Mohon tunggu...
Saverinus Suhardin
Saverinus Suhardin Mohon Tunggu... Perawat - Perawat penulis

Saverinus Suhardin. Seorang Perawat yang senang menulis. Sering menuangkan ide lewat tulisan lepas di berbagai media online termasuk blog pribadi “Sejuta Mimpi” (http://saverinussuhardin.blogspot.co.id/). Beberapa opini dan cerpennya pernah disiarkan lewat media lokal di Kupang-NTT, seperti Pos Kupang, Timor Express, Flores Pos dan Victory News. Buku kumpulan artikel kesehatan pertamanya berjudul “Pada Jalan Pagi yang Sehat, Terdapat Inspirasi yang Kuat”, diterbikan oleh Pustaka Saga pada tahun 2018. Selain itu, beberapa karya cerpennya dimuat dalam buku antologi: Jumpa Sesaat di Bandara (Rumah Imaji, 2018); Bingkai Dioroma Kehidupan: Aku, Kemarin dan Hal yang Dipaksa Datang (Hyui Publisher, 2018); Jangan Jual Intergritasmu (Loka Media, 2019); dan beberapa karya bersama lainnya. Pernah menjadi editor buku Ring of Beauty Nusa Tenggara Timur: Jejak Konservasi di Bumi Flobamorata (Dirjen KSDA, 2021); Konsep Isolasi Sosial dan Aplikasi Terapi : Manual Guide bagi Mahasiswa dan Perawat Klinis (Pusataka Saga, 2021); dan Perilaku Caring Perawat Berbasis Budaya Masyarakat NTT (Pustaka Saga, 2022). Pekerjaan utama saat ini sebagai pengajar di AKPER Maranatha Kupang-NTT sambil bergiat di beberapa komunitas dan organisasi. Penulis bisa dihubungi via e-mail: saverinussuhardin@gmail atau WA: 085239021436.

Selanjutnya

Tutup

Surabaya Pilihan

Harga Es Kopi yang Bikin Lambung Perih

19 Mei 2023   10:07 Diperbarui: 19 Mei 2023   10:14 272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto koleksi pribadi

Hmm, beruntung kedua teman saya itu tergolong kaya. Anak sultan mah, bebas. Uang yang sebenarnya bisa dikonversi dua kali makan di warteg itu, hanya dihabiskan untuk segelas kopi. Kalau saya yang lakukan itu, perih betul di lambung. Bukan karena efek kafeinnya, melainkan stres berlebihan karena jiwa missqueen saya bergetar dengan harga kopi yang mencekik dompet seperti itu.

Barangkali apa yang saya pikirkan ini terkesan kolot, tidak masalah. Saya sudah terbiasa dengan minum kopi gratis di kampung, dan kalaupun harus membayar, saya bisanya yang harga berkisar tiga ribuan saja.

Mengenai tren Es Kopi bersama kafe model baru di seputar Surabaya, saya hanya khawatir itu akan berjalan sesaat. Masih ingat, kan? Kita di Indonesia sering muncul tren-tren baru, tapi usianya paling banter seusia jagung. Masih ingat batuk akik, es kepal hijau, dan tren lainnya?

Dari sekian banyak tren yang datang dan pergi, cuma satu yang saya perhatikan selalu stabil keberadaannya. Apalagi kalau bukan warung kopi tiga ribuan rupiah? Ayo sobat missqueen, pertahankan daerah cangkrukan kita itu. Jangan terlena dengan tren sesaat, kita tetap setia dan peduli dengan isi dompet.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Surabaya Selengkapnya
Lihat Surabaya Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun