT.
Makanya ketika Gubernur NTT berani menjadikan kebiasaan sebagai regulasi, saya agak senang. Meski saya tahu, #JalanPagi atau kebiasaan apa saja yang dipaksakan tidak akan mendatangkan manfaat yang baik.
Sekolah pagi itu baik, #JalanPagi itu baik, dan semua kebiasaan baru lainnya baik kalau dijalankan atas dasar niat dari dalam hati masing-masing. Kita semua sepakat, segala sesuatu yang dilaksanakan akan berakhir buruk.
Aduh, gara-gara menulis ini saya jadi telat masuk sekolah. Saya perlu WA ke pimpinan dulu: "Mohon Izin Terlambat Masuk Sekolah Jam 5 Pagi."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H