Mohon tunggu...
Saverinus Suhardin
Saverinus Suhardin Mohon Tunggu... Perawat - Perawat penulis

Saverinus Suhardin. Seorang Perawat yang senang menulis. Sering menuangkan ide lewat tulisan lepas di berbagai media online termasuk blog pribadi “Sejuta Mimpi” (http://saverinussuhardin.blogspot.co.id/). Beberapa opini dan cerpennya pernah disiarkan lewat media lokal di Kupang-NTT, seperti Pos Kupang, Timor Express, Flores Pos dan Victory News. Buku kumpulan artikel kesehatan pertamanya berjudul “Pada Jalan Pagi yang Sehat, Terdapat Inspirasi yang Kuat”, diterbikan oleh Pustaka Saga pada tahun 2018. Selain itu, beberapa karya cerpennya dimuat dalam buku antologi: Jumpa Sesaat di Bandara (Rumah Imaji, 2018); Bingkai Dioroma Kehidupan: Aku, Kemarin dan Hal yang Dipaksa Datang (Hyui Publisher, 2018); Jangan Jual Intergritasmu (Loka Media, 2019); dan beberapa karya bersama lainnya. Pernah menjadi editor buku Ring of Beauty Nusa Tenggara Timur: Jejak Konservasi di Bumi Flobamorata (Dirjen KSDA, 2021); Konsep Isolasi Sosial dan Aplikasi Terapi : Manual Guide bagi Mahasiswa dan Perawat Klinis (Pusataka Saga, 2021); dan Perilaku Caring Perawat Berbasis Budaya Masyarakat NTT (Pustaka Saga, 2022). Pekerjaan utama saat ini sebagai pengajar di AKPER Maranatha Kupang-NTT sambil bergiat di beberapa komunitas dan organisasi. Penulis bisa dihubungi via e-mail: saverinussuhardin@gmail atau WA: 085239021436.

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Tokoh Cerita yang Hidup

15 Mei 2023   12:14 Diperbarui: 15 Mei 2023   12:29 600
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa cerita juga menyinggung isu-isu sensitif yang ada di Indonesia. Misalnya tentang peristiwa kelam tahun 1966 yang dilakukan PKI. Kemudian ada juga bagian yang membahas tentang upaya atau perdebatan tentang perjuangan kemerdekaan Papua.

Berangkali dengan alasan adanya konten yang menyinggung isu-isu sensitif tersebut, buku ini akhirnya terbit tanpa memiliki ISBN. Kita tahu, setiap buku pada umumnya memiliki nomor seri dikeluarkan perpustakaan nasional. Salah satu syarat untuk mendapatkan nomor itu, isi buku tidak boleh berisi isu sara, mengandung unsur porno, dan hal yang dilarang pemerintah lainnya.

Beberapa isu tersebut bisa saja dianggap sebagai hal yang negatif. Tapi, menurut saya, persepsi seperti itu sangat bergantung pemikiran pembaca. Bagi saya, itu kisah normal yang terjadi dalam kehidupan yang nyata. Susastra yang baik tentunya menggambarkan kondisi sosial penulis atau apa terjadi di sekitarnya. Bila kita memandang buku itu dengan pikiran terbuka, saya pikir tidak ada masalah dengan beberapa hal khusus tadi.

 

Belajar Menulis dari Aldo

Terlepas dari beberapa isu sensitif di atas, buku ini mengajarkan banyak hal, salah satunya kita bisa belajar menulis atau menjadi penulis dari cara atau pengalaman hidup Robertus Aldo Nishauf. Selain mengisahkan pejalanan kuliah dan percintaan yang dilalui Aldo, cerpen-cerpen dalam buku ini juga banyak menyinggung tentang karir kepenulisannya.

Aldo mengkritik kebiasaan penulis dalam cerita "Para Penulis" yang memperumit diri sendiri dengan berbagai teori menulis, perkembangan kesusastraan, dan hal-hal lain yang, menurut pandangan Aldo, rumitnya seperti usaha memerdekakan Papua Barat (hal. 11).

Aldo yang lebih dikenal sebagai penyair itu menulis karena memang ia menyukai aktivitas itu. Karena dilandasi rasa senang, ia menulis saja, sesuai isi hati dan pikirannya. Kebetulan saja puisi-puisinya disukai banyak orang, dipuji para kritikus sastra, dan dibagikan anak-anak remaja kasmaran di berbagai media sosial.

Sebagai penulis yang produktif dan berkualitas, beberapa karyanya pernah terbit di media massa. Berkat keberhasilannya itu, selain mendapatkan pujian, ia juga mendapat penghasilan tambahan. Honor menulis itu meringankan beban orang tuanya yang harus mengirimkan uang kuliah, uang kos, dan biaya perkuliahan lainnya.

"Saya membenci penyair yang menjelaskan puisinya...," demikian kalimat pembuka pada cerita Vera dan Puisinya pada halaman 83.

Sebagai penyair ulung, Aldo secara tidak langsung mengajarkan bahwa puisi yang baik itu adalah puisi yang mampu mengembangkan daya imajinatif pembacanya. Karena puisi berfungsi seperti itu, maka penyair tidak perlu memberi penjelasan tambahan kepada pembacanya. Setelah menulis, penulisnya telah "mati", dan biarkan pembaca yang menginterpretasi dengan leluasa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun