Mohon tunggu...
Saverinus Suhardin
Saverinus Suhardin Mohon Tunggu... Perawat - Perawat penulis

Saverinus Suhardin. Seorang Perawat yang senang menulis. Sering menuangkan ide lewat tulisan lepas di berbagai media online termasuk blog pribadi “Sejuta Mimpi” (http://saverinussuhardin.blogspot.co.id/). Beberapa opini dan cerpennya pernah disiarkan lewat media lokal di Kupang-NTT, seperti Pos Kupang, Timor Express, Flores Pos dan Victory News. Buku kumpulan artikel kesehatan pertamanya berjudul “Pada Jalan Pagi yang Sehat, Terdapat Inspirasi yang Kuat”, diterbikan oleh Pustaka Saga pada tahun 2018. Selain itu, beberapa karya cerpennya dimuat dalam buku antologi: Jumpa Sesaat di Bandara (Rumah Imaji, 2018); Bingkai Dioroma Kehidupan: Aku, Kemarin dan Hal yang Dipaksa Datang (Hyui Publisher, 2018); Jangan Jual Intergritasmu (Loka Media, 2019); dan beberapa karya bersama lainnya. Pernah menjadi editor buku Ring of Beauty Nusa Tenggara Timur: Jejak Konservasi di Bumi Flobamorata (Dirjen KSDA, 2021); Konsep Isolasi Sosial dan Aplikasi Terapi : Manual Guide bagi Mahasiswa dan Perawat Klinis (Pusataka Saga, 2021); dan Perilaku Caring Perawat Berbasis Budaya Masyarakat NTT (Pustaka Saga, 2022). Pekerjaan utama saat ini sebagai pengajar di AKPER Maranatha Kupang-NTT sambil bergiat di beberapa komunitas dan organisasi. Penulis bisa dihubungi via e-mail: saverinussuhardin@gmail atau WA: 085239021436.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Kalau RUU Kesehatan Berniat Baik, Kenapa Demo Nakes Berupaya Menolak?

23 Mei 2023   11:00 Diperbarui: 23 Mei 2023   11:06 320
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi aksi demo. Sumber gambar: Hans from pixabay.com

Aksi demonstrasi di negara demokrasi seperti Indonesia adalah pemandangan biasa. Tapi ketika pendemonya tenaga kesehatan (nakes) yang sehari-hari biasanya berjibaku mengurusi pasien di rumah sakit atau fasilitas kesehatan lain, tentunya kita bertanya: ada apa dan mengapa? Serta bagaimana dengan nasib pasien?

Demo tenaga kesehatan itu pertama kali digelar pada Senin (08/05/2023) lalu di Jakarta. Tuntutan mereka secara umum adalah menolak RUU Kesehatan yang menggunakan metode Omnibus Law.

Tenaga kesehatan, kita tahu, jenisnya sangat beragam. Tapi yang terlibat dalam demo saat itu merupakan utusan dari 5 organisasi profesi kesehatan, yaitu: Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), dan Ikatan Bidan Indonesia (IBI).

Saya sebagai salah satu perawat yang ada di NTT, merupakan bagian PPNI. Sebagai bagian dari organisasi profesi perawat tersebut, saya sedikit tahu mengenai perjuangan penolakan RUU Kesehatan Omnibus Law tersebut.

Saya sudah mendengar isu penolakan RUU tersebut oleh PPNI sejak Oktober 2022. Pada dasarnya, sikap PPNI--termasuk wilayah NTT--menolak RUU Kesehatan tersebut karena akan menghapus UU No. 38  tahun 2014 tentang Keperawatan.

Sekadar gambaran, UU Keperawatan itu merupakan hasil perjuangan perawat selama puluhan tahun. Maka ketika pemerintah mau menggantinya dengan UU baru, sebagian besar perawat merasa tidak rela. Karena itu komunitas perawat merasa harus mempertahankannya dengan cara apapun.

Langkah awal yang ditempuh saat itu hanya berupa pernyataan sikap dan  advokasi pada orang atau lembaga yang memiliki peran pada urusan pembuatan peraturan.

Sejak saat itu pula, 5 organisasi profesi kesehatan yaitu disebut di atas, mulai melakukan koalisi untuk sama-sama menolak RUU Kesehatan tersebut.

Kenapa hanya 5? Karena 5 profesi itulah yang sudah memiliki UU sendiri saat itu. Sedangkan jenis tenaga kesehatan lainnya belum. Dan jika RUU Kesehatan itu terus dibahas dan diresmikan, maka UU dari 5 profesi tadi dinyatakan hangus alias tidak berlaku lagi. Itulah dasar penolakan yang kemudian berujung aksi demo, bahkan sampai ada isu untuk mogok kerja nasional.

Saat perayaan puncak HUT PPNI pada 17 Maret 2023 lalu, kegiatannya dihadiri oleh Materi Kesehatan Budi Gunadi Sadikin. Saya perhatikan melalui pemberitaan di media, Ketua Umum DPP PPNI (Harif Fadhillah) terlihat mesra bersama Pak Menkes. Saya mengira semuanya sudah menemukan kata sepakat.

Tapi menjelang Mei 2023, informasi penolakan RUU Kesehatan dari PPNI bersama organisasi profesi kesehatan lain kembali memuncak. Saya agak bingung, apakah demo itu memang diperlukan?

Saya dan mungkin banyak perawat lain ikut bingung, apa sebenarnya yang ditolak. Jujur saja, saya tidak sempat membaca RUU Kesehatan tersebut secara komprehensif, sehingga tidak banyak tahu.

Di media sosial, saya hanya sepintas melihat pro-kontra antarperawat sendiri. Ada kelompok yang senang dengan RUU Kesehatan karena memudahkan pengurusan STR (Surat Tanda Registrasi). Sebaliknya ada kelompok yang menolak dengan alasan dan argumentasi masing-masing. Mana yang benar?

Saya juga pusing. Karena itu, saya mencoba untuk tidak terlalu memikirkannya. Kabar baiknya, pada saat perayaan Hari Perawat Internasional pada 12 Mei 2023 lalu, PPNI NTT mengadakan webinar yang secara khusus membahas RUU Kesehatan Omnibus Law tersebut.

Suasana webinar tentang RUU Kesehatan Omnibus Law (Sumber gambar: koleksi pribadi)
Suasana webinar tentang RUU Kesehatan Omnibus Law (Sumber gambar: koleksi pribadi)

Webinar itu menghadirkan 3 pembicara, yaitu: Dr. H. Edy Wuryanto, S.Kp.,M.Kep selaku Anggota Komisi IX DPR RI; dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid selaku Kabiro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan RI; dan Dr. Harif Fadhillah, S.Kp, SH,M.Kep,MH selaku Ketua Umum DPP PPNI.

Sebagai gambaran, penyusunan RUU Kesehatan Omnibus Law itu merupakan inisiatif dari DPR RI. Hingga saat webinar itu dilakukan, materi UU telah diserahkan kepada pihak pemerintah untuk mendengarkan masukan masyarakat (public hearing).

Proses public hearing itu juga telah dilakukan yang menghasilkan DIM (Daftar Isi Masukan). Menurut dr. Siti Nadia Tarmizi dari Kemenkes RI, pihaknya sebagai koordinator dari lembaga negara lain yang bertugas menjaring pendapat masyarakat, telah memasukkan DIM tersebut kepada DPR RI pada 5 April 2023 lalu.

Selanjutnya, RUU Kesehatan itu akan dibahas terus oleh DPR RI. Proses pembahasan ini lah yang sedang diadang oleh PPNI bersama 4 organisasi profesi kesehatan lainnya.

Pembicara pertama, Edy Wuryanto, merupakan seorang perawat yang kini menjadi anggota DPR RI. Bila dilihat dari latar belakangnya, harusnya ia ikut menolak RUU Kesehatan tersebut karena merugikan perawat atau PPNI.

Tapi, saat ia diberi kesempatan menjelaskan isi RUU Kesehatan tersebut, secara umum substansinya berniat baik. Ada beberapa alasan yang mendasari pembentukan RUU Kesehatan Omnibus Law menurut paparan Edy Wuryanto saat itu.

Pertama, untuk meringkas banyak aturan terkait kesehatan selama ini. Menurutnya, aturan tersebut kadang tumpang tindih dan menghambat percepatan pelayanan kepada masyarakat.

Kedua, untuk mempercepat capaian program Universal Health Coverage (UHC)--semua penduduk harus bisa menikmati fasilitas kesehatan tanpa memikirkan masalah biaya.

Ketiga, untuk mendukung UHC tersebut, maka diperlukan dokter spesialis yang banyak. Selain itu,  perlu juga adanya pemerataan fasilitas serta peralatan medis yang lengkap di semua daerah.

Pendek kata, Edy Wuryanto mau meyakinkan perawat bahwa RUU Kesehatan Omnibus Law itu sebenarnya punya niat yang baik. Niat untuk menyediakan fasilitas dan pelayanan kesehatan berkualitas merata di seluruh wilayah Indonesia.

Edy Wuryanto pun tetap berkomitmen agar kepentingan perawat atau PPNI tetap terakomodir dalam RUU Kesehatan tersebut. Ia juga ingin UU Keperawatan tetap eksis, tapi tetap melihat sikon saat pembahasan dan proses selanjutnya.

Pembicara yang mewakili Kemenkes RI, dr. Siti Nadia Tarmizi, pada kesempatan itu menyampaikan materi yang hampir sama dengan penjelasan Edy Wuryanto. Intinya berisi alasan-alasan mendasar dan penting dari RUU Kesehatan tersebut.

Selanjutnya, dari kubu yang menolak RUU Kesehatan Omnibus Law saat itu diwakili oleh Harif Fadhillah selaku Ketua Umum DPP PPNI. Tapi, di awal pembicaraannya ia mengingatkan kalau apa yang disampaikannya itu merupakan pandangan organisasi hasil rapat pimpinan nasional; bukan pandangan pribadi.

Menurut Harif Fadhillah, alasan utama PPNI menolak RUU Kesehatan itu karena kehadirannya akan menghilangkan UU Keperawatan.

Menurutnya, berdasarkan telaahan PPNI saat, isi RUU tersebut belum memasukkan semua komponen aturan yang ada dalam UU Keperawatan. Itu artinya, ada sebagian pasal yang selama ini sudah dinilai baik dan melindungi perawat, justru nanti dihilangkan.

Ada pendapat dari dr. Siti Nadia Tarmizi yang mengatakan bahwa aturan teknis lainnya akan dibuat dalam peraturan pemerintah atau Permenkes.

Tapi, Harif merasa sangsi, sebab sejak dulu perawat tidak pernah diprioritaskan. Jadi, menurutnya, kalaupun aturan turunannya nanti ada, waktu realisasinya akan sangat lama.

Karena itu, PPNI tetap solid bersama 4 organisasi profesi kesehatan lain untuk menolak pembahasan RUU Kesehatan Omnibus Law tersebut. Mereka akan terus berupaya untuk melakukan berbagai cara, termasuk rencana untuk mogok kerja nasional.

Kalau mogok kerja nasional itu terjadi, bagaimana nasib pasien? Tentunya akan banyak pasien yang terlantar. Karena itu, sejak awal ada aksi demo, saya perhatikan beberapa Pemda mengeluarkan surat larangan kepada ASN untuk terlibat dalam demo atau aksi lainnya.

Mogok kerja ini memang membahayakan keselamatan pasien dan bisa-bisa menimbulkan kekacauan. Karena itu, kita berharap perbedaan pendapat mengenai RUU Kesehatan tersebut segera menemukan jalan tengah yang baik.

Saya sempat bertanya kepada perawat dan nakes lain yang bekerja di fasilitas kesehatan. Secara umum mereka juga takut melakukan aksi mogok kerja tersebut, sebab mereka juga terikat dengan UU atau peraturan lain, khususnya lagi bagi ASN.

Prediksi saya, RUU Kesehatan Omnibus Law itu akan tetap disahkan sebagaimana UU Cipta Kerja yang awalnya ditolak oleh sejumlah elemen masyarakat. Apalagi nakes yang menolaknya hanya dari 5 organisasi profesi, sedangkan nakes lainnya malah ikut mendukung.

Situasinya memang sulit. Terlepas dari peliknya persoalan tersebut, kita tentunya berharap masalah itu tidak mengorbankan masyarakat yang membutuhkan pelayanan kesehatan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun